Lebih Baik Cinta Bertepuk Sebelah Tangan daripada Keluarga Harus Hancur Berantakan
April 05, 2017
Add Comment
Sebagaimana seorang tokoh agama pernah menjelek-jelekkan organisasi saya di depan mata saya sendiri. Tapi saya tidak tertarik untuk membalasnya, sekalipun kepada teman-teman yang sefikroh dengan beliau. Dan saya hanya tersenyum cengar-cengir memaklumi. Kebetulan di forum itu, beliau tidak tahu bahwa saya tergolong precil dari organisasi yang sempat beliau tidaksukai. Saya tidak mau membalas beliau yang saya rasa punya sebab untuk bersikap seperti itu. Saya tidak mau membalas, disamping tidak berani (hehe), pun itu sangat tidak beradab, juga itu bukanlah solusi. Sama sekali bukan solusi. Dan di samping itu, juga saya tidak mau terjebak dalam penggeneralisiran yang tidak adil dalam menyikapi kejadian semacam itu. Saya yakin tidak semua orang dari golongan beliau bersikap seperti beliau. Dan saya berdoa mudah2an kebencian semakin sirna. Saya pun tetap menghormati beliau sebagai tokoh agama yang tidak patut saya hina. Apapun itu, maafkan kami ya Robb..
Tapi memang, terkait penyakit kebencian di antara kita akhir-akhir ini. Contoh saja dampak perasaan ini dalam kasus penyebaran isu dan berita. Sering kita menyebar setiap berita apa saja yang bisa mendukung perasaan kita. Perasaan benci, senang, dengki dan lain-lain. Asalkan kita puas. Kita tidak peduli apakah berita itu benar atau salah. Kita sering tidak peduli apakah Quran Surat Al-Hujurot ayat 6 itu ada atau tidak. Padahal kita sering membaca(?) al-Quran. Yang terpenting berita itu bisa mendukung dan memuaskan emosi kita yang sarat akan kedengkian, kebencian kepada suatu golongan, dan kejahatan hati lainnya. Dan kita juga sering terperosok dalam penggeneralisiran kasus yang sangat tidak adil. Atau bahasa lainnya: dzolim. Fenomena seperti inilah yang membuat kita semakin gagal dalam mewujudkan kekuatan dan kerahmatan Islam yang sering kita gembor-gemborkan. Ini salah kita semua. Dan menjadi PR kita bersama dalam menjalankan amanah Rasul sebagai umat yang harusnya saling mencintai. Akal kita sering sirna digerus kedengkian, kebencian, dan fanatisme golongan. Bahkan kemunduran akhlak semacam ini semakin didukung oleh kemajuan teknologi informatika. Saya melihat betapa mereka yang saya tau selalu membenci fanatisme dan kedengkian suatu golongan,--atau mungkin diri saya juga termasuk--justeru tidak jarang terjebak dalam fanatisme dan kedengkian yang sama. Meskipun dalam kubu yang berbeda. Bahkan di titik tertentu kita justeru merasa paling soleh, paling benar, padahal kita sendiri yang selalu bilang, "jangan merasa paling benar, baru belajar Islam kemaren aja bla bla bla..". Itulah sekedar contoh kesombongan dan kedzaliman yang menjangkit kita padahal kita selalu membencinya. Karena kita diselimuti emosi, kedengkian, hingga akal-hati mengeras secara otomatis.
Tapi, sekali lagi, saya bukanlah orang yang merasa bersih dari penyakit hati semacam itu. Saya mohon ampunanNya. Tapi jujur, saya tidak suka dengan itu. Dan saya berusaha mengajak diri pribadi yang sering kelupaan, agar kembali menahan emosi, membuang kedengkian, kebencian dan fanatisme buta. Sekali lagi, maafkan saya.
Saya mengajak diri pribadi dan teman-teman saya, sebagaimana guru saya katakan, agar setidaknya jangan kita menjadi pemecah belah umat, kalau kita tidak bisa menjadi pemersatu umat.
Lihat juga QS. Al-Hujurot ayat 10-13, dan lihat juga hadits-hadits yang menjelaskan pentingnya ukhuwah Islamiyah.
Allahu A'lam
Ihdina sShirothol Mustaqim..
Dhika Yusuf
Yogyakarta, 22 Desember 2016
Sumber gambar :
f.fwallpapers.com/images/red-love-heart-33.jpg
0 Response to "Lebih Baik Cinta Bertepuk Sebelah Tangan daripada Keluarga Harus Hancur Berantakan"
Posting Komentar