Janji Itu Tetap Kupegang
April 06, 2017
Add Comment
Saat itu ayam mulai berkokok dengan suaranya yang membahana, jendela yang telah terbuka membawa angin dingin yang menelisik kulit, menggangu kenyamanan tidur kedua orang anak yang sedang tidur dengan pulasnya. Dari dapur, teriaklah suara ibu mereka “Ayas, Mira bangun” , terlonjak kaget kedua anak tersebut dan tergesa-gesa berlari ke kamar mandi untuk mengambil wudhu, selesai itu mereka berdua mengerjakan sholat shubuh berjamaah dan mulai menjalani rutinitas mereka di waktu shubuh yaitu menghafal quran. Mengambil posisi dan tempat masing-masing yang menurut mereka nyaman untuk menghafal dan tenggelamlah mereka dalam quran mereka.
Syaiful seorang karyawan di PT. Ivomas Pratama, dan istrinya yang sangat cantik bernama Salma merupakan seorang ibu rumah tangga yang sangat penyayang. Mereka memiliki sepasang anak yang ganteng dan manis, Muhammad ayas dan Azkia Felisya Almira. Keluarga mereka hidup dalam keharmonisan. Mereka juga sangat disegani oleh masyarakat atas sikap keluarga pak Syaiful yang selalu ramah kepada masyarakat.
Ayas dan Mira merupakan anak yang patuh kepada kedua orang tua mereka, mereka juga sangat pandai baik dalam bidang umum maupun keagamaan. Jadwal keseharian mereka telah diatur dari bangun tidur hingga tidur kembali, hal itu membentuk kepribadian mereka selama ini. Setiap kali ada perlombaan Maulid Nabi SAW dan Isra’ Mi’raj, Ayas dan Mira menjadi bintang di masyarakat, mereka mengikuti lomba MTQ ( Musabaqoh Tilawatil Quran), MHQ ( Musabaqoh Hifzhil Qurran), Pildacil dan Adzan. Mereka selalu mendapat juara, bahkan pernah di satu kegiatan Isra’ Mi’raj mereka mampu merebut 6 Piala sekaligus. Masyarakat sangat bangga kepada kedua anak tersebut dan tentunya kagum kepada orang tua mereka yang bisa mendidik kedua anak tersebut sehingga menjadi bintang pada masa itu.
Saat SMP, Ayas dimasukkan ke pesantren oleh kedua orang tua mereka di Medan, dan Mira melanjutkan sekolahnya di PT tersebut. Awalnya ibu Salma sangat berat hati jauh dari anaknya, namun lama-kelamaan ibu Salma terbiasa, karena ini juga demi masa depan anaknya dengan membekali mereka ilmu agama dan berharap nantinya mereka ingin anaknya bisa mendoakan mereka terus setelah mereka tiada. Mira sangat kesepian ditinggal oleh kakaknya, namun Mira akhirnya terbiasa juga dengan rutinitas sekolah dan hariannya.
Pak Syaiful dan bu Salma hanya ingin mewariskan ilmu kepada kedua anak mereka, dan ingin membuat kedua anak mereka menjadi Hafizh/ah quran, karena itu sangat langka. Mereka juga membekali Ayas dan Mira dengan kemampuan umum, keterampilan dan seni. Pernah suatu hari bu Salma berkata kepada anaknya, “ anakku ibu hanya ingin mewarisi engkau dengan ilmu, jadilah pejuang ilmu dimanapun berada, dan jadilah seorang Hafizh/a h quran agar nantinya ada yang menolong ibu dan bapak ketika tiada, jadilah orang yang langka, karena itu sangat berharga”.
Ketika tahun 2011, tepatnya waktu Dhuha menjadi kenangan sedih bagi keluarga pak Syaiful, bu Salma meninggal dunia kembali kepada pangkuan sang Ilahi. Selama ini bu Salma telah mengidap penyakit kanker darah, namun Ayas dan Mira tidak mengetahuinya. Pak Syaiful menelepon kedua anak mereka untuk menyuruh pulang, Ayas saat itu sedang kuliah, dan Mira berada di pesantren sedang melanjutkan studinya. Ayas langsung kembali kerumah, memandikan dan menyolatkan sang ibu, sampai mengantarnya ke tempat peristirahatan terakhir. Mira sangat kaget mendengar hal tersebut, air mata mulai mengucur sepanjang jalan menuju rumahnya, Mira tidak menyangka kejadian itu terjadi. Mira sangat ingin bertemu dan melihat wajah ibunya. Namun Allah berkehendak lain, jalanan sangat macet, dan Mira akhirnya sampai dikuburan ibunya tanpa melihat wajah terakhir sang ibu. Menagis tersedu-sedu diatas pusaran ibunya, dan terus berteriak Mira ingin lihat ibu, mau cium ibu, kenapa pergi dulu sebelum Mira datang. Mira sangat menyesalkan semuanya pada saat itu, hatinya remuk redam mendengar ibunya telah tiada tanpa mengucapkan kata-kata terakhir.
Sepeninggal Bu salma, Ayas dan Mira kembali melanjutkan studinya, pak Syaiful kembali kerja dan menjadi orangtua tunggal. Mira masih sering menangisi kepergian ibunya, dan terus mengingat semua nasehat ibunya, menjadi Hafizh/ah quran. Sampai saat ini Mira masih terus menghafal quran untuk memenuhi janji kepada ibunya, karena hanya itulah bukti baktinya kepada ibunya dan ayahnya.
Perjalanan Mira dalam menghapal quran penuh dengan godaan, terkadang Mira merasa semangat namun tak jarang juga rasa malas menghantuinya. Ketika rasa malas menghantuinya Mira kembali mengingat wajah ibunya dan mengingat kembali nasehat ibunya, semangat kembali menghampirinya, tekadnya sangat kuat dan terus yakin dia bisa mewujudkan cita-citanya. “Jika ada kemauan pasti ada jalan”, begitu pikirnya. Ketika bosan menghampiri Mira dalam menghapal quran, Mira mencari kegiatan lain dahulu, membaca buku, nonton, atau sekedar lari-lari kecil disekitar ruangan menghapal, setelah rasa bosan menghilang Mira meneruskan kembali hapalannya.
Dengan menjadi seorang Hafizh/ah quran Mira berharap bisa meringankan siksa kubur ibunya dan bisa nantinya memberikan mahkota tersebut kepada ibu dan ayahnya, dan akhirnya janji itupun terwujud. Wisuda hafizh/ah quran sudah didepan mata, saatnya Mira menerima ijazah dan penghargaan, tanpa terasa air mata mulai turun, mengingat kembali nasehat ibunya, dan sedih karena saat itu ibunya tidak bisa melihatnya secara langsung. Hanya ayah dan kaka Ayas yang menghadiri wisudanya. Ayah Mira tersenyum bangga melihat Mira akhirnya berhasil menjadi Hafizhah quran, dan tentunya Mira sangat senang karena akhirnya Mira bisa mewujudkan janji itu kepada Ibunya. Mira akan terus memegang janji itu Ibu.
picture by :
https://s-media-cache-ak0.pinimg.com/736x/0e/70/fb/0e70fb896b79f80f62c74c617769d231.jpg
0 Response to "Janji Itu Tetap Kupegang"
Posting Komentar