Memaknai Welfare Dari Sudut Pandang Islam
Oleh: Wahyu Lisma Siami
Seperti yang diketahui bahwa PBB saat ini sedang menggalakkan SDGs atau Sustainable Development Goals sebagai tujuan terbesarnya. Dimana SDGs adalah sebuah tujuan pembangunan berkelanjutan, yang menjaga peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara berkesinambungan, memperhatikan struktur sosial, serta memperbaiki kualitas lingkungan hidup. SDGs mencakup 17 tujuan diantaranya yaitu:
- Tanpa Kemiskinan
- Tanpa Kelaparan
- Kehidupan Sehat dan Sejahtera
- Pendidikan Berkualitas
- Kesetaraan Gender
- Air Bersih dan Sanitasi Layak
- Energi Bersih dan Terjangkau
- Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi
- Industri, Inovasi dan Infrastruktur
- Berkurangnya kesenjangan
- Kota dan Pemukiman yang berkelanjutan
- Konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab
- Penanganan perubahan iklim
- Ekosistem lautan
- Eksosistem Daratan
- Perdamaian, keadilan dan kelembagaan yang Tangguh
- Kemitraan untuk mencapai tujuan.
Dari tujuan-tujuan di atas sangat terlihat bahwa kesejahteraan
adalah tujuan utamanya. Namun tujuan kesejahteraan di atas hanya sebatas
kesejahteraan materi dan bersifat duniawi. Bagi seorang muslim jika hidup hanya
untuk tujuan duniawi saja maka akan sia-sia hidupnya. Kemudian, bagaimana Islam
sebagai agama rahmatan lil ‘alamin memandang makna kesejahteraan itu
sendiri? Sebelumnya mari kita membahas tentang apa saja ukuran kesejahteraan
menurut United Nation atau PBB. PBB menggunakan HDI atau Human
Development Index sebagai ukuran kesejahteraan manusia di muka bumi ini. indicator-
indicator HDI tersebut adalah pendapatan per-kapita, panjang masa hidup, dan
tingkat Pendidikan. Diketahui bahwa isu kesejahteraan sangat banyak dikaji di
seluruh negara. Kesejahteraan dalam pandangan barat sarat dengan materialism
dan hedonism, hal inilah yang menjadi kekurangannya dan perlu dikritik, serta
dirumuskan kesejahteraan bagaimana yang baik untuk masyarakat?
Islam memiliki konsep kesejahteraan yang biasa disebut dengan Falah.
Falah adalah kemenangan atau kesuksesan atau dapat juga dimakanai dengan
‘dalam kondisi yang baik’. Falah dapat dimaknai dengan dua dimensi yaitu
dimensi duniawi dan dimensi ukhrawi. Falah dimensi duniawi berkaitan dengan
kelangsungan hidup, kebebasan berekinginan, kekuatan dan kehormatan. Sedangkan
falah dalam dimensi ukhrawi adalah kelangsungan hidup yang abadi, kemuliaan
yang abadi dan pengetahuan yang abadi.
Kesejahteraan menurut Islam memiliki tolak ukur yaitu adalah
maslahah. Masalahah artinya kemanfaatan yang dikehendaki oleh Allah SWT kepada
hamba-Nya untuk menjaga agamanya, jiwanya, akalnya, keturunannya, dan hartanya
sesuai hierarkis yang telah diterangkan oleh Allah SWT.
Maslahah terbagi menjadi tiga bagian yaitu maslahah dharuriyat
atau maslahah primer, kedua maslahah hajiyyat atau maslahah sekunder,
ketiga maslahah tahsiniyat atau maslahah tersier. Maslahah yang pertama
yaitu maslahah primer dipahami sebagai jenis kebutuhan manusia yang berhubungan
dengan kepentingan agama dan duniawi. Dimana jika tidak ada dapat menghilangkan
keselamatan dan keberlangsungan hidup manusia itu sendiri. Contoh maslahah ini
adalah, syahadat, shalat, makan, minum, berpakaian, dan lain sebagainya.
Kemudian, maslahah yang kedua adalah sekunder kebutuhan ini ditujukan untuk
mempermudah tercapainya maslahah primer dan menghilangkan halangan-halangan
yang ada. Contoh maslahah ini adalah, rukhshah atau keringanan shalat bagi para
musafir, memiliki rumah tinggal sendiri, pekerjaan yang sudah kokoh. Kemudian
yang ketiga maslahah tersier adalah kebutuhan-kebutuhan yang ditujukan untuk
memperindah kebutuhan primer. Jadi topik pembahasannya adalah lebih kepada
indah atau buruk. Contoh dari maslahah tersier shalat sunnah, memakai pakaian
baik dan suci ketika shalat, bersedekah, adab makan dan minum dan lain
sebagainya.
Maslahah-maslahah yang telah disebutkan di atas seluruhnya akan bermuara pada lima tujuan atau yang disebut sebagai maqashid syariah:
- Menjaga agama
- Menjaga jiwa
- Menjaga akal
- Menjaga keturunan
- Menjaga harta
Dari 5 tujuan maslahah tersebut bisa dijabarkan dalam aspek makro
dan mikro dimana jika aspek makro lebih kepada maslahah secara luas atau
kebijakan yang berdampak bagi satu negara, sedangkan dalam aspek mikro lebih
berdampak kepada individu sendiri. Indeks kesejahteraan Islam berdasarkan
maslahah-maslahah yang memiliki lima tujuan tadi. Jika semua hal itu dilakukan
dengan baik, kesejahteraan dan falah akan tercapai. Kesejahteraan disini tidak
hanya materalisme atau hedonism namun antara kesejateraan duniawi dan ukhrawi seimbang.
Manusia dapat mencapai kesejahteraan di dunia dan tidak melupakan kesejahteraan
untuk kehidupan selanjutnya yaitu akhirat.
Sumber utama: Azizy, Satria Hibatal S.H.I, “Menduduki kambali Makna Kesejahteraan dalam Islam’, Ponorogo: CIOS, 2015
0 Response to "Memaknai Welfare Dari Sudut Pandang Islam"
Posting Komentar