Oleh Sulastri (Staff Komander)
Bismillahirrahmanirrahiim
Teman-teman sekalian, di dalam buku “Bagaimana
menyentuh hati” tulisan Dr. Abdul Azizii, menjelaskan tentang bagaimana
pentingnya hati bagi kehidupan seorang manusia. Di dalam bukunya, hati
diibaratkan dengan tongkat sinyal kereta api. Dengan menggerakkannya sedikit
saja, rel akan bergeser dan perjalanan kereta api pun akan berubah arah.
Begitupun dengan hati dia begitu berpengaruhnya terhadap arah gerak kehidupan
seseorang. Di dalam hadits Rasulullah saw bersabda “Jika ia baik maka baiklah
seluruh tubuh, bila ia buruk maka buruklah seluruh tubuh”.
Dikatakan juga bahwa “Hati adalah letak
pengetahuan yang fungsinya berlapis-lapis dan mengalami intuitif mampu untuk
menangkap makna yang terhubung kepada Tuhan” Utadz Anton Ismunanto. Ternyata
hati juga merupakan alat untuk mencerna pengetahuan. Mengingat alam ini
memiliki hukum kausalitas yakni ada sebab berarti pasti ada akibat. Jika hati
bersih dari segala kotoran maka pengetahuan yang didapat dan dicerna adalah
ilmu pengetahuan yang baik pula. Dengan demikian dari kemurnian tersebut akan
menghasilkan pengetahuan yang dapat menggerakkan empunya untuk senantiasa
melakukan aktivitas-aktivitas kebaikan yang di dasarkan atas ke-ikhlasan
(kemurnian).
Elemen tubuh manusia yang benama hati memiliki
sifat untuk mengalami kekotoran atau kenodaan oleh hal-hal buruk. Ibaratnya dengan
sebuah rumah ia senantiasa dipakai oleh orang yang menempatinya dan tak jarang
pula ia dibersihkan setiap hari. Bahkan dalam sehari bisa berkali-kali dalam
membersihkannya tergantung tingkat kekotorannya pada waktu tersebut. Sama
halnya dengan hati ia harusnya terus dibersihkan dengan intensitas yang lebih
sering. Karna mengingat hati adalah core of the core, bagi
sebuah tubuh manusia agar dia selamat dari ganasnya dunia dan akhirat (neraka).
Dan perlu kita ingat, bahwa hati manusia selalu
menyimpan “tuhan-tuhan” kecil selain Tuhan (Allah), dan niat manusia hampir diselubungi
oleh keinginan-keinginan dari berbagai peringkat (Isma’il Raji Al-Faruqi,
1982). Ketika membaca ini saya seketika membenarkan hal tersebut. Kenapa
demikian? Tanpa kita sadari kita memang melakukan hal tersebut. Semisalnya
ketika kita ingin makan-minum, mengerjakan tugas kuliah, menyelesaikan
pekerjaan rumah, menjalankan proker-proker organisasi, atau bahkan dalam bentuk
ibadah sekalipun dan lain sebagainya. Masih dalam tataran hanya ingin sekedar
diselesaikan dan mendapatkan hasil terbaik darinya. Kita belum sepenuhnya menyadari
untuk menyandarkan diri ketika melakukan segala aktivitas apapun hanya kepada Allah SWT. Dengan menyandarkan
segalanya kepada Allah. Kita akan terlindung dari tiga bahaya : dari ambisinya
sendiri untuk menguasai alam, dari kesombongan jika dia berhasil dan berkuasa,
dan dari tragedi keputus-asaan dan kelemahan jika gagal (Isma’il Raji
Al-Faruqi, 1982).
Teman-temanku sekalian, di kesempatan yang mulia
ini dibulan Ramadhan bulan yang mulia, berkah dan dilipat gandakan segala
amalnya. Alangkah baiknya dari sekarang mari kita berusaha bersama untuk segera
meluruskan niat kembali jika ia terlanjur berbelok dan yang merasa masih
aman-aman saja, tetaplah menjaganya agar tetap dalam kemurnian serta agar
ia tidak menyesal dikemudian hari.
Karna saya sangat membutuhkan penjagaan ini
juga, izinkan saya untuk menyampaikan sedikit bagaimana cara menjaga kemurnian
hati untuk tetap bersandar kepada-Nya. Tips ini bukanlah final untuk masing-masing
kita, terkadang masing-masing orang memiliki cara uniknya tersendiri untuk bisa
istiqomah dan dekat dengan-Nya.
Pertama, kita harus benar-benar memiliki azam
kepada diri sendiri untuk jujur dan mengikhlaskan segalanya serta
hanya bertujuan mengharap ridhonya. Bukan hanya sekedar untuk mendapatkan
hasil dari apa yang kita lakukan tersebut. Dengan demikian kita akan merasakan
ketenangan dan kekokohan dalam setiap prosesnya. Bukan hanya ketenangan yang di
dapatkan, Allah akan menambah pula kenikmatannya. Sebagaimana firman-Nya
yang berarti “Barangsiapa yang bersyukur maka akan aku tambah nikmatnya…” QS.
Ibrahim: 7. Kedua, perbanyak sholat taubah dan istighfar. Karna
sadar tidak sadar sepertinya kita sering melakukan dosa. “Tidak ada hal yang
lebih menyakitkan selain dosa” Inspirasi Al-Qur’an. Ketiga, Banyak mengingat kematian dan
mepersiapkannya. Kematian adalah pintu utama untuk mencapai kehidupan sejati
yaitu akhirat, dimana jika pintu tersebut kita dapati dengan cahaya-cahaya keridhoan-Nya,
maka insyaa Allah kita terselamatkan dari ganasnnya api neraka.
Selain itu, dengan memperbanyak mengingat
kematian kita akan senantiasa bersegera dalam melakukan kebaikan dan sebisa
mungkin ia akan senantia menjaga kemurnian hatinya serta akan merasa diawasi
oleh Allah SWT. ketika hendak melakukan keburukan sehingga ia tidak berani
untuk melakukannya.
Mari kita sejenak mengingat mati. Sudah
lama hati ini liar tak berarah…
Dunia tidak lagi menjadi tempat untuk
mengais berlian amal.
Padahal kematian itu amatlah dekat dan lebih
dekat dari urat nadi.
Orang tua, suami/istri, anak, menantu, cucu
dibangga-banggakan karena jabatan dan
kekayaan yang melimpah.
Padahal kematian tak mengenal pangkat dan
harta.
Kini keilmuan tidak lagi menjadi pengontrol
amal dan menjadikan diri semakin tawadhu.
Padahal setelah kematian keilmuan yang di
dasarkan pada kesombongan menjadikan ia
meninggalkan dosa jariyah.
Oh jiwa yang tenang karena-Nya, aku merindukanmu
sebagai tujuan akhir untuk
menghadapnya dalam keadaan yang di-ridhoi.
“Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu
dengan hati yang ridho dan
diridhoi-Nya”
Qs. Al-Fajr : 27-28.
0 Response to "Usaha untuk Menjaga Kemurnian Hati"
Posting Komentar