KAMMI dan Spirit Jayakan Indonesia 2045
Mei 04, 2020
4 Comments
Siapa
yang tidak mengetahui organisasi Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia atau
disingkat dengan KAMMI? Merupakan salah satu organisasi yang terlahir di Kota
Malang 29 Maret 1998. Kala itu, dengan tegas mendeklarasikan diri sebagai “Bagian
yang tak terpisahkan dari Rakyat dan akan senantiasa berbuat untuk kebaikan
bangsa dan rakyat Indonesia”. Dalam rentang waktu yang menginjak usia ke 22
tahun ini, usia yang terbilang cukup muda sebagai gerakan mahasiswa, tetapi
kader KAMMI sudah berkontribusi di beberapa post-post strategis pemerintahan,
untuk mengabdikan diri sebagaimana cita-cita dalam teks deklarasi di atas.
Beberepa alumni KAMMI sudah sampai berjuang di ranah legislatif; DPR dan DPRD,
serta ranah eksekutif seperti Wali Kota, yang pada tahun 2019 kemarin, dua
alumni KAMMI mendapat penghargaan sebagai figur Walikota terbaik Indonesia.
Tentu,
ada rasa kebanggaan sebagai kader KAMMI saat melihat prestasi senior-seniornya,
tetapi yang menjadi soal ialah, bagaimana KAMMI kedepan untuk terus berjuang
menggapai visi dan misi sebagaimana yang telah tercantum dalam Filosofi Gerakan
KAMMI: Mencetak kader-kader pemimpin dalam upaya mewujudkan bangsa dan
negara Indonesia yang islami.
Aktivis-Impactivist
Melihat
realitas beberapa alumni yang sudah berkiprah dalam dunia politik, sehingga
tugas KAMMI menjadi sedikit lebih ringan dalam ranah Siyasi, fokus tugas KAMMI
sekarang adalah mencetak kader-kader yang tidak hanya lihai dibidang politik,
tetapi juga di semua sektor kehidupan. Dakwah KAMMI bisa lebih fokus pada hal yang
lebih fundamental (Mihwar Mihani),
yaitu: mencetak banyak kader untuk sukses di berbagai bidang kehidupan, seperti
dengan menjadi founder dalam gerakan-gerakan strategis untuk berkontribusi pada
ummat dan bangsa.
Meminjam istilah bang Arif Susanto berupa “Impactivist” yaitu: seorang aktivis yang mampu memberikan impact bagi lingkungan sekitar, baik lingkungan pertemanan, kampus, masyarakat dll. Salah satu caranya adalah dengan menjadi founder, yaitu punya rumah karya untuk menghasilkan produk tersendiri, tidak mengekor ataupun memburu jabatan dalam organisasi yang sudah dibuat orang lain. Sebab sejak tahun 2016 lalu, KAMMI mulai tampil dengan mengusung tagline “Jayakan Indonesia 2045” dengan harapan memiliki tujuan dan rancangan waktu yang jelas dalam setiap gerak kontribusi kader dan agenda-agenda KAMMI, hal inilah yang menjadikan KAMMI memiliki tujuan dan durasi kerja yang jelas, serta menjadikan kader memliki tanggung jawab moral untuk berkarya dalam segala ranah yang bisa dijangkau oleh kader KAMMI.
Meminjam istilah bang Arif Susanto berupa “Impactivist” yaitu: seorang aktivis yang mampu memberikan impact bagi lingkungan sekitar, baik lingkungan pertemanan, kampus, masyarakat dll. Salah satu caranya adalah dengan menjadi founder, yaitu punya rumah karya untuk menghasilkan produk tersendiri, tidak mengekor ataupun memburu jabatan dalam organisasi yang sudah dibuat orang lain. Sebab sejak tahun 2016 lalu, KAMMI mulai tampil dengan mengusung tagline “Jayakan Indonesia 2045” dengan harapan memiliki tujuan dan rancangan waktu yang jelas dalam setiap gerak kontribusi kader dan agenda-agenda KAMMI, hal inilah yang menjadikan KAMMI memiliki tujuan dan durasi kerja yang jelas, serta menjadikan kader memliki tanggung jawab moral untuk berkarya dalam segala ranah yang bisa dijangkau oleh kader KAMMI.
Spirit Jayakan Indonesia
2045
Beberapa waktu yang lalu, saya pernah ditanya oleh salah seorang kader setelah kami sama-sama selesai mengikuti Dauroh Pemandu Madrasah KAMMI (DPMK) di Jogja, pertayaannya sangat dasar dan saya rasa semua kader KAMMI pasti bisa menjawabnya, yang kurang lebih begini “Apa alasanmu masuk KAMMI?”. Kemudian saya hanya menjawab dengan jujur dan sederhana “Hanya KAMMI yang saya lihat, lebih dekat mewakili Islam sebagai gerakan mahasiswa, baik secara Teori maupun Praktik”. Dua tahun lebih saya bergabung dengan KAMMI dan selama itu juga saya diajarkan Islam yang mengakar dalam jiwa, agar dapat menjadi muslim kaffah, dengan berlandaskan jati diri Islam sebagai agama yang menyeluruh dan sempurna (Syumul dan Mutakammil), dalam menggapai visi rahmatallilalamin.
Beberapa waktu yang lalu, saya pernah ditanya oleh salah seorang kader setelah kami sama-sama selesai mengikuti Dauroh Pemandu Madrasah KAMMI (DPMK) di Jogja, pertayaannya sangat dasar dan saya rasa semua kader KAMMI pasti bisa menjawabnya, yang kurang lebih begini “Apa alasanmu masuk KAMMI?”. Kemudian saya hanya menjawab dengan jujur dan sederhana “Hanya KAMMI yang saya lihat, lebih dekat mewakili Islam sebagai gerakan mahasiswa, baik secara Teori maupun Praktik”. Dua tahun lebih saya bergabung dengan KAMMI dan selama itu juga saya diajarkan Islam yang mengakar dalam jiwa, agar dapat menjadi muslim kaffah, dengan berlandaskan jati diri Islam sebagai agama yang menyeluruh dan sempurna (Syumul dan Mutakammil), dalam menggapai visi rahmatallilalamin.
Secara
praktiknya KAMMI dikenal dengan identitasnya yang islami, yaitu menjaga
interaksi antara ikhwan dan akhwat dalam setiap agenda-agenda organisasi.
Mengapa demikian? karena pada dasarnya KAMMI terlahir dari rahim dakwah yang
kemudian menumbangkan Rezim Orde Baru dan berbuah Reformasi. Sehingga ada
tanggung jawab besar dalam setiap pundak kader untuk menjaga amanah Reformasi,
baik melalui aksi, advokasi, bahkan audiensi dengan pemerintah, dalam
menyampaikan keluh-kesah rakyat, sebab disanalah nilai-nilai dakwah islam
tersampaikan, sebagaimana juga nasihat Pak Amin Sudarsono dalam bukunya
“Ijtihad Membangun Basis Gerakan” agar KAMMI bergerak tetap islami dalam kolam
Demokrasi.
Spirit
Islam inilah yang kemudian diaktualisasikan KAMMI dalam cita-cita jayakan Indonesia
2045, spirit Islam tentu tidak terlepas dari hal yang paling fundamental yaitu
: Tauhid “La ila ha illallah”,
sehingga penempatan paradigma gerakan Dakwah Tauhid sebagai paradigma gerakan
yang pertama. Hal ini sangat tepat untuk menjadikan Allah sebagai awal dan
akhir dalam segala macam perjuangan, termasuk spirit menjayakan Indonesia. Sebagai
bentuk cinta kepada Tanah Air Indoenesia dan juga bukti jiwa Nasionalisme yang
mendalam. Mengutip kata Anis Matta dalam buku serial cintanya “Jika cinta
berawal dan berakhir karena Allah, maka cinta yang lain hanya upaya menunjukkan
cinta kepadanya”, sebab energi dan spirit perjuangan yang tiada habisnya adalah
energi cinta kepada sang kuasa yaitu Allah SWT.
Refleksi Epistemologis Gerakan
Dakwah Tauhid
Sebagaimana
yang tercantum dalam Filosofi Gerakan KAMMI, ada 3 point inti yang bisa kita pahami.
Pertama, Gerakan Pembebasan dari
selain Allah. Kedua, Gerakan
menyerukan deklarasi tata Peradaban Manusia berdasarkan nilai-nilai universal
wahyu ketuhanan (Uluhiyah). Ketiga, Gerakan Perjuangan yang
sustainable, menegakkan nilai kebaikan Universal dan meruntuhkann tirani
kemunkaran (amar ma’ruf nahi munkar). Jika
lebih disederhanakan lagi, maka cita-cita Tauhid KAMMI adalah menata Peradaban
Ummat Manusia di muka bumi tanpa penjajahan dan penindasan. Maka tidak salah, ketika
dalam lirik Hymne KAMMI berbunyi “Tauhidkan Indonesia, Ijtihad KAMMI” yang
memiliki makna, kader KAMMI ikut serta dan terlibat dalam mengkonsolidasikan
ide dan gagasannya untuk membangun Indonesia yang berdasarkan pada nilai-nilai
universal berupa wahyu ketuhanan (Uluhiyah).
Jika
kita menelusuri rujukan utama yang digunakan KAMMI, dalam menafsirkan Paradigma
Gerakan Dakwah Tauhid ini, akan kita temukan Gagasan Tauhid dari Prof Amien
Rais, beliau menjelaskan bahwa “Tauhid merupakan esensi dari ajaran islam dan
sebagai pandangan hidup, karena itu bukan saja mengesakan Allah, seperti yang
diyakini oleh kaum monoteis, melainkan juga meyakini kesatuan penciptaan (unity
of creation), kesatuan kemanusiaan (unity of mankind), kesatuan tuntutan hidup
(unity of quidance), kesatuan tujuan hidup (unity of purpose of life), yang
semua ini merupakan derivasi dari kesatuan Ketuhanan (unity of godhead), (Amien
Rais: 1987). Lalu yang menjadi pertanyaan ialah? Kenapa KAMMI menggunakan
gagasan Tauhid Amien Rais sebagai rujukan utama?, menurut asumsi penulis
sendiri, barangkali karena kedekatan antara teks dan konteks serta mampu
merasionalisasikan dengan zaman.
Akan
tetapi, jika kita menelusuri lebih jauh, gagasan tauhid Amien Rais ini
mengambil Inspirasi dari Epitemologi
Tauhid Islamil Raji’ Al’Faruqi yang menjadikan Tauhid sebagai pondasi
Esensial untuk menumbuh-kembangkan Peradaban Muslim Kontemporer, lalu kemudian
mempopulerkan gagasan islamisasi ilmu pengetahuan dengan semangat doktriner
ketauhidan, yang menurut sebagian kalangan. Disisi lain, Al-Faruqi sendiri
mengakui saat berdikusi dengan Imanuddin bahwa gagasan Tauhidnya banyak
mengambil dari Imanuddin. Menurut Imanuddin sendiri, gagasan Tauhid yang diambil
Al-Faruqi barangkali tentang “Konsep Illah”nya, yaitu: “sesuatu yang
dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikian rupa, sehingga manusia
merelakan dirinya dikuasai (didominir) olehnya (sesuatu itu). Prof Dawan
Rahadjo pun menyebut teologi Imanuddin ini sebagai teologi Profetik yang
memberdayakan ummat dengan pakaian Tauhid dan Rasionalisme. Itulah yang
membedakan teologi imanuddin dengan teologi Cak Nur dalam Pembaharuan Islamnya
yang ditolak lantaran cukup keras mengkritik ummat islam, tetapi sisi
keunggulan Cak Nur ialah, dia mampu merumuskan Gagasan Tauhidnya yang
berimpilikasi pada bidang sosial, politik, dan ekonomi, sebagaimana penjelasan
tentang Iman, Ilmu dan Amal yang termuat dalam NDP-HMI.
Dari
runtutan penjelasan diatas, refeleksi Paradigma Gerakan Dakwah Tauhid yang digunakan
KAMMI adalah Gagasan Tauhid Amien Rais yang belum ada rumusan lebih jauh untuk
berimplikasi pada sosial, politik, ekonomi dll. Sehingga tantangan KAMMI
kedepan ialah, sekiranya perlu untuk terus melakukan pembacaan yang lebih
radikal, agar lahir semacam rumusan yang jelas, berupa langkah taktis dan
strategis dalam membawa nilai-nilai Tauhid sesuai dengan tantangan, situasi dan
kondisi di zaman sekarang ini.
Akhir
kata, yang saya tahu sejak dulu perihal tradisi kebebasan dan kemerdekaan
berpikir, sangat dijunjung tinggi dalam Ber-KAMMI. Semoga dengan begitu, di
usia KAMMI yang ke 22 tahun ini, akan semakin matang dan terus mencetak kader-kader
militan yang senantiasa hanya menyeru kepada Islam, serta bermanfaat bagi ummat
dan bangsa. Sebab dengan spirit Tauhid inilah, Orientasi Pengkaderan untuk
menjadi Muslim Negarawan, tidaklah utopis, serta menanamkan optismisme dan
memberi peluang besar untuk mewujudkan cita-cita “Jayakan Indonesia 2045.”
Mantap min
BalasHapusGudlah... Skuy nulis lagi
BalasHapusBaarakallaah min tulisannya
BalasHapusKerenn.. sukses selalu Kammi
BalasHapus