Mengukur Derajat Taqwa setelah Bulan Ramadhan
September 03, 2018
Add Comment
Ibadah puasa memiliki banyak manfaat bagi seorang mukmin.
Di antara faidah terbesar menjalankan ibadah puasa adalah tumbuhnya ketakwaan
di dalam hati, sehingga menahan anggota badan dari berbuat maksiat. Allah ‘azza
wa jalla berfirman,
Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa” (QS. Al-Baqarah
[2]: 183)
dareechaa.net
dareechaa.net
Para ulama mendefinisikan taqwa sebagai
melakukan perintah Allah ‘azza wa jalla dan menjauhi semua larangan-Nya.
Definisi ini diperkuat dengan sekian banyak penjelasan dari ulama lain, baik
dari zaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam hingga generasi terbaik setelahnya. Di antaranya, Sayyidina ‘Ali bin Abi
Thalib. Beliau menjelaskan, taqwa memiliki empat kriteria. Siapa saja yang
melakukan keempat hal ini, baginya berhak mendapat predikat muttaqin (orang
yang bertaqwa).
Al Khaufu Minal Jaliil
Jika takut kepada makhluk bermakna
menjauhi sejauh-jauhnya, maka takut kepada Allah ‘azza wa jalla
bermakna mendekat kepada-Nya dengan cara pendekatan yang terbaik. Mereka
bergegas melakukan perintah Allah ‘azza wa jalla, tetapi merasa takut jika
amalnya tidak diterima karena tidak sesuai dengan syariat-Nya. Hasilnya, mereka
pun bersungguh-sungguh dan senantiasa melakukan amalan dengan kualitas terbaik.
Al ‘amalu Bittanziil
Ialah al-Qur’an yang merupakan wahyu
Allah ‘azza wa
jalla melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk seluruh kaum Muslimin. Orang bertaqwa akan
membaca, mempelajari, menghafal, menadabburi, mengamalkan, lalu mendakwahkannya
kepada orang lain. Mereka juga akan senantiasa beramal dengan apa yang
disunnahkan dalam banyak riwayat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, di samping sebagai penjelas atas
perintah-perintah yang tidak didetailkan di dalam al-Qur’an al-Kariim.
Waridhaa Bil Qaliil
Orang-orang
yang beriman tidak pernah melihat pemberian Allah ‘azza wa jalla dari segi jumlahnya. Mereka yakin, secuil apa pun, jika
terdapat keberkahan di dalamnya, maka yang sedikit itu akan memberikan manfaat
yang amat besar di dalam kehidupannya. Sebaliknya, jika tiada berkah, meski
jumlahnya melimpah, meka orang tersebut akan senantiasa kekurangan di sepanjang
hidupnya.
Al Ista’daadu Liyaumirrahiim
Mereka lebih tertarik dengan akhirat yang abadi, lalu
mengoptimalkan seluruh potensi yang dimiiki untuk mencari bekal terbaik, sehingga bahagia di
kehidupan yang abadi itu. Mereka berkarya di dunia dengan sebaik mungkin, dan
menginvestasikan hasilnya untuk kehidupan di akhirat. Bisa jadi, mereka miskin.
Tapi, karena orientasi akhiratnya, mereka pun bersabar dengan kesabaran terbaik
agar kemiskinannya ini berbuah surga. Bisa jadi, mereka pun dikarunai banyak
harta oleh Allah ‘azza
wa jalla, tetapi
mereka memanfaatkannya secara optimal untuk keperluan dakwah dan jihad di
jalan-Nya.
Lalu, bagaimana dengan puasa Ramadhan yang sudah berlalu
meninggalkan kita? Apakah sudah sesuai dengan makna Taqwa yang dijelaskan oleh
Sayyidina Ali bin Abi Thalib? Mungkin hal itu tidak bisa kita rasakan dalam
waktu dekat namun setelah beberapa hari Ramadhan berlalu setidaknya kita bisa
memperkirakan apakah puasa kita sudah sesuai dengan tujuan bulan Ramadhan atau
belum. Wallahu a’lam.
*Abdul AzizAngkatan Safful Fatih
0 Response to "Mengukur Derajat Taqwa setelah Bulan Ramadhan"
Posting Komentar