-->

Pelegalan Al-Aqsha atas Israel


                Mengenai pelegalan tanah Palestina terhadap imigran Yahudi, kita tidak dapat terlepas dari pengaruh Raja Arab Saudi Abdul Aziz dan Presiden AS F.D. Roosevelt tentang pembukaan lahan tersebut. Hal ini dimulai pada 14 Februari 1945 di kapal jelajah Angkatan Laut AS di Danau Besar Bitter, Terusan Suez. Presiden AS, F.D. Roosevelt sepulang dari pertemuan dengan PM Inggris dan Josef Stalin mulai membicarakan tentang bisnis minyak dan teknologi. Tapi pada saat pembicaraan mulai mengarah ke Yahudi Eropa, mereka mulai berselisih pendapat. Roosevelt membicarakan tentang penggolan tanah Palestina terhadap imigran Yahudi. Presiden AS itu mengeluhkan tentang orang-orang Yahudi yang enggan kembali ke Jerman pasca masa Hitler. Roosevelt merasa bahwa mereka pantas mendapatkan tanah yang aman di Palestina.

kasihpalestina.com

                Namun Raja Abdul Aziz menentang pernyataan tersebut. Baginya tanggung jawab harus diserahkan sepenuhnya pada Jerman, bukan Arab Saudi yang tidak terlibat apapun didalamnya. “Kesalahan apa yang dilakukan oleh orang Arab pada Yahudi di Eropa? Warga Jerman Kristenlah yang merampas rumah mereka.” Raja juga menambahkan, “Orang Arab dan Yahudi tidak akan pernah bisa bekerja sama.” Pernyataan ini diungkap berdasar catatan perjalanan yang dipublikasikan Kolonel W.A. Eddy dan Kapten John S. Keating (komandan skuadron).

                 Menurut catatan Eddy, Raja Saudi melihat peningkatan ancaman bagi eksistensi Arab di Palestina, serta krisis imigran Yahudi yang terus berlanjut. Raja menekankan, orang Arab akan lebih memilih mati daripada menyerahkan tanahnya untuk Yahudi. Meski Roosevelt tidak setuju pendapat Raja, ia berjanji pemerintahannya tidak akan mengambil kebijakan yang bisa menyinggung perasaan bangsa Arab. Tanggal 5 April 1945, Roosevelt mengirim surat kepada Raja untuk mengonfirmasi janjinya di kapal Quincy, Roosevelt berjanji bahwa demi masa depan Palestina ia sebagai pemimpin eksekutif AS “tidak akan mengambil kebijakan apapun yang mungkin bisa memicu kemarahan bangsa Arab”

                Akan tetapi, hanya 7 hari setelah surat itu dikirim, Roosevelt meninggal dunia. Kemudian ketika Harry S. Truman menjadi Presiden, janji Roosevelt dibuang demi sebuah kebijakan yang bertahan sampai hari ini. Kemudian Israel sebagai Negara Yahudi dideklarasikan pada tahun 1949. Pengakuan dunia diperoleh sekitar setahun kemudian, dua adidaya AS dan Uni Soviet menjadi yang paling awal merangkul.

                Mungkin begitulah gambaran singkat dari sejarah awal pelegalan tanah Palestina yang menjadi sumbu konflik di tanah Al-Quds. Sebelumnya bukan bermaksud menyalahkan pihak Arab Saudi yang saat itu bertanggung jawab atas tanah Palestina. Namun dalam sisi ini usaha diplomasi memang bertumpu pada Raja Abdul Aziz yang memegang tampuk pemerintahan. Dari sini kita dapat melihat pentingnya usaha diplomasi bagi umat Islam. Mungkin itulah yang dilihat oleh Ustadz Yahya Cholil Tsaquf dan menjadikan itu sebagai landasan atau maksud tujuan dari beliau untuk melakukan kunjungannya ke Israel, Sehingga menjadi sesuatu yang kontroversial saat ini. Akan tetapi menurut sudut pandang saya sendiri, hal ini bisa di kategorikan sebagi tindakan yang mampu memberikan keuntungan lebih bagi pihak zionis sendiri dan menimbulkan kekecewaan bagi ummat muslim di seluruh penjuru dunia. Dalam kunjungan pertama beliau usaha beliau pemereratan hubungan agama Yahudi dan agama Islam dapat dipandang sebagai keuntungan yang sama rata. Yakni terjalinnya hubungan baik dari kedua agama tersebut, dalam artian keharmonisan dalam pluralitas (terlepas dari isi pidato beliau dan kedatangannya ke tanah palestina yang sedang dijajah Israel).

                Namun dalam kunjungan keduanya dengan Netanyahu, terlihat jelas bahwa ini bukan lagi permasalahan antara Yahudi ataupun Islam. Namun lebih ke hubungan diplomatik dari zionis dan perwakilan muslim yang ada di Indonesia, Netanyahu memanfaatkan kesempatan ini dengan mengklaim bahwa masyarakat muslim dunia mulai mendekat kepada Israel. lalu apa keuntungannya bagi umat muslim sendiri? Bagai nasi yang sudah menjadi bubur, cara memakannya pun akan berbeda. Begitulah kiranya saya memandang sikap hubungan diplomatik antara Israel pra-pelegalan dan pasca pelegalan, inilah yang harus kita garisbawahi. Wallahualam bisshawab.

Oleh Salman Alfarisi
Aktivis KAMMI UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

0 Response to "Pelegalan Al-Aqsha atas Israel"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel