-->

Mengukur Derajat Taqwa setelah Bulan Ramadhan


    Ibadah puasa memiliki banyak manfaat bagi seorang mukmin. Di antara faidah terbesar menjalankan ibadah puasa adalah tumbuhnya ketakwaan di dalam hati, sehingga menahan anggota badan dari berbuat maksiat. Allah ‘azza wa jalla berfirman,
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa” (QS. Al-Baqarah [2]: 183)

dareechaa.net
    Para ulama mendefinisikan taqwa sebagai melakukan perintah Allah ‘azza wa jalla dan menjauhi semua larangan-Nya. Definisi ini diperkuat dengan sekian banyak penjelasan dari ulama lain, baik dari zaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam hingga generasi terbaik setelahnya. Di antaranya, Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib. Beliau menjelaskan, taqwa memiliki empat kriteria. Siapa saja yang melakukan keempat hal ini, baginya berhak mendapat predikat muttaqin (orang yang bertaqwa).
Al Khaufu Minal Jaliil
    Jika takut kepada makhluk bermakna menjauhi sejauh-jauhnya, maka takut kepada Allah ‘azza wa jalla bermakna mendekat kepada-Nya dengan cara pendekatan yang terbaik. Mereka bergegas melakukan perintah Allah ‘azza wa jalla, tetapi merasa takut jika amalnya tidak diterima karena tidak sesuai dengan syariat-Nya. Hasilnya, mereka pun bersungguh-sungguh dan senantiasa melakukan amalan dengan kualitas terbaik.
Al ‘amalu Bittanziil
    Ialah al-Qur’an yang merupakan wahyu Allah ‘azza wa jalla melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk seluruh kaum Muslimin. Orang bertaqwa akan membaca, mempelajari, menghafal, menadabburi, mengamalkan, lalu mendakwahkannya kepada orang lain. Mereka juga akan senantiasa beramal dengan apa yang disunnahkan dalam banyak riwayat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, di samping sebagai penjelas atas perintah-perintah yang tidak didetailkan di dalam al-Qur’an al-Kariim.
Waridhaa Bil Qaliil
    Orang-orang yang beriman tidak pernah melihat pemberian Allah ‘azza wa jalla dari segi jumlahnya. Mereka yakin, secuil apa pun, jika terdapat keberkahan di dalamnya, maka yang sedikit itu akan memberikan manfaat yang amat besar di dalam kehidupannya. Sebaliknya, jika tiada berkah, meski jumlahnya melimpah, meka orang tersebut akan senantiasa kekurangan di sepanjang hidupnya.
Al Ista’daadu Liyaumirrahiim
    Mereka lebih tertarik dengan akhirat yang abadi, lalu mengoptimalkan seluruh potensi yang  dimiiki untuk mencari bekal terbaik, sehingga bahagia di kehidupan yang abadi itu. Mereka berkarya di dunia dengan sebaik mungkin, dan menginvestasikan hasilnya untuk kehidupan di akhirat. Bisa jadi, mereka miskin. Tapi, karena orientasi akhiratnya, mereka pun bersabar dengan kesabaran terbaik agar kemiskinannya ini berbuah surga. Bisa jadi, mereka pun dikarunai banyak harta oleh Allah ‘azza wa jalla, tetapi mereka memanfaatkannya secara optimal untuk keperluan dakwah dan jihad di jalan-Nya.
    Lalu, bagaimana dengan puasa Ramadhan yang sudah berlalu meninggalkan kita? Apakah sudah sesuai dengan makna Taqwa yang dijelaskan oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib? Mungkin hal itu tidak bisa kita rasakan dalam waktu dekat namun setelah beberapa hari Ramadhan berlalu setidaknya kita bisa memperkirakan apakah puasa kita sudah sesuai dengan tujuan bulan Ramadhan atau belum. Wallahu a’lam.
*Abdul Aziz
Angkatan Safful Fatih

0 Response to "Mengukur Derajat Taqwa setelah Bulan Ramadhan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel