-->

Salman Al Farisi (Pencari Kebenaran Sejati) #1



by Saddam Husein

    Pahlawan yang akan kita bicarakan kali ini, ia berasal dari Persia. Disana banyak orang-orang mukmin yang menganut agama islam. Selain itu, dari kalangan merekalah muncul pribadi-pribadi yang tiada tanding, baik dalam keimanan, keilmuan, keagamaan, maupun persoalan keduniaan. Diantara keistimewaan dan keagungan Islam ialah setiap Islam memasuki suatu negeri, maka dengan keajaiban luar biasa segala keahlian, kemampuan dan kejeniusan yang tersembunyi dari warga dan penduduk negeri itu dibangkitkan, sehingga muncullah para filosof, dokter, ahli hukum, ahli astronomi, penemu, dan ahli matematika semuanya muslim. Ternyata diketahui satu fakta bahwa,  tokoh-tokoh itu berasal dari setiap penjuru dan muncul dari setiap bangsa, hingga masa-masa awal perkembangan Islam penuh dengan orang-orang jenius dalam segala bidang – cita maupun karsa. Meski berlainan tanah air dan suku bangsanya, tetapi satu agama, yakni Islam.

    Rasulullah SAW sendiri memang telah mengabarkan perkembangan yang penuh berkah dari agama ini, bahkan beliau telah menerima janji yang benar dari Allah yang Maha Besar lagi Maha Mengetahui, bahwa suatu hari nanti tidak ada lagi baginya jarak pemisah tempat dan waktu, hingga sejauh mata memandang akan menyaksikan panji-panji Islam berkibar di seluruh muka bumi, serta di istana-istana para penduduknya. Salman Al farisi sendiri turut menyaksikan hal tersebut, karena ia terlibat dan mempunyai hubungan erat dengan kejadian itu. 

    Peristiwa itu terjadi waktu perang khandaq pada tahun 5 hijriah. Awalnya, beberapa orang pemuka Yahudi pergi ke Mekkah untuk memobilisasi orang-orang musyrik dan membentuk pasukan gabungan untuk menghadapi Rasulullah dan kaum muslimin. Mereka berjanji akan memberikan bantuan dalam perang penentuan yang akan mencabut akar agama baru ini. Terlihat Siasat dan taktik perang yang licik. Tentara Quraisy dan Ghathafan akan menyerang kota Madinah dari depan, sedangkan Bani Quraizhah akan menyerangnya dari belakang barisan kaum muslimin, sehingga mereka akan terjepit dari dua arah. Dengan demikian, mereka akan hancur lebur dan hanya tinggal kenangan saja.
    
    Suatu hari kaum muslimin tiba-tiba melihat kedatangan pasukan besar mendekat dan membawa perbekalan banyak dan persenjataan lengkap untuk menghancurkan Madinah. Kaum muslimin panik dan mereka bagaikan kehilangan akal melihat hal yang tidak diduga-duga itu. Keadaan mereka dilukiskan oleh Al-Quran, dalam firman Allah: "Yaitu ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika penglihatanmu terpana Dan hatimu menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu berprasangka yang bukan-bukan terhadap Allah. (Al ahzab: 10). Dua ribu empat ratus prajurit di bawah pimpinan Abu Sufyan dan Uyainah bin Hishn menyatroni kota Madinah dengan tujuan hendak mengepung dan melepaskan serangan penentuan agar mereka terbebas dari Muhammad SAW, agama serta para sahabatnya. Pasukan ini tidak saja terjadi hari orang-orang Quraisy, tetapi juga dari berbagai kabilah dan kelompok-kelompok berkepentingan yang menganggap Islam sebagai lawan yang membahayakan mereka. Peristiwa ini merupakan percobaan akhir dan penentuan bagi pihak musuh Islam, baik individu, kelompok, suku,maupun golongan yang memiliki kepentingan tersendiri.
    
    Kaum muslimin menyadari bahwa mereka sedang dalam keadaan yang gawat. Rasulullah pun mengumpulkan para sahabat untuk bermusyawarah. Mereka semua tentu saja setuju untuk melawan, tetapi apa yang harus mereka lakukan untuk melawan? Ketika itulah, tampil seorang yang berbadan tinggi dan berambut lebat. Dialah orang yang disayangi dan dihormati oleh Rasulullah SAW dia adalah Salman Al farisi. Dari tempat ketinggian ia melayangkan pandangan meninjau sekitar Madinah, dan ternyata bahwa kota itu terlindungi oleh gunung dan bukit bukit batu yang mengelilinginya. Namun, di sana terdapat juga daerah terbuka yang luas dan terbentang panjang, hingga dengan mudah akan dapat diserbu musuh untuk memasuki benteng pertahanan. Di negerinya Salman telah mempunyai pengalaman luas tentang strategi dan siasat perang. Karena itu, dia mengajukan suatu usulan kepada Rasulullah SAW, yaitu suatu rencana yang belum pernah dikenal oleh orang-orang Arab dalam peperangan mereka selama ini. Rencana tersebut adalah menggali parit sebagai perlindungan sepanjang daerah terbuka di sekitar Madinah. Hanya Allah yang lebih mengetahui apa yang akan dialami kaum muslimin dalam peperangan itu seandainya mereka tidak menggali parit. Ketika pasukan Quraisy menyaksikan parit terbentang dihadapan, mereka merasa terpukul melihat hal yang tidak disangka-sangka itu, sehingga tidak kurang sebulan lamanya kekuatan mereka hanya mendekam di kemah kemah, tanpa daya untuk menerobos Madinah. Akhirnya, pada suatu malam Allah ta'ala mengirim angin topan yang menerbangkan kemah-kemah dan memorak porandakan persatuan mereka.
    
    Abu Sufyan pernah memerintahkan anak buahnya agar kembali pulang ke kampung mereka, dalam keadaan berputus asa serta menderita kekalahan pahit. Pada waktu menggali parit, Salman tidak ketinggalan bekerja bersama dengan kaum muslimin. Mereka menggali tanah dengan penuh semangat. Rasulullah juga membawa cangkul dan bekerja bersama mereka. Tidak disangka, di tempat penggalian Salman bersama rekan-rekannya, cangkul mereka terbentur oleh sebuah batu besar. Salman adalah seorang yang berperawakan besar dan bertenaga kuat. Sekali ayun, lengannya yang kuat akan dapat membelah batu dan memecahkannya berkeping-keping. Tetapi, dia tidak berdaya menghadapi batu besar ini, sedangkan batuan dari rekan-rekannya hanya menghasilkan kegagalan belaka. Salman pergi menemui Rasulullah dan meminta izin untuk mengalihkan jalur parit dari garis semula, guna menghindari batu besar yang tidak tergoyahkan itu. Rasulullah pun pergi bersama-sama untuk melihat sendiri keadaan tempat dan batu besar tersebut. Setelah melihat batu itu, Rasulullah SAW meminta cangkul dan menyuruh para sahabat agar mundur agar terhindar dari pecahan-pecahan batu itu nanti. Rasulullah SAW selalu membaca basmalah dan mengangkat kedua tangannya yang mulia yang sedang memegang erat cangkul itu. Beliau menghantamkan cangkul ke batu besar itu dengan sekuat tenaga, hingga batu itu pun terbelah dan dari celah belahannya yang besar keluar percikkan api yang tinggi dan menerangi.
    
    Salman mengatakan, "Aku melihat percikkan api itu menerangi pinggiran Madinah." Sementara itu, Rasulullah mengucapkan takbir, "Allahu Akbar"! aku telah dikaruniai kunci-kunci istana negeri Persia dan dari percikkan api tadi tampak olehku dengan nyata istana-istana kerajaan hirah dan kota-kota raja Persia. Sungguh, umatku akan menguasai semua itu." Kemudian Rasulullah mengangkat cangkul itu kembali memukulkannya batu kali kedua. Fenomena yang sama terjadi lagi. Pecahan batu besar itu menyemburkan kilatan api yang tinggi dan menerangi. Rasulullah pun bertakbir kembali, "Allahu Akbar! Aku telah dikaruniai kunci-kunci negeri Romawi, dan tampaklah olehku istana-istana megah nya. Sungguh, umatku akan menguasainya." Kemudian beliau mengumpulkan cangkul itu untuk kali ketiga dan batu besar itu pun hancur lebur, serta menimbulkan kilatan api yang terang benderang. Rasulullah mengucapkan kalimat tahlil dan diikuti oleh kaum muslimin. Rasulullah SAW yg menceritakan kepada mereka bahwa beliau sekarang melihat istana istana di Syria, sana'a, dan daerah-daerah lain suatu ketika nanti akan berada di bawah naungan bendera Allah yang berkibar. Dengan keimanan penuh kaum musliminpun serentak berseru, "Inilah yang dijanjikan Allah dan rasulnya, dan benarlah Allah dan rasulnya."
    
    Ide membuat parit ialah Salman yang mengajukan saran tersebut, dia pula yang menemukan batu yang telah memancarkan rahasia-rahasia yang akan terjadi di masa mendatang, yakni ketika ia meminta tolong kepada Rasulullah SAW. Ia berdiri di samping Rasulullah menyaksikan cahaya dan mendengar berita gembira itu. Dia masih hidup ketika kabar gembira itu menjadi kenyataan. Dia sendiri melihat, mengalami dan merasakan nya. Dia menyaksikan penaklukan kota-kota di Persia dan Romawi, istana di sana'a, Mesir, Syria, dan Irak. Ia menjadi saksi seluruh penjuru bumi saat akan berguncang keras oleh seruan mempesona penuh berkah yang berkumandang dari puncak tinggi di setiap pelosok, memancarkan sinar hidayah dan petunjuk Allah. Lihatlah, Salman sedang duduk dibawah naungan sebatang pohon yang rindang, sedangkan di negerinya nan jauh di madain sana,teman-teman dekatnya sedang membicarakan petualangan berat yang dialaminya demi mencari kebenaran, yang mengisahkan kepada mereka bagaimana ia berpindah dari agama nenek moyangnya bangsa Persia menuju agama Nasrani dan terakhir jatuh ke pelukan agama Islam.
    
    Sungguh, dia telah meninggalkan kekayaan berlimpah dari orang tuanya dan merelakan dirinya jatuh ke dalam lembah kemiskinan demi kebebasan pikiran dan jiwanya. Dalam pengembaraan mencari kebenaran itu ia pernah dijual di pasar Budak, hingga akhirnya bertemu dengan Rasulullah dan beriman kepadanya. Semua itu dibahas oleh rekan-rekannya di seberang sana. Sekarang, marilah kita dekati majelisnya yang mulia dan kita dengarkan kisah menakjubkan yang diceritakannya. "Aku berasal dari Asbahan, warga suatu desa yang bernama Ji (Jayyan). Ayahku seorang kepala kampung di daerah itu, dan aku merupakan hamba Allah yang paling disayangi olehnya. Aku sangat taat menjalani agama majusi, itu hingga akhirnya diserahi tugas sebagai penjaga api yang bertanggung jawab atas segalanya dan tidak membiarkannya padam. Ayahku memiliki sebidang tanah. Suatu hari aku disuruhnya ke sana. Dalam perjalanan ke tempat tujuan, aku melewati sebuah gereja milik kaum Nasrani. Aku mendengar mereka sedang mengadakan "kebaktian", lalu aku masuk kedalam untuk melihat apa yang mereka lakukan.
    
    Aku kagum melihat cara mereka beribadah. Aku berkata di dalam hati, ini lebih baik dari pada apa yang aku anut selama ini. Aku tidak beranjak dari tempat itu sampai matahari terbenam, dan tidak jadi pergi ke tanah milik ayahku serta tidak pula kembali pulang, hingga ayah mengirim orang untuk menyusulku. Karena agama mereka menarik perhatianku,aku menanyakan kepada orang-orang Nasrani dari mana asal usul agama mereka. Mereka menjawab, dari Syria.
    
    Ketika aku telah berada di hadapan ayahku, Aku bercerita kepadanya “Aku tadi melewati suatu kaum yang sedang melakukan upacara peribadatan di gereja. Upacara mereka amat memikat hatiku. Aku merasa agar mereka lebih baik daripada agama kita. Setelah itu kami berdebat dan akhirnya kakiku diikat dan aku dipenjarakan. Aku mengirim berita kepada orang-orang Nasrani bahwa aku telah menganut agama mereka. Aku juga berpesan bila rombongan dari Syria datang, aku hendaknya dikabari sebelum mereka kembali, karena aku akan ikut bersama mereka ke sana. Permintaanku itu dikabulkan mereka. Aku memutus rantai yang membelenggu kaki dan meloloskan diri dari penjara, lalu bergabung dengan rombongan itu menuju Syria. Ketika telah tiba di tempat tujuan, aku menanyakan siapakah ahli dalam agama itu. Ada seseorang yang mengatakan kepadaku bahwa orang yang aku maksud adalah Uskup, pemilik gereja. Akupun mendatanginya dan menceritakan keadaanku.”
    
    “Akhirnya aku tinggal bersamanya sebagai pelayan, sekaligus melaksanakan ajaran mereka dan belajar. Namun, Uskup ini adalah sosok yang tidak baik dalam menjalankan ajaran agamanya. Pasalnya, dia mengumpulkan sedekah dari orang-orang dengan alasan untuk dibagikan, namun ternyata disimpan untuk dirinya pribadi. Kemudian uskup itu wafat. Orang-orang mengangkat orang lain sebagai gantinya,d an aku pikir tidak ada seorang pun yang lebih baik agamanya daripada Uskup baru ini. Aku mencintainya demikian rupa, sehingga hatiku merasa tidak ada orang yang lebih kucintai sebelum itu daripada dirinya. Tatkala ajalnya telah dekat, Aku bertanya kepadanya, “Seperti yang anda ketahui, takdir Allah atas diri anda telah dekat masanya. Apakah yang harus aku lakukan dan siapakah sebaiknya yang harus kuhubungi?” Ia menjawab, “Anakku, Tidak seorangpun menurut pengetahuan yang sama langkahnya dengan aku, kecuali seorang pemimpin yang tinggal di Mosul.”
    
    Ketika ia wafat, Aku berangkat ke Mosul dan menghubungi pendeta yang disebutkannya. Aku menceritakan kepadanya pesan dari uskup tadi aku tinggal bersamanya selama waktu yang dikehendaki Allah. Kemudian tatkala aja yang telah dekat pula, ku tanyakan kepadanya siapa yang harus aku ikuti. Ia pun menunjukkan kepadaku seorang Saleh yang tinggal di nashibin. Aku mendatanginya dan menceritakan keadaan ku, lalu tinggal bersamanya selama waktu yang dikehendaki Allah. Ketika ia telah mendekati ajalnya, aku menanyakan hal yang sama kepadanya, aku diperintahkan olehnya agar menghubungi seorang pemimpin yang tinggal di Amuria, suatu kota yang termasuk wilayah Romawi. Aku berangkat ke sana dan tinggal bersamanya. Sebagai bekal hidup, aku beternak sapi dan beberapa ekor kambing.
    
    Saat ajal hampir menjemputnya, aku pun menanyakan kepadanya, siapakah yang engkau wasiatkan agar aku mengikutinya? Ia menjawab, anakku, tidak ada seorang pun yang kukenal serupa dengan kita keadaannya dan dapat ku percayakan engkau kepadanya. Tetapi, sekarang telah dekat datangnya masa kebangkitan seorang nabi yang mengikuti agama Ibrahim yang lurus. Dia nanti akan hijrah ke suatu tempat yang ditumbuhi kurma dan terletak di antara dua bidang tanah berbatu hitam. Seandainya kamu dapat pergi ke sana, temuilah dia. Dia mempunyai tanda-tanda yang jelas dan gamblang, dia tidak mau makan sedekah, namun bersedia menerima hadiah, dan di pundaknya ada cap kenabian yang bila engkau melihatnya, engkau pasti mengenalinya.
    
    Suatu hari, ada rombongan datang, lalu aku menanyakan dari mana asal mereka. Akhirnya aku mendapatkan jawaban bahwa mereka berasal dari jazirah Arab, maka aku katakan kepada mereka, maukah kalian melakukan suatu hal? Dan sebagai imbalannya kuberikan kepada kalian sapi sapi dan kambing kambing ku ini. Mereka menjawab, baiklah akhirnya mereka membawa aku ikut dalam perjalanan hingga sampai ke suatu negeri yang bernama wadil qura. di tempat itulah Mereka menzhalimi diriku. Mereka menjual ku kepada seorang Yahudi. Ketika tampak olehku banyak pohon kurma, Aku berharap kiranya negeri ini yang disebutkan pendeta kepadaku dulu, yakni ini yang akan menjadi tempat hijrah Nabi yang ditunggu. Ternyata dugaanku tidak benar. Mulai saat itu aku tinggal bersama orang yang membeli ku, hingga suatu hari datang seorang Yahudi Bani quraizhah yang membeliku dari yang membeliku sebelumnya. Aku di bawahnya ke Madinah, dan demi Allah baru saja melihat negeri itu, aku pun yakin itulah negeri yang disebutkan dulu.
    
    Aku tinggal bersama orang Yahudi tersebut dan bekerja di perkebunan kurma milik Bani Quraizhah, hingga tiba waktu Allah mengutus rasulnya, lalu hijrah ke Madinah dan singgah di Bani Amr bin Auf di Quba. Suatu hari, jika aku berada di puncak pohon kurma sementara majikanku duduk di bawahnya, tiba-tiba seorang Yahudi saudara sepupunya datang menghampirinya dan mengatakan, “Celakalah Bani Qailah! mereka berkerumun mengelilingi seorang laki-laki di Quba yang datang dari Mekah dan ngaku seorang nabi.” Demi Allah, tubuhku bergetar hebat seketika mendengar ucapan orang itu hingga pohon kurma itu bagai berguncang Dan hampir saja aku jatuh menimpa majikanku. Aku segera turun dan berkata kepada orang tadi, “Apa katamu? Ada berita Apakah?” Majikanku mengangkat tangan lalu meninjuku sekuatnya, dan membentak, “Apa urusanmu dengan ini, kembalilah bekerja! Aku pun kembali bekerja.”
    
    “Setelah hari petang, aku mengumpulkan segala yang ada padaku, lalu keluar untuk menemui Rasulullah di Quba. Aku menjumpai beliau ketika sedang duduk bersama beberapa orang anggota rombongan. Lalu berkata kepadanya, ‘Tuan-tuan adalah perantau yang sedang dalam kebutuhan. Kebetulan aku mempunyai persediaan makanan yang telah ingatkan untuk sedekah. Setelah mendengar keadaan tuan-tuan, aku berpikir bahwa Tuan-Tuanlah yang lebih layak menerimanya, dan makanan itu kubawa ke sini. aku pun meletakkan makan itu di hadapan beliau.’” "Makanlah Dengan menyebut nama Allah" sabda Rasulullah SAW kepada para sahabatnya. Tetapi, beliau tidak mengeluarkan tangannya untuk menjamah makanan itu. “Aku berkata dalam hati, ‘Demi Allah, inilah satu dari tanda-tandanya, ia tidak mau memakan harta sedekah.’ Setelah itu aku pulang dan keesokan harinya aku kembali menemui Rasulullah sambil membawa makanan. Aku berkata kepadanya, 'Aku melihat tuan tidak Sudi memakan sedekah, tetapi aku mempunyai sesuatu yang ingin ku serahkan kepada Tuan sebagai hadiah.' kemudian aku meletakkan makanan itu di hadapan beliau. "Makanlah Dengan menyebut nama Allah" sabda beliau kepada para sahabat, beliau pun turut makan bersama mereka. Aku kembali berbisik di dalam hati, 'demi Allah, inilah tanda yang kedua, bahwa ia bersedia menerima hadiah.'” 
    
    Setelah itu aku pulang nanti tinggal di tempatku beberapa lama. Kemudian aku pergi mencari Rasulullah dan berjumpa di Baqi', saat sedang mengiring jenazah yang dikelilingi oleh sahabat-sahabatnya. Beliau memakai dua lembar kain lebar, yang satu dipakainya untuk sarung yang satunya lagi dipakai sebagai baju. Aku mengucapkan salam kepada beliau dan kemudian menyejajarkan tubuhku di dekat beliau untuk melihat bagian atas punggungnya. ternyata beliau memahami keinginan ku dan menyingkap kain Burdah beliau dari lehernya hingga tampak pada pundaknya tanda yang kucari, yaitu cap kenabian seperti disebutkan oleh pendeta dulu. aku pun langsung membalikkan badan dan menciuminya sambil menangis. Kemudian Rasulullah memanggilku. Aku duduk di hadapan beliau dan menceritakan kisah ku seperti yang telah ku ceritakan tadi. Kemudian aku masuk Islam, dan perbudakan menjadi penghalang bagi untuk menyertai perang badar dan Uhud. Suatu hari, Rasulullah SAW bersabda kepada ku, "Mintalah kepada majikanmu agar ia bersedia membebaskan mu dengan menerima uang tebusan." Aku pun meminta kepada majikanku agar aku dibebaskan sebagaimana dititahkan oleh Rasulullah, sedangkan beliau menyuruh para sahabatnya untuk membantuku dalam persoalan keuangan.
    

0 Response to "Salman Al Farisi (Pencari Kebenaran Sejati) #1"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel