-->

Salman Al Farisi (Pencari Kebenaran Sejati) #2



by Saddam Husain

    “Akhirnya, aku dimerdekakan oleh Allah, dan hidup sebagai seorang muslim yang bebas merdeka, serta mengambil bagian bersama Rasulullah dalam perang khandaq dan peperangan selanjutnya.” Dengan kalimat-kalimat yang jelas dan menyejukkan, Salman menceritakan kepada kita upaya dan perjuangan suci dan mulia dan agung untuk mencari hakikat keagamaan, yang akhirnya dapat sampai kepada agama Allah ta'ala yang menjadi jalan hidup terakhir yang harus ditempuhnya.
    
    Nah, manusia ulung seperti apakah sebenarnya dia? keistimewaan apakah yang mampu mengangkat jiwanya yang agung dan melecut kemauannya yang keras untuk mengatasi segala kesulitan dan mengubah sesuatu yang mustahil menjadi mungkin baginya? kehausan dan kecintaan terhadap kebenaran seperti apakah yang telah menyebabkan Salman rela meninggalkan kampung halaman beserta harta benda dan segala macam kesenangan? dia harus menempuh daerah yang belum dikenal dengan segala halangan dan beban penderitaan. Pindah dari satu daerah ke daerah lain, dari suatu negeri ke negeri lain, tidak kenal letih atau lelah, di samping tidak lupa beribadah secara tekun. Pandangan yang tajam selalu memperhatikan hikmah yang ada pada manusia, kehidupan dan jalan hidup mereka yang berbeda, dan tujuan yang utama tidak pernah menyimpang dari semula, yang tiada lain adalah mencari kebenaran. Pengorbanan yang mulia ia lakoni demi mencapai hidayah Allah, bahkan ia pernah dijual sebagai budak. 
    
    Akhirnya, Allah SWT menganugerahkan ganjaran yang setimpal kepadanya hingga di pertemukan dengan kebenaran Islam dengan rasulnya. Lalu dikaruniai usia lanjut, hingga ia dapat menyaksikan dengan kedua matanya bagaimana panji-panji Allah berkibaran di seluruh pelosok dunia, sementara umat Islam mengisi ruangan dan sudut-sudutnya dengan hidayah dan petunjuk Allah, serta dengan kemakmuran dan keadilan. Apa yang kita harapkan akan terjadi pada keislaman seorang tokoh yang tulus dan bertekad baja seperti itu? Sungguh, keislaman Salman adalah keislaman orang-orang utama dan taqwa. Orang-orang menyerupakan Salman dengan Umar bin Al Khattab dalam hal kecerdasan, kesahajaan, dan kebebasan dari pengaruh dunia. Ia pernah tinggal bersama Abu Darda di sebuah rumah beberapa hari lamanya. Abu darda telah terbiasa beribadah pada waktu malam dan puasa pada waktu siang. Salman melihatnya terlalu berlebihan dalam beribadah. 
    
    Suatu hari Salman bermaksud mencegah niat Abu darda untuk puasa sunnah esok hari. Namun, Abu darda justru berkata "Apakah engkau hendak melarang untuk berpuasa dan salat karena Allah?" Salman menjawab, "Kedua matamu mempunyai hak atas dirimu, demikian pula keluarga mempunyai hak atas dirimu. Berpuasalah dan jangan lupakan hak untuk berbukalah, sholatlah dan jangan lupakan jatah untuk tidurlah. Ketika peristiwa itu sampai ke pendengaran Rasulullah SAW beliau bersabda, "Salman telah kenyang dengan ilmu." Rasulullah sendiri sering memuji kecerdasan Salman serta ketinggian ilmunya, sebagaimana beliau memuji akhlak dan agamanya. Pada waktu perang khandaq, kaum Anshar berdiri dan berkata, "Salman dari golongan kami." Kaum Muhajirin pun juga bangkit dan berkata, "Tidak, iya dari golongan kami." Rasulullah pun memanggil mereka semua dan bersabda, "Salman adalah bagian dari, ahlul bait."
    
    Salma memang layak mendapatkan kehormatan itu. Ali bin Abu Tholib menggelari Salma dengan sebutan "Luqman Al hakim". Ketika Salman telah wafat, Ali ditanya tentang pemberian gelar itu. Ia menjawab, "Ia adalah seorang yang berasal dari kami dan kembali kepada kami – ahlul bait. Siapa di antara kalian yang menyamai Luqman Al hakim (maksudnya Salman) ia telah dikaruniai ilmu yang pertama dan juga ilmu yang terakhir. Dia setelah membaca kitab yang pertama dan juga kitab yang terakhir. Ia bagaikan lautan yang airnya tidak pernah kering." Salman telah mendapatkan kedudukan mulia dan derajat utama di dalam hati semua sahabat. Pada masa kekhalifahan Umar, Salman datang berkunjung ke Madinah. Umar melakukan penyambutan yang  belum pernah dilakukan kepada siapa pun juga. Umar mengumpulkan para sahabat dan menghimbau dengan seruan, "Marilah kita pergi menyambut Salman." kemudian Umar keluar bersama mereka menuju pinggiran Madinah untuk menyambutnya.
    
    Sejak bertemu dan beriman kepada Rasulullah, Salman hidup sebagai seorang muslim yang merdeka, sebagai pejuang dan selalu berbakti. Dia mengalami kehidupan masa Khalifah Abu bakar, kemudian masa Amirul mukminin Umar, lalu masa Khalifah Utsman, dan pada masa inilah ia kembali kehadirat Rabbnya. Pada tahun-tahun kejayaan umat Islam, panji-panji Islam telah berkibar di seluruh penjuru, harta benda yang tidak sedikit jumlahnya mengalir ke Madinah sebagai pusat pemerintahan, baik sebagai fa'i maupun jizyah, untuk kemudian diatur pembagiannya menurut ketentuan Islam. Negara mampu memberikan gaji dan tunjangan tetap. Ada banyak tanggung jawab pemerintahan di semua tingkatannya, sehingga banyak pula pekerjaan dan peluang jabatan sebagai konsekuensi logisnya. 
    
    Di dalam kesempatan yang terbuka luas untuk meraih jabatan itu, di manakah kita dapat menemukan Salman? Di manakah kita dapat menjumpai nya saat kekayaan dan kejayaan, kesenangan dan kemakmuran terbentang itu? Bukalah  mata anda lebar-lebar! Apakah anda tidak melihat seorang tua berwibawa duduk di sana, di bawah naungan pohon, sedang menjalin anyaman untuk dijadikan bakul atau keranjang? Itulah dia Salman! Perhatikanlah dengan cermat! Perhatikanlah baik-baik jubahnya yang sangat pendek, sehingga hanya sampai sebatas lutut saja. Itulah dia, seorang tua yang berwibawa dan hidup dalam kesederhanaan meskipun banyak harta. Tunjangan yang diperolehnya tidak sedikit, antara 4 sampai 6000 tahun. Namun, semua itu ia bagi-bagikan sampai habis. Dia menolak meski hanya untuk mengambil satu dirham saja dan mengatakan, "Aku membeli bahan anyaman dengan uang satu dirham, lalu ku anyam dan ku jual seharga 3 dirham. Satu dirham aku ambil untuk modal lagi, satu dirham berikutnya untuk nafkah keluarga ku, sedangkan satu dirham sisanya untuk sedekah. Seandainya Umar Al Khattab melarang berbuat demikian, Aku tidak akan berhenti!"
    
    Lantas bagaimana dengan kita, wahai umat Rasulullah? Apa yang ada di pikiran kita tentang kehormatan manusia dimana saja dan kapan saja? sebagian orang ketika mendengar kehidupan sebagian sahabat yang sangat bersahaja, seperti Abu bakar, Umar, Abu Dzar, dan lain-lain, lalu berpikir bahwa itu disebabkan suasana lingkungan padang pasir, dimana orang Arab mendapatkan ketentraman hati nya dengan kesederhanaan. Nah, sekarang kita berhadapan dengan seorang putra Persia,suatu negeri yang terkenal dengan kemewahan dan kesenangan serta hidup boros. Salman yang sedang kita ceritakan ini bukanlah dari golongan miskin atau bawahan, melainkan dari golongan kaya dan kelas tinggi. Mengapa sekarang (setelah memeluk Islam) menolak harta, kekayaan, dan kesenangan? Mengapa ia lebih memilih kehidupan bersahaja, tidak lebih dari 1 dirham tiap harinya, yang diperoleh dari hasil jerih payahnya sendiri? Mengapa ia menolak jabatan? Dia lebih memilih menghindari dunia itu dan mengatakan, "Seandainya kamu bisa hidup dengan memakan tanah, asal tidak membawahi 2 orang, maka lakukan!" Mengapa dia menolak pangkat dan jabatan, dan mau menerima jika mengepalai pasukan tentara yang pergi menuju medan perang? Kecuali dalam suasana tiada seorang pun yang mampu memikul tanggung jawab kecuali dia, dia bersedia melakukannya dengan hati murung dan jiwa merintih. Tetapi, mengapa ketika memegang jabatan yang mesti dipikulnya,dia tidak mau menerima tunjangan yang diberikan kepadanya secara padahal itu halal baginya?
    
    Sejarah dalam Islam meriwayatkan dari al-Hassan dari Al Hasan, "Tunjangan Salman sebanyak 5.000 setahun, namun ia berpidato di hadapan 30.000 orang dengan separuh mantannya dijadikan alas duduknya dan separuh lagi untuk menutupi badannya. Jika tunjangannya, dia membagi- bagikannya sampai habis. Untuk makan, dia mengandalkan hasil usaha kedua tangannya. Mengapa itu jalan hidup yang dia pilih dan sangat zuhud dari keinginan dunia,padahal dia seorang putra Persia yang biasa tenggelam dalam kesenangan dan dipengaruhi arus kemajuan? marilah kita dengar jawaban yang diberikannya ketika berada di atas pembaringan menjelang ajal, alarmnya yang mulia telah bersiap-siap untuk kembali menemui Rabbnya yang maha tinggi lagi maha penyayang. Sa'ad bin Abu waqqash datang menjenguknya, maka Salman menangis. Sa'ad pun bertanya, "Apa yang kau tangisi, wahai Abu Abdillah? Padahal, Rasulullah SAW wafat dalam keadaan ridho kepadamu. Salma menjawab, "Demi Allah, aku menangis bukan karena takut mati ataupun mengharap kemewahan dunia, melainkan karena Rasulullah SAW telah menyampaikan suatu pesan kepada kita, dalam sabdanya, "Hendak lah bagian setiap kalian dari kekayaan dunia ini seperti bekal seorang pengendara. Padahal, harta milik ku begini banyaknya." Sa'ad berkata sendiri, "Aku perhatikan, tidak ada yang tampak di sekelilingku kecuali satu piring dan sebuah wadah untuk bersuci." Sa'ad lalu berkata, "Wahai Abu Abdillah, berilah kami suatu pesan yang akan kami ingat selalu darimu!" Dia bertutur, "Wahai Sa'ad, ingatlah Allah tentang keinginanmu ketika engkau sedang berkehendak, tentang keputusanmu ketika engkau sedang memutuskan, dan tentang apa yang di tanganmu ketika engkau sedang membagi.” Itulah rupanya yang telah membuat hati Salman menjadi kaya dan puas. Dia telah memenuhinya dengan zuhud terhadap dunia dan segala harta, dan pangkat dengan segala pengaruhnya. Itulah pesan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kepadanya dan kepada semua sahabatnya, agar mereka tidak membiarkan dunia menguasai mereka dan tidak mengambil bagian darinya, kecuali sekadar bekal seorang pengendara.
    
    Salman telah memenuhi pesan itu sebaik-baiknya, namun air matanya masih jatuh berderai ketika ruhnya telah siap untuk berangkat, khawatir bila ia telah melampaui batas yang ditetapkan. Tidak terdapat di ruangannya kecuali sebuah piring makannya dan sebuah wadah untuk tempat minum dan wudhu. Meski demikian dia menganggap dirinya sebagai orang yang berharta banyak. Nah, bukankah telah kami ceritakan pada anda bahwa ia mirip sekali dengan Umar? Pada hari hari ia bertugas sebagai gubernur di Madain, keadaannya tidak sedikit pun berubah. Seperti yang telah kita ketahui, dia menolak untuk menerima gaji sebagai gubernur, satu dirham sekalipun. Dia tetap mengambil nafkahnya dari hasil menganyam, sedang pakaiannya tidak lebih dari sehelai mantel. bajunya yang sudah tua itu berlomba dengan kesederhanaan dan kesahajaan nya. Suatu hari, ketika dia sedang berjalan disuatu jalan, seorang yang datang dari Syria menjumpainya. Orang itu membawa buah tin dan kurma. Rupanya beban itu amat berat, hingga membuatnya kelelahan. Ketika dia melihat Salman yang tampak sebagai orang biasa dan dari golongan miskin, orang itu hendak menyuruhnya membawa buah-buahan dengan diberi imbalan atas jerih payahnya bila telah sampai ke tempat tujuan. 
    
    Dia memberi isyarat supaya datang kepadanya dan Salman menurut dengan patuh. Orang dari syria itu berkata, "Tolong bawakan barangku ini!" Barang itu pun dipikul oleh Salman, lalu mereka berjalan bersama-sama. Di tengah perjalanan mereka berdua berpapasan dengan satu rombongan. Salma memberi salam kepada mereka, dan mereka pun berhenti dan, "Semoga keselamatan juga dilimpahkan kepada gubernur." Orang dari Syiria bergumam sendiri, "Semoga keselamatan juga dilimpahkan kepada gubernur.” Gubernur mana yang mereka maksudkan? Keheranannya kian bertambah ketika dilihat sebagian dari anggota rombongan segera menuju beban yang dipikul oleh Salman. Dengan maksud kehendak menggantikannya. Mereka berkata, "Berikanlah kepada kami, wahai gubernur!" Sekarang, orang Syria itu paham bahwa kulinya tiada lain adalah Salman Alfarisi, gubernur Madain. Orang itu pun sangat menyesal dan mengungkapkan permintaan maaf dari bibirnya. Dia mendekat untuk menarik beban itu dari tangannya, tetapi Salman menolaknya menggelengkan kepala sembari berkata, "Tidak, sebelum ku antarkan sampai ke rumahmu." Suatu ketika Salman pernah ditanya orang, "Apa sebabnya anda tidak menyukai jabatan sebagai gubernur?” dia menjawab, "Karena manis waktu memegangnya, tapi pahit waktu melepaskannya!" Dilain hari, seorang sahabat memasuki rumah, didapatinya dia sedang duduk menggodok tepung, maka sahabat itu bertanya, "Kemanakah pelayan?" Ia menjawab, "Aku suruh untuk suatu keperluan, dan Aku tidak ingin ia harus melakukan dua pekerjaan sekaligus." 
    
    Ketika kita hendak membicarakan tentang rumah Salman, hendaknya kita benar-benar, mengetahui bagaimana rumahnya. Ketika hendak mendirikan bangunan yang berlebihan disebut sebagai rumah, Salman bertanya kepada, "Bagaimana model rumah yang hendak Anda dirikan?" Tukang bangunan ini adalah seorang arif dan bijaksana. Dia mengetahui kesederhanaan dan sifat Salman yang tidak suka bermewah-mewah. Dia menjawab, "Jangan khawatir, rumah itu merupakan bangunan yang dapat digunakan bernaung kala panas dan tempat berteduh kala hujan. Andainya Anda berdiri, kepala anda akan sampai kepada langit lainnya. Dan jika anda berbaring, bagi anda akan terkantuk pada dindingnya." Salman pun berkata, "Benar, seperti itulah seharusnya rumah yang akan Anda bangun." Tak satupun barang berharga dalam kehidupan dunia ini yang digemari atau diutamakan oleh Salman, kecuali suatu barang yang memang amat diharapkan dan dianggap penting, bahkan telah dititipkan kepada istrinya untuk disimpan ditempat yang tersembunyi dan aman. Ketika dalam sakit yang berakhir pada ajalnya, yaitu pada pagi hari kepergiannya, ia memanggil istrinya untuk mengambil titipannya dahulu. 
    
    Ternyata, barang itu hanyalah sikat kesturi yang diperolehnya waktu pembebasan jalula dahulu. Barang itu sengaja disimpan untuk wangi-wangian pada hari wafatnya. Kemudian Dia menyuruh sang istri agar mengambil secangkir air. Salmon menaburkan bubuk kasturi itu ke dalam cangkir dan mengaduknya dengan tangan, lalu berkata kepada istrinya, "Percikkan lah air ini ke sekelilingku. Sekarang telah hadir di hadapan makhluk Allah yang tidak suka makanan, tapi gemar wangi-wangian." Setelah selesai, Dia berkata kepada istrinya, "Tutup kan lah pintu dan turunanlah!" Perintah itu pun diturut oleh istrinya. Tidak lama antara waktu itu dan istrinya kembali masuk, ruh yang beroleh berkah itu telah meninggalkan dunia dan berpisah dari jasadnya. Dia telah mencapai alam yang tinggi, dibawa terbang oleh sayap kerinduan. Kerinduan untuk memenuhi janjinya,bertemu lagi dengan Rasulullah Muhammad SAW dengan kedua sahabat beliau, Abu bakar dan Umar, serta tokoh-tokoh mulia lainnya dari golongan syuhada dan orang-orang utama.

0 Response to "Salman Al Farisi (Pencari Kebenaran Sejati) #2"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel