-->

Taujih Ramadhan Spesial Pandemi



by Aldus Aulia Firdaus

    “Masa pandemi bukanlah masa untuk frustasi, tetapi ini adalah masa betul-betul iman kita diuji. Apakah betul selama ini kita bergerak karena instruksi Ilahi atau ternyata hanya terpaksa karena kondisi?”

    Assalaamu'alaykum wa rahmatullaahi wa baarakatuh.

    Alhamdulillaah. Wa sholatu wa sallam 'ala rasulillaah. Wa laa hawla wa laa quwwata illaa billaah. Alhamdulillaah. Puji syukur kehadirat Allaah Subhanahu wa Ta'ala. Hanya kepada-Nya kita memohon. Hanya kepada-Nya kita menyembah. Hanya kepada-Nya kita kembali kelak, yang tiada keraguan sedikit pun tentangnya.

    Sholawat dan salam semoga juga tercurahkan kepada baginda nabi kita, nabi agung Muhammad Shallallahu 'Alayhi Wa sallam, dan kepada keluarga, para shahabatnya, para tabi'in, para tabi'ut tabi'in, dan umatnya hingga akhir zaman nanti, dan semoga kita juga termasuk didalamnya.

    Temen-temen sekalian rahimakumullaah. Alhamdulillaah kita dipertemukan lagi melalui tulisan ini, karena kondisi yang temen-temen juga tau, Allaah sedang uji kita dengan virus pandemi ini. Yang biasanya kita dapat berkumpul, bertemu, bertatap muka dalam hangatnya dekapan ukhuwah, kini kondisi berbeda. Kita kudu #stayathome, menjaga keselamatan masing-masing, keluarga, dan orang lain. Terlepas apakah virus pandemi ini adalah senjata kimia atau penyakit alami karena kebiasaan orang Wuhan (China) memakan binatang liar, umat kudu tetap selamat karena sunatullaah tetap berjalan. Bersebab virus ini, Allaah wafatnya yang terjangkitnya, walaupun tanpa sebab Allaah tetap kuasa mewafatkan kita.

    Ada argumen jahil bin absurd yang masih tersebar di masyarakat, "Gak perlu khawatir pergi ke masjid, karena masjid tempat yang aman dari virus, karena rumah Allaah”. Tentu kita perlu bertanya, bagaimana kasus pembunuhan para shahabat ketika sedang berjamaah sholat, atau kasus pembuhanan beberapa kejadian di papua, atau beberapa waktu silam, penembakan brutal di New Zealand. Itu semua terjadi di Masjid. Jadi sunatullaah tetap berjalan, sebagaimana lazimnya, yang terkena virus covid-19 ini berpotensi lebih besar untuk wafat dan dapat menularkan kepada yang lainnya, walaupun di masjid.

    Islamisasi, nasihat Prof. Naquib al Attas, adalah melepaskan umat ini dari pengaruh tahayul, mitos, dan yang bersifat magis, dan bersamaan dengan itu pula tidak sebagaimana pemikiran orang sekuler. Jadi pertengahan diantara keduanya, itulah proses Islamisasi.

    Kita rasional tetapi tidak sok rasional. Tetap berikhtiar semaksimal mungkin, dan tetap percaya bahwa soal hasil adalah Allaah punya. Sebagaimana kalau kita ingat ketika Rasullaah S.A.W. bersama shahabat Zaid bin Haritsah r.a. survey lokasi sebagai tujuan hijrah, pada waktu Rasulullaah telah berikhtiar mengambil tempat di Thoif karena terdapat Bani Tsaqif yang kuat yang harapannya dapat melindunginya, tetapi kenyataannya sebaliknya, justru di Thoif mendapat serangan yang amat kuat. Dan Qadarullaah Allaah beri ganti Yastrib (Madinah) sebagai tempat lokasi hijrah, hasil survey shahabat Mush'ab bin Umair r.a, dan mendapat perlindungan dari Bani Aus dan Khazraj.

    Allaah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman dalam surah al Baqarah ayat 153,

    يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱسْتَعِينُوا۟ بِٱلصَّبْرِ وَٱلصَّلَوٰةِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ

    “Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar.”

    Dari ayat ini kita bisa mengambil pelajaran, bahwa orang-orang beriman tetap Allaah perintahkan untuk bersabar dan sholat. Bahwa orang-orang beriman bukan berarti tidak akan diuji oleh Allaah, tetapi justru akan Allaah uji untuk mengetahui level keimanannya.

    Allaah juga perintahkan untuk doa atau sholat karena memang tidak semua masalah, dapat dipecahkan dengan kesabaran ikhtiar kita semata. Ada hal-hal aspek lain yang menentukan tetapi tidak dapat tersentuh oleh ikhtiar kita, kecuali atas izin Allaah Subhanahu wa Ta'ala. Sehingga dengan ujian ini, Allaah dapat benar-benar menilai, siapa saja hamba-Nya yang betul-betul tangguh dan mana yang hanya sok tangguh.

    Sebagaimana para Nabiyullaah yang jelas tinggi level keimanannya, tetap Allaah uji mereka dengan berbagai macam ujian. Semisal Nabi Ayub a.s. yang telah hidup sejahtera selama 70 tahun kemudian Allaah lenyapkan kesejahteraanya seketika. Ketika awalnya hidup bergelimpangan harta, memiliki tubuh yang sehat bugar, dikaruniai banyak anak, tetiba suatu ketika "semua"nya lepas begitu saja. Hartanya lenyap ludes "tak tersisa", anak-anaknya meninggal dunia, dan tubuhnya mulai kesakitan.

    Tetapi apa pesan Nabi Ayyub a.s.??? Bahwa sakit ini hanya sebagian kecil daripada nikmat Allaah yang telah dikeberikan kepadaku. Temen-temen sekalian, dengan masa pandemi seperti ini dalam menteladani sikap Nabi Ayyub a.s. kita juga perlu introspeksi diri. Bahwa ternyata selama ini keluar rumah, yang mungkin kita sebut "hanya", adalah satu nikmat Allaah yang begitu besar. Nikmat berkumpul, syuro secara tatap muka, kajian bertemu langsung dengan guru, adalah nikmat-nikmat yang Allaah berikan begitu besar.

    Adapun nabi lain yang diuji dengan ujian-Nya, semisal Musa a.s. dengan menjadi buronan pemerintah, Nabi Muhammad S.A.W. dengan segala ujian yang melanda tetap tangguh menghadapi zaman.

    Dalam suatu hadits juga, Rasulullaah S.A.W. bersabda, “Tidaklah seorang mukmin terkena duri dan lebih dari itu melainkan Allah akan mengangkat derajat dengannya. Atau dihapuskan kesalahannya dengannya.” (HR. Bukhori No. 5641 dan Muslim, No. 2573)

    Dengan kondisi pandemi seperti ini, tentu kita juga perlu instropeksi diri, jangan-jangan karena dosa kita yang kian menumpuk hingga Allaah datangkan ujian selevel pandemi, bukan selevel endemi. Udah selevel menjangkiti seluruh dunia, bukan hanya lokal daerah terdampak. Kalau sekelas duri saja Allah janjikan derajat dan ampunan yang banyak, apalagi virus selevel pandemi. Tentu dengan syarat tetap sabar dan sholat

    Temen-temen sekalian rahimakumullaah, dalam setiap keadaan kita musti mengambil hikmah dibalik setia peristiwa. Termasuk peristiwa virus pandemi ini. Apa hikmah dibaliknya. Karena Allaah S.W.T. berfirman, “Innama'al usri yusra”, bahwa setiap kesulitan, bersamanya ada kemudahan. Tinggal kita menangkap kemudahan apa yang Allaah gariskan dalam kondisi ini.

    Yang pertama yaitu ampunan, sebagaimana sudah disampaikan diatas, bahwa dengan ujian Allaah juga datangkan ampunan yang besar. Kita hanya diminta oleh Allaah S.W.T. untuk sabar dan sholat yang waktunya hanya sebentar dibanding ampunan Allaah S.W.T. setelahnya yang levelnya hingga abadi. Karena hakikat kebaikan itu kita berjuang hanya sebentar, tetapi bekas yang ditinggalkannya mampu hingga berkelanjutan di akhirat kelak. Tetapi berbeda dengan maksiat, nikmatnya hanya sebentar waktu itu saja, ketika melakukan kemaksiatan itu, tetapi bekas balasan dari perbuatan maksiat itu senantiasa membersamai lama hingga akhirat kelak. Naudzubillaahi min dzalik.

    Yang kedua adalah jadi waktu belajar buat kita. Karena mungkin selama ini kita terlalu menggantungkan masalah agama kepada Imam Masjid. Padahal semestinya setiap keluarga temen-temen, temen-temenlah yang sebagai pembawa perbaikan kepada keluarga temen-temen. Mengajak keluarga temen-temen menuju tahapan dakwah yang lebih tinggi lagi. Yang biasanya temen-temen hanya makmum ketika di Masjid, ketika kita terpaksa harus #sholatfromhome juga, maka temen-temen juga dituntut menjadi menambah hafalannya, atau minimal menjaga hafalan yang pernah punya, menjaga tajwid, tahsin, dan mungkin dalam beberapa keluarga juga ditambah kultum sehingga kita juga kudu mulai membaca-membaca. Jadi memang kondisi pandemi bisa menjadi salah satu ajang temen-temen melatih skill dalam bidang "dakwah"nya, bersama salah satu objek dakwah yang utama yaitu keluarga.

    Kemudian temen-temen rahimakumullaah, mungkin temen-temen terutama yang ADK (Aktivis Dakwah Kampus), biasanya tersibukkan dengan agenda-agenda Ramadhan. Hingga kemudian timbul kegelisahan dihati temen-temen bahwa Ramadhan kali ini tidak ideal, karena tidak seperti biasanya. Padahal kalau kita coba kaji tentang idealisme, terutama kondisi ideal dalam Ramadhan. Mungkin memang dalam beberapa sisi dapat dikatakan ideal, tetapi disisi lain juga terdapat beberapa hal yang kemudian belum mencapai titik itu.

    Contohnya soal guru atau ustadz. Biasanya temen-temen tentu memanggil ustadz untuk mengisi pada hari ini dan hari itu untuk kemudian mengisi suatu kajian. Padahal kita sebagai penuntut ilmu yang beradab, semestinya bukan kita yang kemudian memanggil ustadz untuk kemudian datang kepada kita, tetapi hendaklah justru kita yang mendatangi ustadz karena sebagai ahli ilmu. Sebagaimana dalam kaidah penuntut ilmu, bahwa ilmu itu perlu kita didatangi, bukan ilmu yang mendatangi kita. Sehingga ilmu menjadi lebih berkah, dan memberi kebermanfaat lebih buat ummat, insyaaAllaah.

    Yang menjadi tantangan masa kini adalah, padatnya agenda perkuliahan dan mungkin yang sudah bekerja, sehingga tidak ada waktu lagi untuk belajar kecuali diakhir pekan, dan itu pun biasanya juga digunakan untuk agenda keluarga. Sehingga untuk beradaptasi dengan zaman, kita yang kudu mendatangkan ahli ilmu, walaupun tetap temen-temen yang lain yang kudu mendatangi forum ilmu. Sebagai penghormatan terhadap ahli ilmu.

    Pada masa pandemi ini temen-temen sekalian, juga terdapat beberapa poin yang dapat dikatakan ideal dan dalam beberapa poin tidak mencapai kata ideal. Terutama di bulan agung ini Ramadhan yang terlimpah rahmat dan berkah Allaah didalamnya.

    Sebagai poin ideal misalnya ketika tarawih. Sholat tarawih memang ketika masa Rasulullaah S.A.W. tidak dilaksanakan di dalam masjid dan berjamaah, tetapi cukup di dalam rumah. Sehingga dapat menyesuaikan porsi kita masing-masing. Mungkin yang ingin menikmati bacaan sholatnya, tetapi biasanya di masjid dekat tempatnya bacaannya cepet-cepet sehingga masa kini bisa menyesuaikan keperluannya, atau sebaliknya ketika ada orang yang baru "hijrah" dan dirasa berat sholat tarawih di masjid karna gak enak sama tetangga tetapi di masjid dekat tempat tinggalnya tiap sholatnya sejuz dua juz maka ini juga momentum dia menyesuaikan dengan porsinya. Sehingga ibadah kita bukan hanya karna ikut ikutan tetapi memang karena niat kita dalam hati.

    Sebagai kondisi tidak ideal tentu semisal iktikaf atau mungkin sholat Id. Karna soal iktikaf memang ibadah yang mesti dilakukan di masjid, kalau bukan di masjid namanya bukan iktikaf, tapi istirahat. Walaupun demikian temen-temen sekalian, kalau semisal kita memang senantiasa iktikaf tiap tahun selama Ramadhan, walaupun kita tidak dapat iktikaf pada masa kini, tetapi ada kemurahan Allaah, Allaah juga bisa beri kita ganjaran sebagaimana orang yang beriktikaf. Karena memang tidak iktikafnya kita pada tahun ini memang karna kegentingan yang memaksa. Sebagaimana pesan Rasulullaah S.A.W, “Innamal 'amalu binniyat”, Ketika kita bener bener berniat dalam hati dan tentu sudah dibuktikan dengan perbuatan apalagi memang tiap tahun kita melaksanakannya, semoga Allaah juga memberi kita ganjaran sebagaimana pelaksananya walaupun kita tidak dapat melaksanakannya karna memang kondisi darurat nasional bahkan darurat internasional. Adapun sholat Id, beberapa ulama apabila dalam kondisi darurat begini ada yang membolehkan sholat di dalam rumah, walaupun bersifat sunnah tetapi tetap dianjurkan.

    Kalau terkait fikih puasa mungkin sudah banyak dijelaskan oleh para ulama atau ustadz yang lebih ahli, tetapi yang perlu menjadi renungan temen-temen sekalian. Dalam surat Ali Imron ayat 140, Allaah S.W.T. berfirman,

إِن يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ ٱلْقَوْمَ قَرْحٌ مِّثْلُهُۥ ۚ وَتِلْكَ ٱلْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ ٱلنَّاسِ وَلِيَعْلَمَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَيَتَّخِذَ مِنكُمْ شُهَدَآءَ ۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ ٱلظَّٰلِمِينَ

    Jika kamu mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada'. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.

    Bahwa sesungguhnya kemenangan itu dipergilirkan, tujuannya apa, yaitu untuk menguji keimanan kita manusia. Karena kalau soal kasih sayang Tuhan tidak perlu diuji. Bahkan yang tidak menyembah pun tetap Allaah beri kasih sayang Allaah sebagaimana jatahnya. Sehingga memang masa pandemi wabah ini adalah ujian buat kita manusia.

    Sebagaimana iblis ketika selama ini mendapat kasih sayang Allaah dan nikmatnya, tetapi semenjak Allaah perintahkan sujud kepada Adam dan Iblis berstatement "ana khairu minhu" maka semenjak itu pula dia menjadi takabur dan gagal soal ujian dari Allaah. Padahal Iblis berkata "ana khairu minhu" bahwa saya lebih baik daripada dia, tetapi baik yang dimaksud iblis tidak sama dengan baik yang dimaksud Allaah. Sehingga menjadi kontradiktif ketika Iblis berkata baik tetapi yang dia lakukan adalah keburukan.

    Sekali lagi yang saya tekankan bahwa pandemi ini adalah wujud ujian dari Allaah dan harapannya temen-temen juga memiliki harapan yang penuh, karena memang tentu dibalik setiap ujian Allaah janjikan ampunan yang berlipat ganda.

    Mengenai beberapa kebijakan pemerintah yang temen-temen merasa tidak “sat set” dalam menanggulangi situasi covid ini, semisal ketika awal beredar adanya wabah justru pemerintah memberi diskon pariwisata, membuka selebar-lebarnya pintu untuk turis bahkan TKA, anggapan sepele covid tidak mempan di Indonesia karna warganya doyan nasi kucing, dan sebagainya ada beberapa alternatif tindakan yang temen-temen semestinya juga laksanakan.

    Dalam suatu hadits Rasulullaah juga sampaikan, “Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah dia merubahnya dengan tangannya. Apabila tidak mampu maka hendaknya dengan lisannya. Dan apabila tidak mampu lagi maka dengan hatinya, sesungguhnya itulah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim)

    Syekh Yusuf Qaradhawi dalam menafsiran hal tersebut, kalau soal dengan tangan dan dengan lisan mungkin temen-temen sudah lebih paham, tetapi dengan hati beliau menafsirkan juga dengan sangat epic. Bahwa yang dimaksud ubah dengan hati itu bukan berarti diam begitu saja, tetapi mungkin berbeda dengan tangan dan lisan yang ini tentu bergerak di-"depan layar". Tetapi ubah dengan hati bermakna kita bermain dibalik layar, bekerja tidak secara langsung, tetapi tetap ada tindakan. 

    Keresahan dalam hati tentu ada pembicaraan. Kita diskusikan, kita buat kajian sehingga dapat menghimpun komunitas dalam satu kerasahan yang sama. Dan minimal itulah yang dimaksud ubah dengan hati, yang tetap ada komunikasi dibalik layar mendiskusikan bersama. Tentu harapannya dapat dilaksanakan karena menjadi selemah lemah iman, yang berarti kalau tidak maka dipertanyakan soal keimanan kita.

    Dalam beberapa referensi temen-temen yang dapat pulang dari study atau kerjanya diluar negeri di Perancis misalnya. Rerata orang-orang luar yang tidak memiliki iman memang depresi cukup tinggi, tertekan bahkan dalam beberapa kasus banyak keluarga yang berantakan. Sehingga testimoninya bahwa orang-orang di Indonesia cukup tangguh menghadapinya berbeda dengan orang di Eropa sana.

    Apa yang menjadi pembedanya yaitu Iman. Orang-orang yang tidak memiliki iman tentu akan sulit mencari hikmah dibaliknya dan stack dalam menghadapinya, depresi hingga ambyar. Maka temen-temen yang merasa biasa aja dengan keimanannya maka sesungguhnya itu adalah hal yang mahal bagi orang-orang Eropa terutama yang tidak beriman.

    Harapannya pasca pandemi ini temen-temen dapat menjadi lebih produktif walaupun belum ada kejelasan mengenai kapan pandemi ini berakhir, tetapi jiwa-jiwa pemenang dalam jiwa temen-temen perlu dibangkitkan. Buya Hamka, ketika masa lockdown di penjara, menuntaskan kitab tafsir al Azhar. Sayyid Qutbh juga ketika dipenjara, menghasilkan kitab Fii Zhilalil Quran. Nabi Yusuf 'Alayhi Sallam, ketika telah keluar dari penjara juga menjadi pemenang. Menteri Keuangan Mesir pada waktu itu.

    Maka harapannya temen-temen, masa #stayathome ini menjadi masa temen-temen menempa diri. Mulai menyiapkan mental, menjadi pemenang macam apa yang temen-temen harapkan. Sehingga masa ini menjadi ajang temen-temen mengasah kebisaan, yang ketika keluar maka akan menjadi pemenang, insyaaAllaah.

    Dari pemaparan yang telah disajikan, dapat kita ambil beberapa poin bahwa pertama, pandemi ini    adalah ujian dari Allaah untuk menguji level keimanan kita. Kedua, sikap kita sebagai orang beriman semestinya penuh optimis dan mampu menyesuiakan disetiap kondisi. Dan ketiga terakhir, jadikan masa ini menjadi ajang mengasah potensi temen-temen sehingga menjadi pemenang ketika selesai masa pandemi ini.

    Nuruddin az Zanki, pembina generasi Sholahuddin al Ayyubi, sebelum al Quds bener-bener dibebaskan beliau sudah membuat mimbar yang bakal digunakan pidato ketika pembebasan al Quds. Walaupun beliau wafat sebelum al Quds dibebaskan, tetapi jiwa pemenangnya membawa generasi Shalahuddin al Ayubi kemudian benar-benar membebaskan al Quds. Alhamdulillaah.

    Wallaahu 'alam. Fastabiqul Khairat.

    Wassalaamu'alaykum wa rahmatullaahi wa baarakatuh.

0 Response to "Taujih Ramadhan Spesial Pandemi"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel