Coretan Hitam di Wajah Islam Indonesia Masa Kini
Desember 27, 2017
2 Comments
Oleh : Ananda Puspitadewi
travellink-indonesia.com
Islam hadir dan mewarnai deretan kepulauan Nusantara sejak berabad-abad yang lalu.Waktu masuknya Islam di wilayah ini memiliki banyak versi, namun hal tersebut muncul akibat perbedaan pemahaman para ahli mengenai makna ‘masuk’. Beberapa mengartikannya sebagai masuknya pemeluk Islam di Nusantara dari wilayah lain. Sebagian yang lain memaknainya sebagai waktu ketika pemeluk Islam datang, singgah dan bahkan bermukim di wilayah Indonesia. Namun ada pula yang memulainya dari dimulainya kerajaan Islam di Nusantara berdiri, begitupula dengan pribumi yang berada di wilayah tersebut mulai menganut Islam sebagai agamanya.
Seiring berjalannya waktu, Islam dengan cara yang berbeda dari yang terjadi di wilayah Timur Tengah, menyebar di seluruh Nusantara. Dengan kata lain, Islam di kepulauan ini tumbuh dengan baik melalui jalur-jalur yang bersahabat, seperti perdagangan, pendidikan, dan perkawinan. Kerajaan- kerajaan Islam berdiri, masyarakatnya pun Islam, infrastruktur yang berkaitan dengan keislaman bertebaran di mana-mana. Meskipun demikian, agama dan aliran kepercayaan lain tetap dapat berkembang tanpa diintimidasi oleh pemerintahan yang berkuasa. Secara umum yang terjadi memang demikian adanya.
Pada masa penjajahan Barat menjamur di seluruh dunia dengan hebatnya, masyarakat Islam dengan pemimpinnya turut memberikan andil yang besar dalam membebaskan bumi Nusantara dari keterpurukan dan gerusan kebengisan penjajah. Islam bergerak di berbagai bidang kehidupan. Bagai bensin yang menggerakan mesin, Islam melalui pemeluk-pemeluknya menembus batas-batas dan sekat dalam masyarakat Indonesia, aksinya mulai dari rakyat jelata hingga Sultan yang bertahta dan para ksatrianya. Tak sedikit pahlawan Islam yang ceritanya mengharu biru dan membakar nyala semangat juang negeri ini. Mulai dari zaman kerajaan hingga zaman usaha merebut kemerdekaan.
Perihal penghilangan kata ‘ menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya’ di Piagam Jakarta yang merupakan cikal bakal Pancasila memang masih menjadi polemik hingga saat ini. Terkadang bahkan masih saja memicu perdebatan sengit. Namun hal itu tak memumpuskan kenyataan bahwa Indonesia dengan penduduk mayoritas Islam telah menetapkan usaha untuk mengajar warganya mengenai toleransi. Faktanya memang demikian, secara meluas Islam dan agama lain yang berada di bawah naungan pemerintahan Indonesia berkembang dengan baik. Meski tidak bisa ditutup-tutupi ada beberapa kejadian yang menyudutkan umat Islam maupun tragedi yang menyulut perpecahan di daerah tertentu.
Pembahasan mengenai Islam di Indonesia masa kini memang sangat kompleks. Misal kita lihat saja dari tumbuhnya berbagai organisasi masyarakat Islam dan harakah atau pergerakan Islam di negara ini. Dalam beberapa kasus, ternyata terjadi juga gesekan di internal Islam. Tema-tema yang sering memicu hal ini contohnya mengenai tak samanya pengambilan keputusan ataupun kecenderungan perpolitikan yang berbeda. Saya sepakat dengan diskusi kelas di Mata Kuliah Asia Tenggara beberapa waktu lalu yang mengatakan bahwa sebenarnya masyarakat Indonesia masih belum dewasa dalam menyikapi perbedaan. Masih ada iri dengki terhadap sesama muslim sendiri. Belum lagi dewasa ini, marak budaya hoax dan sifat sumbu pendek yang menghinggapi orang-orang Islam. Tanpa berniat melakukan tabayun atas berita-berita yang terkadang menyudutkan saudara muslim beda ormas atau harokah segera dibagikan begitu saja. Penyakit ini menurut saya begitu berbahaya untuk persatuan. Bagaimana akan menjaga persatuan negara jika persatuan dalam beragama dipermainkan?
Belum lagi isu-isu mengenai terorisme, separatisme ataupun pendirian negara Islam yang disikapi dengan tidak dewasa pula oleh orang-orang Islam sendiri. Makin carut marut saja wajah Islam di negeri tercinta. Tak sedikit korban dari pihak Muslim yang terpengaruh mulai anti Islam hanya karena kebingungan menerima gempuran media massa yang saling bertabrakan dari berbagai sudut pandang. Ternyata Muslim Indonesia masih butuh banyak belajar untuk sekedar mengantisipasi logical fallacy yang menjangkiti ‘otak’ umat ini.
Selain isu politik, isu-isu sosial Indonesia juga perlu dikaji lebih mendalam. Misalnya saja dengan maraknya LGBT yang menjangkiti pemikiran dan kehidupan Indonesia yang katanya dan faktanya mayoritas penduduk dan pemimpinnya adalah Muslim. Padahal jelas, dalam kitab suci Islam yaitu Al Qur’an telah ada bukti-bukti dari kisah-kisah manusia zaman dulu,kaum Sodom, kaum Gomorah yang melakukan hal serupa mendapatkan laknat dari Tuhan. Bahkan temuan arkeologi di masa modern ini membuktikan kisah-kisah tersebut. Namun, entah logical fallacy macam apa lagi yang memainkan pemikiran orang-orang. Dalih toleransi dan Hak Asasi Manusia, mengatasnamakan fitrah tak sedikit muslim yang memohon pemakluman bahkan pelegalan hukum untuk pernikahan sejenis.
Bukan hanya LGBT saja, bahkan pergaulan remaja Islam Indonesia yang tergolong ‘normal’ telah banyak yang rusak. Idola-idola menyesatkan merasuk dalam hati pemuda harapan bangsa. Dari sekian banyak pernikahan yang ada di Indonesia tak sedikit pernikahan dini yang ironisnya terpaksa terjadi karena ‘kecelakaan’. Para gadis yang sudah tak gadis ini menikah dalam keadaan tengah hamil. Lebih parah lagi kasus pelecehan seksual, aborsi, pembuangan bayi nampaknya hampir setiap hari menghiasi kolom kriminal di korang-koran yang beredar. Hingga lama-lama seperti halnya berita yang sekilas dibaca itu, kejadian semacam ini tidak lagi menjadi tabu dan sudah dianggap hal yang biasa. Indonesia berada dalam darurat moralitas.
Hal-hal demikian sedikit mengherankan mengingat Islam merupakan mayoritas di Indonesia. Dalam hal pendidikan saja, Islam diajarkan di seluruh sekolah negeri, meskipun presentasenya hanya sedikit sekali. Sekolah- sekolah Islam juga menjamur di berbagai sudut negeri. Namun output darisana sudahkah menjadi pilar penegak Islam di bumi pertiwi? Adakah yang salah? Apakah ini bisa disamakan dengan apa yang Rasulullah sampaikan dalam sebuah hadis, tentang buih di lautan? Jumlah kita yang banyak namun rapuh dan terombang-ambing, tidak memberi banyak manfaat.
Dari beberapa uraian diatas, Islam yang katanya mayoritas di Indonesia ini memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus ditangani bersama-sama. Bila kita tengok dalam permasalahan yang sering muncul dikarenakan perbedaan pemahaman, namun saya rasa permasalahan sesungguhnya bukanlah pada perbedaannya, melainkan cara umat menanggapi, karena perbedaan itu sendiri memang di beberapa hal merupakan pemahaman yang tidak bisa disamakan. Di sisi lain ada banyak hal yang sebenarnya harus menjadi perhatian umat, mendewasakan umat dan sama-sama belajar dewasa untuk memahami bahwa Islam bukan hanya masalah ibadah apalagi urusan khilafiyah. Mendewasa menuju Islam yang kaffah yang menyentuh seluruh sendi kehidupan termasuk ilmu pengetahuan dan ilmu ber-muamalah.
Memang coretan hitam di wajah Islam dan pekerjaan rumah ini bukan hal yang ringan, akan tetapi kita tak perlu berkecil hati. Bila kita lihat beberapa waktu terakhir, manakala ratusan ribu muslim dari segala penjuru Indonesia melakukan unjuk rasa Bela Qur’an atas pernyataan yang sembrono dari seorang pemimpin di Ibu Kota. Saya melihat hal itu sebagai bukti bahwa muslim di Indonesia terlepas dari berbagai perbedaan golongan, masih tetap memiliki ikatan kuat dalam ikatan ‘Ukhuwah Islamiyah’ dan kecintaan terhadap negara Indonesia yang perjuangan untuk kemerdekaanya harus melalui tumpahan darah para Syuhada. Jangan lelah ajak ia berjuang bersama!
Setuju
BalasHapus👍👍
BalasHapus