-->

Seremonial dan Subsantsial


oleh : Iqbal Al-Ghifari


                Umbul-umbul dan bendera merah putih mulai ramai menghiasi jalanan. Warna merah dan putih semakin sering terlihat. Itulah tanda telah memasuki bulan Agustus. Ritual tahunan yang sakral bagi Indonesia selalu dilakukan pada bulan ini. Seharusnya tidak cukup pada nama ‘ritual sakral’ saja, namun juga mempunyai makna.
                Peringatan berasal dari kata dasar ‘ingat’. Ingat adalah kata kerja, diberi imbuhan per-an menjadi kata benda. Tambahan per-an pada kata ‘ingat’ bermakna hasil dari sebuah perbuatan. Peringatan adalah hasil dari sebuah perbuatan yaitu mengingat. Maknanya adalah peringatan baru bisa dijalankan dengan benar ketika pekerjaan mengingat sudah dilakukan. Peringatan kemerdekaan yang tiap tahun kita rayakan, sudahkan melalui proses dengan benar? Sudahkah peringatan itu berawal dari mengingat kemerdekaan?
                Bahwa sesungguhnya  kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa. Kalimat pertama pada alinea pertama Pembukaan UUD 1945 bukanlah kalimat tanpa makna dan perjuangan. Adalah perlu beratus tahun untuk bisa menuliskan kalimat ini pada sebuah hukum tertinggi negara yang berdaulat. Perlu pengorbanan tak terperi dan nyawa yang terhitung jumlahnya. Perlu perjuangan yang tak berhenti pada satu generasi, namun perjuangan itu terus diwarisakn. Kemerdekaan adalah hal yang mahal. Sangat mahal. Kalimat awal diatas adalah pernyataan yang jelas dan tegas bahwa tiap bangsa memiliki kebebasan untuk menentukan nasibnya sendiri.
                Kalimat itu begitu mudah untuk dituliskan, tapi jauh dari panggang api dalam kehidupan. Kemerdekaan yang telah direbut kembali pada tahun 1945, kini sudah banyak terenggut kembali. Yang dahulu sepenuhnya bebas memilih nasib sendiri, kini nasib ditentukan oleh orang lain. Awalnya bisa melakukan kebebasan, sekarang menjadi terkekang. Tidak bebas dalam melakukan segala hal. Ada orang lain yang telah merampas kemerdekaan.
Perampasan kemerdekaan yang kini terjadi berbeda bentuk dengan penjajahan konvensional zaman dahulu. Secara de jure merdeka, namun de facto-nya terjajah. Zaman dahulu penjajahnya jelas, sekarang kita bingung siapa sebenarnya penjajah baru itu. Kesulitan itu disebabkan karena warna kulit penjajah sama dengan warna kulit kita. Sebenarnya mereka adalah saudara sebangsa. Fisik mereka berada disekitar kita, namun hati mereka tidak disini. Penjajahan ini tidak hanya dalam bidang yang besar dan berpengaruh terhadap kehidupan orang banyak. Bahkan dalam skala kecil pun seringkali terjadi perampasan kemerdekaan.
Kembalinya penjajahan adalah kemunduran bagi bangsa yang sudah merdeka. Kalimat kemerdekaan dalam konstitusi seolah tak ada nilainya. Sebab kita sudah lupa dan melupakan sejarah kemerdekaan terlalu lama. Juga tertipu dengan keadaan yang ada didepan mata. Semuanya seolah berjalan baik-baik saja. Sayangnya, semuanya tidak berjalan baik-baik saja.
Padahal tiap tahun kita memperingati kemerdekaan. Oh ternyata peringatan itu hanya kata benda biasa. Peringatan itu tidak melalui proses imbuhan per-an. Tidak melalui proses mengingat dahulu. Pantas apabila kemerdekaan dan cita-cita negara ini berdiri semakin samar bahkan gelap. Kita terjebak pada seremonial belaka, sementara substansial yang seharusnya diperoleh sama sekali tidak menetap dalam hati dan pikiran. Bahkan mungkin melintaspun juga tidak. Pantas keadaan kita seperti ini.
Semoga peringatan kemerdekaan tahun ini bisa kita lakukan sesuai dengan proses yang seharusnya.

0 Response to "Seremonial dan Subsantsial"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel