Seremonial dan Subsantsial
Agustus 11, 2018
Add Comment
oleh : Iqbal Al-Ghifari
Umbul-umbul dan bendera merah putih mulai ramai
menghiasi jalanan. Warna merah dan putih semakin sering terlihat. Itulah tanda
telah memasuki bulan Agustus. Ritual tahunan yang sakral bagi Indonesia selalu
dilakukan pada bulan ini. Seharusnya tidak cukup pada nama ‘ritual sakral’
saja, namun juga mempunyai makna.
Peringatan berasal dari kata dasar ‘ingat’. Ingat
adalah kata kerja, diberi imbuhan per-an menjadi kata benda. Tambahan per-an
pada kata ‘ingat’ bermakna hasil dari sebuah perbuatan. Peringatan adalah hasil
dari sebuah perbuatan yaitu mengingat. Maknanya adalah peringatan baru bisa
dijalankan dengan benar ketika pekerjaan mengingat sudah dilakukan. Peringatan kemerdekaan
yang tiap tahun kita rayakan, sudahkan melalui proses dengan benar? Sudahkah
peringatan itu berawal dari mengingat kemerdekaan?
Bahwa sesungguhnya
kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa. Kalimat pertama pada alinea
pertama Pembukaan UUD 1945 bukanlah kalimat tanpa makna dan perjuangan. Adalah
perlu beratus tahun untuk bisa menuliskan kalimat ini pada sebuah hukum
tertinggi negara yang berdaulat. Perlu pengorbanan tak terperi dan nyawa yang
terhitung jumlahnya. Perlu perjuangan yang tak berhenti pada satu generasi,
namun perjuangan itu terus diwarisakn. Kemerdekaan adalah hal yang mahal.
Sangat mahal. Kalimat awal diatas adalah pernyataan yang jelas dan tegas bahwa
tiap bangsa memiliki kebebasan untuk menentukan nasibnya sendiri.
Kalimat itu begitu mudah untuk dituliskan, tapi jauh
dari panggang api dalam kehidupan. Kemerdekaan yang telah direbut kembali pada
tahun 1945, kini sudah banyak terenggut kembali. Yang dahulu sepenuhnya bebas
memilih nasib sendiri, kini nasib ditentukan oleh orang lain. Awalnya bisa
melakukan kebebasan, sekarang menjadi terkekang. Tidak bebas dalam melakukan
segala hal. Ada orang lain yang telah merampas kemerdekaan.
Perampasan kemerdekaan yang kini terjadi berbeda bentuk dengan penjajahan
konvensional zaman dahulu. Secara de jure merdeka, namun de facto-nya
terjajah. Zaman dahulu penjajahnya jelas, sekarang kita bingung siapa
sebenarnya penjajah baru itu. Kesulitan itu disebabkan karena warna kulit
penjajah sama dengan warna kulit kita. Sebenarnya mereka adalah saudara
sebangsa. Fisik mereka berada disekitar kita, namun hati mereka tidak disini.
Penjajahan ini tidak hanya dalam bidang yang besar dan berpengaruh terhadap
kehidupan orang banyak. Bahkan dalam skala kecil pun seringkali terjadi
perampasan kemerdekaan.
Kembalinya penjajahan adalah kemunduran bagi bangsa yang sudah merdeka.
Kalimat kemerdekaan dalam konstitusi seolah tak ada nilainya. Sebab kita sudah
lupa dan melupakan sejarah kemerdekaan terlalu lama. Juga tertipu dengan
keadaan yang ada didepan mata. Semuanya seolah berjalan baik-baik saja.
Sayangnya, semuanya tidak berjalan baik-baik saja.
Padahal tiap tahun kita memperingati kemerdekaan. Oh ternyata peringatan
itu hanya kata benda biasa. Peringatan itu tidak melalui proses imbuhan per-an.
Tidak melalui proses mengingat dahulu. Pantas apabila kemerdekaan dan cita-cita
negara ini berdiri semakin samar bahkan gelap. Kita terjebak pada seremonial
belaka, sementara substansial yang seharusnya diperoleh sama sekali tidak
menetap dalam hati dan pikiran. Bahkan mungkin melintaspun juga tidak. Pantas
keadaan kita seperti ini.
Semoga peringatan kemerdekaan tahun ini bisa kita
lakukan sesuai dengan proses yang seharusnya.
0 Response to "Seremonial dan Subsantsial"
Posting Komentar