-->

Merawat Harapan, ditengah Krisis Multidimensi


by Atmaja Wijaya (Ketua Rumpun Hasyim Asya'ri KAMMI UIN SUKA)

    Musibah berupa Covid-19 yang sudah menjadi pandemik global, kini sangat menguji iman dan akal sehat seluruh warga dunia pada umumnya, dan Indonesia pada khususnya. Bagaimana tidak? Setiap waktu korban diberitakan berjatuhan, jagat sosial media digemparkan dengan virus covid-19 yang juga makluk Tuhan. Kemajuan ilmu pengetahuan dalam segala bidang yang saban hari kita banggakan, kini gagap menghadapi keadaan. Sebut saja musibah ini menjadi peringatan kepada manusia  atas kepongahannnya terhadap manusia lainnya, pun juga pada alam semesta, bahkan pada Tuhan?

Ancaman Krisis

    Namun dibalik itu, semoga kita mampu menyalakan harapan ditengah gemerlap dunia dengan  krisis yang sudah melanda. Bahkan sejumlah pakar ekonomi memprediksikan, akan terjadinya krisis perekonomian besar-besaran pasca wabah Covid-19. Terutama Indonesia yang masih dalam kategori Negara berkembang, perlu untuk waspada, sebagaimana yang kita tahu Bank Indonesia (BI) sudah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi indonesa pada tahun 2020 ini bakal tertekan di angka 4,2-4,6% (yoy), namun BI optimis laju pertumbuhan ekonomi Indonesia akan kembali normal di 5,2-5,6% (yoy) pada tahun 2021.

    Akan tetapi, yang menjadi persoalan dalam krisis bukanlah masalah ekonomi saja. Bung Karno, sejak 68 tahun yang lalu sudah mengingatkan kita, bahwa selain krisis perekonomian, kita juga dihadapkan pada lima macam krisis: Pertama, krisis politik, yang membuat banyak orang tidak percaya lagi pada demokrasi. Kedua, krisis alat-alat kekuasaan negara. Ketiga, krisis cara berpikir dan cara meninjau. Keempat, krisis moral. Kelima, krisis gejag “kewibawaan otoritas” (Bung Karno: 1952). Lalu yang menjadi pertanyaannya adalah apakah krisis di Indonesia ini sudah sedemikian kompleks dan Universal? Melihat kotornya tingkah laku elite politik tanpa keteladanan, sampai dampaknya pun mengalir ke akar rumput pelosok perkampungan.

Refleksi Konstitusi

    Hal inilah yang mestinya kita tanyakan pada hati nurani kita sebagai bangsa yang mengaku tegas berketuhanan, sesuai dengan sila pertama Pancasila. Bangsa yang berdiri diatas tiang harapan: merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur (Baca: Pembukaan UUD 1945). Semoga muda-mudi yang diharapkan sebagai penerus perbaikan, tetapi kini masih apatis terhadap krisis, agar segera tersadarkan dan mengambil langkah kontribusi strategis, mulai dari kemegahan Istana Negara-Gubuk reot dipelosok perkampungan.

    Demikianlah, musibah berupa wabah Covid-19 ini menembus batas-batas rasionalitas kita sebagai warga negara Indonesia dan warga dunia tentunya, bahkan juga menerobos status sosial, tidak pandang bulu antara si kaya ataupun si miskin. Karena dibalik itu kita tetap sebagai hamba Tuhan, yang seharusnya tunduk dan patuh pada perintahnya, melaksanakan segala kewajiban, serta merealisasikan tugas utama diciptakan sebagai pemimpin di muka bumi (khalifah fil ard).

Optimisme Anak Muda

    Saban hari, melihat partisipasi anak muda dari seluruh penjuru tanah air cukup besar, baik dalam pelatihan tingkat wilayah, regional maupun Nasional. Salah satu impactnya ialah dengan lahirnya banyak gerakan-gerakan sosial yang diinisiasi oleh kaum muda, terlebih saat masa krisis seperti sekarang ini. Sehingga sangat diharapkan dalam rangka menyambut bonus Demografi 2030, kita bisa menyongsong masa depan yang cerah untuk  Indonesia bahkan Dunia. Bukan hanya dengan usia yang produtif, tetapi juga dibarengi dengan skill/keahlian dalam segala bidang, serta mampu berkolaborasi dengan seluruh elemen bangsa dalam upaya perbaikan.

    Kendati acapkali kita dibuat pesimis, kala melihat tingkah laku para elite-politik, namun dengan keyakinan yang mendalam, generasi pembaharu terus lahir dan tumbuh menjadi anak muda yang optimis, serta ikhlas berkontribusi pada negerinya. Ini bisa kita amati dalam beberapa tahun terakhir, yang mana lembaga/institusi seperti: LSM, Yayasan, Organisasi kaum muda, yang semakin aktif mengadakan kegiatan berupa pelatihan skill kepemimpinan dll.

    Sebab gelisah yang mendalam akan situasi dan keadaan, disanalah anak muda mengambil peran untuk merancang kontribusi dan mengokohkan eksistensinya, barangkali itu yang dilakukan atas kegelisahan pemimpin muda sekelas Anis Matta, sampai suatu waktu pernah berkata “Tanpa mengurangi rasa hormat, barangkali merupakan dosa untuk mempercayai tugas sejarah ini kepada orang-orang tua kita sekarang, maka biarlah dengan sedikit memaksakan diri kita kepada mereka: Beri kami banyak kesempatan untuk terlibat, dan izinkan kami menata kembali taman Indonesia, biar kami buat kalian tersenyum sebelum senja tiba”.

    Anak muda bukanlah sekedar manusia yang memilki iman dan berakal sehat, tetapi juga memiliki pikiran jernih dan energi perjuangan yang lebih besar, terlebih dibalik situasi krisis multidimensi sekarang ini, merekalah manusia yang mampu melipagandakan kapasitasnya ditengah krisis, bukan dibalik kenyamanan yang melenakan.

    Begitulah istimewanya anak muda, pantas saja pemimpin besar sekelas khalifah Ummar Bin Khattab, pernah mengatakan “Setiapkali aku ditimpa masalah besar, maka yang kupanggil adalah mereka para pemuda”.

    Terlebih, pemikir muslim besar sekaligus penggagas negeri pakistan, bernama Muhammad Iqbal pernah berujar “Hei anak muda, resapi lagi ajaran keadilan, kebenaran dan keberanian, karena kamu akan dipanggil untuk memimpin bangsa-bangsa di dunia ini”. Sudah semestinya anak muda mempersiapkan masa depan, yang bukan hanya untuk dirinya, bangsanya, tetapi juga untuk dunia dengan cita ideal islam "Rahmatalilalamin" dunia tanpa penjajahan dan penindasan.

    Sebab, kemana lagi kita menanyakan perihal harapan? Jika bukan pada mereka yang mendaku dirinya sebagai pemuda penerus masa depan bangsa dan dunia. Selagi masih ada laut untuk dilayari, dan masih ada tanah untuk ditanami, sepanjang itu pula harapan akan trus ada.

0 Response to "Merawat Harapan, ditengah Krisis Multidimensi"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel