-->

Peran Perempuan dalam Mengembangkan Dakwah Islam


Oleh :Hidayah Hariani
lisda/unsplash
Diskursus  perempuan  dalam Islam  mendapat  perhatian yang sangat serius. Peran dan fungsi perempuan menjadi  pokok perhatiannnya.  Karena pada dasarnya perempuan dan  laki-laki  dalam pandangan Islam didudukan secara sama dalam hukum[1]. Akan  tetapi  dalam perspektif yang  lain  perempuan didudukan  sebagai  obyek yang harus  dipimpin  laki-laki.[2] Namun,  bukan berarti  perempuan tak mendapat kedudukan yang layak.  Perempuan dalam  batasan  tertentu  malah  menjadi  sebuah tonggak negara, dengan peran sertanya dalam mendidik keturunannya.[3]
Perempuan juga menempati diri sebagai sang pengayom bagi siapa  saja,  sehingga  dapat  memberikan  ketenangan dan kebahagiaan.  Ungkapan  ini sangat  populer  lewat sebuah hadits yang mengatakan, "surga di bawah telapak kaki ibu".[4]  Sementara saat ini isu sentral yang dihadapi oleh kaum perempuan adalah masalah ketidakadilan gender terhadapnya. Hal tersebut karena adanya produk pemikiran Hukum Islam[5], baik yang terdapat didalam kitab-kitab Fiqh klasik[6] maupun tafsir klasik mengandung ketidakadilan gender.
Namun ada saja yang masih memosisikan perempuan sebagai makhluk yang lemah dan melarangnya beraktivitas di luar rumah dengan dalih bahwa  perempuan ke mana pun pergi harus disertai dengan mahram walaupun untuk keperluan menuntut ilmu sekalipun. Di sisi lain ada juga yang berpandangan bahwa perempuan tidak boleh bekerja tetapi sebaiknya berada di rumah untuk mengurus rumah dan mendidik anak. Sehingga terjadi disharmoni serta ketiakadilan gender di dalam rumah tangga yang dapat menyebabkan perceraian antara kedua belah pihak.
Asal usul ketidakadilan gender didalam Hukum Islam tersebut terletak pada kontradiksi-kontradiksi dari dalam (inner contradiction) antara cita-cita Syari’ah8 dan norma-norma sosial budaya yang ada didalam budaya masyarakat Muslim. Sementara yang pertama mengajak kepada kebebasan, keadilan dan kesetaraan, norma-norma, dan struktur sosial masyarakat muslim pada masa pertumbuhan menghalangi realisasi cita-cita tersebut.

Kedudukan  Perempuan menurut Hukum Islam
Kedudukan seseorang baik perempuan maupun laki-laki tidak mungkin dapat dilaksanakan dengan baik kalau tidak jelas kedudukan orang yang bersangkutan dalam suatu pola kehidupan tertentu, sebab kedudukan adalah tempat yang diduduki oleh seseorang dalam pola tertentu itu. Seseorang mungkin saja mempunyai berbagai kedudukan, karena ia ikut serta dalam berbagai pola kehidupan masyarakat. Hal ini berarti bahwa kedudukan menunjuk pada tempat seseorang dalam kerangka masyarakat secara keseluruhan. Setiap manusia yang menjadi anggota masyarakat, senantiasa mempunyai kedudukan tertentu dan berperan sesuai dengan kedudukannya. Kedudukan dan peranan tidak mungkin dipisahkan, karena peranan adalah aspek dinamis dari kedudukan. Tidak ada peranan tanpa kedudukan dan tidak ada kedudukan tanpa peranan yang memberikan hak dan kewajiban kepada orang yang bersangkutan. Untuk menentukan hak dan kewajiban seorang perempuan, terlebih dahulu harus dikaji kedudukannya.[7]
Fakta sejarah menunjukkan bahwa secara umum kondisi perempuan pada pra-lslam adalah suram. Pada masa itu perempuan yang mempunyai jasa melahirkan manusia di dunia ini dihina, diperlakukan kasar dan direndahkan martabatnya. Kedatangan Islam menyebabkan kedudukan dan martabat perempuan sama dan sejajar dengan kaum pria. Dalam masyarakat Islam, perempuan mempunyai kedudukan penting yang tidak pernah ada sebelumnya. Hal itu disebabkan karena Islam datang dengan membawa prinsip-prinsip persamaan di antara seluruh umat manusia, termasuk persamaan antara laki-laki dengan perempuan.[8]
Dalam sejarah Islam cukup banyak perempuan yang ahli di berbagai disiplin ilmu. Sebagai contoh misalnya Khadijah binti Khuwailid (wafat tahun 619 M). Selain sebagai isteri Rasulullah, beliau juga seorang pedagang ulung pada zamannya; Fatimah binti Rasulullah saw (605 M-633 M), beliau adalah orator ulung dan pernah terjun ke dunia politik dan mencalonkan Ali bin Abi Thalib (suaminya) untuk menjadi khalifah pertama; 'Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq (613-678), selain sebagai isteri Rasulullah, Aisyah juga seorang ilmuwan dan politisi. Sebagai ilmuwan, beliau meriwayatkan Hadits sebanyak 2210 buah, dan sebagai politisi, beliau pernah menjadi komandan tertinggi dalam perang Jamal (Perang Unta); Sayyidah, ibu kandung Khalifah al-Muqtadir yang memerintah pada tahun 908-932 M.
Debashis Biswas/unsplash




[1] Al-Qur’an Surah An-Nisa’ ayat 1,
“ Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang  telah menciptakan kamu dari seorang diri dan  dari padanya.  Allah menciptakan istrinya dan  daripada  keduanya lahir menyebarlah banyak laki-laki dan perempuan“.

[2] Al-Qur’an Surah An-Nisa’ ayat 34 “ Lelaki adalah pimpinan bagi wanita”

[3] Hibbah Rauf Izzat,  Wanita  dan  Politik Pandangan Islam, Bandung, Remaja Rosda Karya, 1997 hal. 7

[4]الجنة تحت أقدام الأمهات Lihat : Jalaluddin al-Suyuthi, Shahih wa Dla’if al-Jami’ al-Shaghir, (Hadits No. 6412, Maktabah Syamilah)

[5]Ada beberapa cara dan tawaran tentang pemikiran Hukum Islam, di Indonesia setidaknya mengenal lima konsep Hukum Islam. Pertama, Pemikiran Hukum Islam Hasbi Ash-Shiddieqy (1905-1975). Kedua, Fiqh Madzhab Nasional/Madzhab Indonesia Hazairin (1906-1975). Ketiga, reaktualisasi/kontekstualisasi pemikiran hukum Islam

[6] Diantara aliran Fiqh Klasik yang ada berasal dari Kuffah dan Basrah di Iraq dan juga aliran-aliran yang berkembang di Makkah, Madinah (Hijaz) dan Syiria. Ini kemudian yang dikenal dengan Madzhab (Safii’i, Maliki, Hanafi dan Hambali). Pengetahuan hukum klasik kuffah dan Madinah lebih lengkap dibandingkan dengan para ‘Ulama Bashrah dan Makkah. Namun aliran Makkah memiliki ciri yang tipikal. Sementara di Mesir terpengaruh oleh aliran dari Madinah. Adapun perbedaan diantara aliran itu disebabkan karena faktor geografis, kondisi sosial, dan juga kebiasaan adat. Jadi perbedaan yang muncul diantara mereka bukanlah disebabkan oleh ketidak sepakatan tentang prinsip dan metode. ( Joseph Schacht, an introduction to Islamic law, Oxford University Press, London 1965, diterjemahkan oleh Joko Supomo, Pengantar Hukum Islam, Yogyakarta, Islamika, 2003  hal. 48) 

[7]Mohammad Daud Ali dan Habibah Daud, "Lembaga-lembaga Islam di Indonesia", (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1995), hal. 195-196.

[8] Haifaa A. Jawad, "Otentisitas Hak-hak Perempuan, Perspektif Islam Atas Kesetaraan Jender", diterjemahkan Oleh Anni Hidayatun Noor, Sulhani Hermawan dan H. Badrian, (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002), hal. l.

*Penulis merupakan kader
KAMMI UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
angkatan Safful Fatih dan Konsen di isu Keislaman dan gender

Tulisan ini Pernah dimuat di KAMEDIA edisi III/ April-Maret 2018


0 Response to "Peran Perempuan dalam Mengembangkan Dakwah Islam"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel