-->

Fenomena Dua Golongan

Oleh : Hanif
warscapes.com



Akhir – akhir ini kita sering mendengar kata – kata yang banyak orang menganggap nasionalisme, seperti “aku pancasila’ dan “aku Indonesia”, kemudian di lain pihak akhir –akhir ini juga juga kita sering mendengar kata – kata yang sedikit dianggap agamis seperti “Khilafah” dan macam sebagainya yang berhubungan dengan agama. Pernahkah kita berfikir untuk menulusuri lebih dalam apa makna sebenarnya dari kata – kata tersebut, apa makna nasionalisme, dan apa makna agamis?, mengapa keduanya di jadikan sebagai pengakuan – pengakuan antar golongan mereka dalam upaya men-cap keduanya yang terbaik? Sejak kapan kata – kata itu bermunculan, apa motif di balik mereka mengucapkan kata – kata itu? Bagaimana itu semua bisa terjadi? Dimana hal – hal semacam ini bisa terjadi? Siapa saja yang termasuk dari golongan – golongan ini? Nah, dari pertanyaan-pertanyaan ini mari kita bisa mengkritisi sampai ke akar-akarnya jangan sampai semua ini terjadi begitu saja tanpa kita sikapi dengan sebaik-baiknya, dan  jangan sampai juga kita malah terjerumus ke golongan-golongan yang menyimpang dari seluruh nilai-nilai yang selama ini menjadi baromater-baromater kehidupan tentang arti benar atau salah.
Pertanyaan pertama apa sebenarnya makna dari nasionalis? Kalau kita dilihat di wikipedia maka arti Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris nation) dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia yang mempunyai tujuan atau cita-cita yang sama dalam mewujudkan kepentingan nasional, dan nasionalisme juga rasa ingin mempertahankan negaranya, baik dari internal maupun eksternal. Dikatakan juga dalam wikipedia para nasionalis menganggap negara adalah berdasarkan beberapa "kebenaran politik" (political legitimacy). Bersumber dari teori romantisme yaitu "identitas budaya", debat liberalisme yang menanggap kebenaran politik adalah bersumber dari kehendak rakyat, atau gabungan kedua teori itu.
Sedangkan kata agamis berarti sifat yang tertempel pada seseorang untuk senantiasa menjalankan berbagai macam ajaran-ajaran tuhan dalam konteks ini adalah Islam, yang dimaksud adalah ajaran-ajaran yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW. Termasuk berbagai macam hukum yang ditetapkan oleh para ulama sehingga bisa dipahami oleh masyarakat muslim semuanya, bahkan orang awam sekalipun walaupun tetap harus dalam bimbingan orang yang memiliki ilmu agama.
Nah, memasuki bagian yang lebih panas, karena ini menjadi perbincangan sosial yang cukup hangat akhir akhir ini terutama di media sosial, bila kita menengok apa saja yang sebenarnya terjadi di media sosial. Kenapa sosial media menjadi sangat aktif digunakan akhir-akhir ini? Apakah masyarakat menjadi sangat peduli terhadap isu-isu yang berkembang di dunia nyata, kemudian kepedulian tersebut mereka tuangkan pada media sosial yang secara sistematis sangat mudah tersebar. Muncul opini-opini yang berkembang sangat masif antara kedua golongan. Mengapa saya menyebutnya dua golongan? Karena akhir-akhir ini bila kita petakan apa saja yang dikeluarkan isi konten-konten dari para nitizen itu seperti ada kesamaan sikap dari tanggapan-tanggapan terhadap isu-isu terkait keindonesiaan. Misal, sebagian nitizen menganggap rezim sekarang menjadi otoriter, dibuktikan dengan mengkriminalisasi para ulama yang mereka anggap menyuarakan kebenaran dan sangat terikat dengan agamis. Misal juga kemarin munculnya perppu ormas yang sangat membuat para golongan yang menganggap mereka agamis ini, sangat marah. Dalam akhir-akhir ini para masyarakat agamis, sedang kritis-kritisnya, malah rezim ini mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang membuat para nitizen agamis menjadi lebih kritis. Sebagian yang lain menganggap bahwa kebijakan itu seakan-akan adalah kebijakan provokator. Walaupun yang melaporkan pembubaran ormas tersebut juga sebagian dari kelompok itu juga menganggap agamis, serta mengecam laporan tersebut.
Golongan yang berseberangan dari golongan agamis ialah golongan nasionalis, mereka mengaku-ngaku bahawa mereka paling indonesia, paling pancasila, dan lain sebagainya. Walaupun banyak dari golongan lain yang menganggap golongan ini cuma bisa di mulut, atau hanya bisa berkoar-koar di sosial media. Golongan ini mengaggap golongan seberang (agamis) adalah golongan yang sangat radikal serta fundamentalis terhadap agama. Jadi semua yang ada kaitannya dengan syariat, walaupun kebeblasan, maka mereka mengaitkannya dengan golongan agamis.
Perbedaan sikap dari golongan ini kontras sekali bila mereka membahas kasus-kasus yang berkaitan dengan kejahatan dan agama. Misal seperti kasus terorisme yang men-cap dirinya menjalankan syariat, nah klo kita lihat, maka terjadi perbedaan, misal kalau yang nasionalis mereka akan menyalahkan mati-matian terhadap si teroris tanpa melihat apa latar belakang terjadinya peristiwa, dan bila tertangkap pihak berwajib, mereka akan memuji para pihak yang berwajib, walaupun orang-orang yang terduga menjadi teroris adalah sama agamanya. Akan tetapi kalau sikap yang di tunjukan para agamis akan berbeda, misal seperti mereka akan mencari tahu latar belakang terhadap kasus ini, kenapa ini bisa terjadi? Siapa di balik ini? Apakah ada rekayasa yang mencoba mengadu domba antara aparat dan para religius? Atau ini hanya orderan dari asing semata? Atau ini sungguh benar-benar terjadi atas kehendap mereka karena kebodohan mereka? Intinya para agamis akan berhusnudzan terhadap orang-orang ini karena mereka juga termasuk dari kelompok mereka sesama agama. Mereka memiliki prinsip bahwa orang Islam yang benar tidak akan melakukan kejahatan, kalaupun ada pasti ada sesuatu di balik itu.
Lantas apa keuntungan antar golongan mereka? Mengapa mereka semua mengaku-ngaku menjadi kaum yang terbaik. Yang satu berpendirian terhadap tuhan. Yang satu nya bependirian teguh terhadap pujian rezim, atau bahasa kasarnya menjilat penguasa. Apa jangan-jangan ada motif politik dibalik ini semua? Ya, mungkin kalau dari golongan nasionalis, dengan langkah ini mereka bisa menjilat rezim. Sedangkan golongan agamis akan menjaga hukum-hukum Allah yang mereka gembor-gemborkan, seperti halnya khilafah. Walaupun khilafah sendiri itu terjadi perbedaan pendapat, tetapi prinsipnya golongan agamis akan terus berupaya menjaga ini syariat di manapun dan kapanpun.
Kalau di kaitkan dengan masalah waktu, kapan semua ini mulai? Yang jelas fenomena-fenomena ini terjadi sejak lama, bedanya kalau zaman dulu perbincangan-perbincangan ini hanya terjadi pada golongan atau kelompok masing-masing tanpa orang umum yang mendengarkan jadi hanya berputar-putar di situ saja, tanpa penyebaran informasi, tetapi kalau zaman sekarang dengan adanya perkembangan teknologi yang pesat, maka informasi-informasi serta opini-opini masyarkaat menjadi sesuatu hal yang mudah sekali didapatkan. Penyebaran informasi yang cepat dan meluas, menjadikan sosial media menjadi media terkuat yang lain, selain media televisi, semua orang bisa menuangkan opininya. Berbagai pendapat dan berbagai golongan sehingga dengan adanya keadaan ini, maka inofrmasi-informasi yang tadinya hanya menyudutkan satu golongan menjadi seimbang. Bahkan berbalik arah sampai-sampai golongan yang dirugikan padahal sedang berkuasa mengeluarkan wacana yang sangat sadis bagi para nitizen.
Yang menjadi saran saya adalah untuk menyikapi dari fenomena agamis dan nasionalis, kita seharusnya adil terhadap keduanya. Adil sendiri yang saya maksud adalah menjadikan aspek spriritual menjadi tolak ukur penting untuk menykapi semua ini, mana yang bertentangan dengan syariat maka harus di tolak, sedangkan yang mendukung syariat maka harus didukung sepenuhnya.

0 Response to "Fenomena Dua Golongan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel