-->

CINTA FAHMI UNTUK AYAH DAN BUNDA


Sejak kecil, Fahmi adalah sosok remaja yang taat beribadah dan juga dikenal sebagai remaja yang rajin ke masjid, tidak jarang dia pun mengajak teman-teman sebayanya untuk bersama-sama ke masjid. Suatu ketika, Fahmi yang sedang berjalan ke masjid memergoki ayahnya yang tidak sholat dan justru bermain judi bersama temannya. Fahmi sudah merasa bosan melihat tingkah ayahnya beberapa bulan terakhir ini. Karena naik karir, malah digunakan ayahnya dengan hura-hura. Seusai sholat, Fahmi langsung menghampiri ayahnya dan meminta segera pulang, beralasan Fahmi sakit. Akhirnya, ayah Fahmi pun pulang. Sambil berpura-pura sakit, Fahmi berjalan bersama ayahnya menuju rumah. Setibanya di rumah, Fahmi meminta ayahnya untuk malam ini menemani Fahmi tidur bersamanya.
Setelah ayahnya tidur, Fahmi bangun dari pura-puranya, dan ia mendapati sebuah surat yang terselip di saku ayahnya, Fahmi pun mengambilnya dengan pelan-pelan. Ia baca surat yang beralamatkan untuk ayahnya itu.

“Dari Istrimu Tercinta,
Suamiku, saat ini aku sehat dan berdoa agar kau tetap sehat. Aku mencintaimu dan anak kita, tapi maafkan aku. Aku hanyalah wanita biasa yang hanya bisa mencoba sebaik mungkin selalu melayanimu dan mengurus anak kita. Jujur ketika menulis surat ini aku sangat sedih dan tak mampu menahan tetes air mata ini, aku hanya bisa berharap semoga kepergianku ini menjadikan kamu sadar.”

Fahmi sontak terkejut dengan apa yang ia baca saat itu, jujur Fahmi tidak kuat menahan air matanya. Namun, dia tidak boleh membangunkan ayahnya untuk langsung mengetahui jawabannya.
Batin fahmi, “Benarkah surat ini dari ibuku, aku tak pernah tahu siapa ibuku, dimana dia, dan tak pernah terpintas sedikitpun sosok ibuku di dalam benakku. Sst, sebentar rasanya aku pernah melihat ayah sendiri melamun memandangi sebuah foto”.
Fahmi pun segera bangkit menuju kamar ayahnya dan mencari-cari foto yang pernah ayahnya pandangi. Akhirnya, Fahmi menemukannya di lemari baju ayahnya yang diselipkan di bawah tumpukan bajunya. Fahmi memandangi foto tersebut. Ternyata benar foto seorang wanita, di belakang tertera tulisan 20-09-2001. Foto ini persis 1 tahun setelah Fahmi lahir. Fahmi mengingat-ingat saat ia masih kecil, namun usahanya sia-sia karna tidak ada ingatan yang bisa ia ingat sedikitpun tentang sosok ibu.
“Fahmi.. Fahmi.. dimana kamu, Nak ?” (teriak keras ayahnya)
Fahmi pun bergegas mengembalikan foto itu semula, namun teriak ayahnya semakin keras terdengar di depan pintu. Fahmi pun terpaksa bersembunyi di kolong tempat tidur. Ternyata dugaanya benar bahwa ayahnya akan masuk kekamarnya.
“Untung saja Fahmi tidak masuk ke kamar ayah.” batin Ayah Fahmi
“Selama 16 tahun ini, memang aku tidak pernah masuk ke kamar ayah kecuali ketika ayah butuh bantuanku dan akupun tidak boleh membuka-buka apa yang ada di dalam lemari itu” batin Fahmi.
Ayah Fahmi pun keluar dan mencari Fahmi lagi, karena khawatir dengan kondisinya yang sedang sakit. Kesempatan itu Fahmi manfaatkan untuk segera kembali ke kamarnya. Setelah Fahmi kembali ke kamar, justru ia penasaran dengan foto yang sama di dalam dompet ayah yang tergeletak di kamarnya. Fahmi yakin jika dia bundanya.
“Fahmi… Fahmi, dimana kamu, Nak ?”
“Saya di kamar, Yah.”
Ayah Fahmi pun segera ke kamar Fahmi.
“Dari mana saja kamu, Nak ? Kamu kan sedang sakit. Tidurlah lagi !”
“Maaf, Yah. Fahmi tadi di kamar kecil.” (Ia terpaksa berbohong)
Tidak sadar waktu itu pukul 01.00 malam. Fahmi pun tidur lagi, namun masih ada sisa penasaran di dalam hatinya. Malam itu, Fahmi tidak bisa sejenak memejamkan matanya, ia lirihkan langkahnya dan senyapkan munajatnya agar ayahnya tidak mendengarkan isak doanya.
Lantas, dia segera mengambil air wudhu lalu sholat malam hingga genap 11 rakaat. Dia lantunkan untaian puisi agung Sang Maha Pencipta. Fahmi menangis bak hujan deras yang membasahi kedua pipinya.
“Yaa Rabbi, aku begitu polos untuk memahami semua masalah keluarga ini, apa yang harus Fahmi lakukan ? Kumohon beri Fahmi jalan keluar dan sadarkan ayah hamba. Aamiin Yaa Rabb.”
Tak heran ayah Fahmi adalah manager di sebuah perusahaan financial terkemuka di Indonesia, dengan naik jabatan ayahnya ini, justru ayahnya lebih rajin berjudi dan mabuk-mabukan. Tapi, ayahnya tak jarang memarahi Fahmi jika ingin ikut-ikutan seperti ayahnya. Sebenarnya Fahmi hanya ingin menyindir, agar ayahnya sadar.
“Ayah kapan engkau sadar, Ayah dimana bunda ?…..” Mengigau Fahmi tertidur dalam saduhnya membaca Al-Qur’an.
“Nak, badan kamu panas sekali.” ujar ayah ( sambil membelai rambut Fahmi)
“Bunda, Yah. Dimana bunda, Yah ?” (sambil mengigau). Kemudian ayahnya mengangkat Fahmi kembali ke kasurnya.
“Nak, bundamu sudah meninggalkan kita, nanti ayah antar ke dokter “ ujar ayah (sambil menyembunyikan perasaannya).
Terheran ayahnya, kenapa tiba-tiba Fahmi bertanya ibunya, padahal dia tahu jika ibunya sudah meninggal sejak lama. Ada apa gerangan yang membuat Fahmi demikian.
Sebulan berlalu, Fahmi selalu tanya tentang bundanya, bagaimana ayahnya jatuh cinta ke bundanya. Ternyata bunda adalah wanita pertama yang ada di hati ayah, dan ayah tak pernah pacaran. Dan bundanya adalah orang yang rajin beribadah. Fahmi terus membayangkan wajah bunda. Nama yang indah yang diberikan ibunya juga ia ketahui  yakni “Fahmi Saifullah” orang yang kelak menjadi pedang Allah dengan ilmunya dan kefahamannya. Dari cerita itu membuat Fahmi terus belajar Islam secara mendalam.
Dua tahun berlalu, kerinduannya pada sosok ibunya tak tertahankan lagi, Fahmi pun selama itu mencoba menyadarkan ayahnya untuk berhenti dengan dosanya namun, juga tak kunjung bisa. Akhirnya, Fahmi memutuskan untuk membongkar seluruh isi yang ada di kamar ayahnya.
“Yah, satu bulan lagi Fahmi ujian, Yah. Fahmi juga ingin kuliah di Al-Azhar, Mesir.” Ujarnya sambil berseri-seri
“Kenapa harus jauh—jauh, Nak ?”
“Fahmi ingin menjadi doa bunda pada nama ini.”
“Apa kamu tahu, agamalah yang membuat ayah seperti ini !”
“Istighfar, Yah.”
“Sudahlahlah, Nak. Berangkatlah ke sekolah. Dan mengenai keinginanmu ke Al-Azhar, ayah tidak izinkan. Kamu harus kuliah di jurusan Manajemen Bisnis. Titik.”
“Tapi, Yah..”
“Tidak ada tapi, agama tidak akan membuatmu bahagia !”
“Apa ayah bahagia dengan keadaan ayah saat ini ?”
“Plakkk, sudah berani ya kamu sama ayah !” Tamparan mengenai pipi kiri Fahmi.
“Sudah pergi sana ke sekolah !” (sambil menyesal menampar Fahmi)
Fahmi bimbang dengan rencananya, sampai ujian selesai dan penerimaan ijazah Fahmi masih mengurungkan niatnya untuk membongkar kamar ayahnya agar ia tau kebenaran di mana sebenarnya bundanya berada.
Akhirnya, Fahmi istikharah dengan keadaannya, memohon pilihan terbaik. Dan ternyata pilihan terbaik adalah tetap membongkar kamar ayahnya.
“Fahmi, hari ini kamu tes universitas kan, kalo kamu keterima ayah belikan mobil untuk kamu.”
“Iya, Yah.”
“Ya sudah, ayah berangkat kerja sekarang, karena ada kolega baru yang harus ayah temui.”
“Hati-hati, Yah di jalan.”
Fahmi menggurungkan niatnya untuk tes ke universitas, dan akhirnya Fahmi membongkar seluruh isi kamar ayahnya. Dan tidak ia ketemukan apa yang dia inginkan yaitu alamat ibunya, lantas dia pun membongkar semua yang ada di ruang kerja pribadi ayahnya namun tidak juga ia ketemukan.
“Fahmi, apa yang kamu lakukan ?”
“Yah, kenapa pulang ?” (raut cemas)
“Kolega ayah baru saja memberitahukan bahwa ia delay di bandara Singapura. Tapi, apa yang kamu lakukan di sini, bukannya kamu ikut tes hari ini ?” (penuh tanda tanya)
“Ya Allah Tuan, ini kamar tuan kok berantakan !” Seru Bibi Nun
Kemudian ayah Fahmi menuju kamarnya dan sontak naik darah, dia marah besar. Dan memukul serta menghajar Fahmi.
“Sudah ku bilang, kamu tidak boleh masuk ke kamar ayah !”
“Sudah, Tuan. Kasian den Fahmi !” seru bibi Nun
“Maaf, Yah. Fahmi hanya ingin tahu bunda dimana..” (sambil menangis tersedu-sedu)
“Sekarang juga kamu pergi dari rumah ini ! Pergi !! Kamu bukan anak ayah lagi !”
Fahmi pun pergi dari rumah setelah mengemasi semua barangnya, dan tanpa dia tau dimana alamat ibunya. Dia serahkan semua jalan hidupnya kepada Allah. Dia tak tahu harus kemana dan harus tinggal dimana.
Singkat cerita, empat tahun kepergian Fahmi dari rumah. Hidup ayahnya hancur, perusahaan yang dipimpin ayahnya kolaps dan ayah Fahmi harus hidup susah dengan banyak hutang. Saat itulah ayah Fahmi tersadar dengan dosanya, karena sudah berbuat salah dengan keluarganya dan istrinya. Dia selalu bertengkar dengan istrinya ketika dia baru mengandung Fahmi. Dia selalu memukul istrinya, dan selalu memarahinya, ketika ayahnya belum menjadi manager di perusahan itu. Istrinya bekerja sebagai akuntan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan susu Fahmi sampai usia 5 tahun, dia terus mengirim uang kepada ayah Fahmi.
Ayahnya juga selalu mencari tahu dimana Fahmi berada dan tak kunjung ia ketahui dimana Fahmi, tapi dia dapat kabar jika Fahmi pergi ke Mesir. Tak tahu untuk belajar atau kerja karena ijazahnya pun masih tertinggal di rumah.
“Ah, lama sudah aku tak menginjakkan kakiku di Indonesia “ Ujar Fahmi.
Fahmi saat ini tinggal di Jakarta, dan dia melihat baliho besar tertuliskan “Audisi Da’i” di salah satu acara televisi swasta. Di usianya yang sudah 22 tahun, dia merantau ke Mesir untuk bekerja serampangan, lewat kenalan temannya dia dapat bekerja di Mesir dan setelah bekerja Fahmi ikut halaqoh-halaqoh yang ada di setiap masjid di Kairo. Awalnya, Fahmi kesulitan memahami bahasa Arab yang digunakan orang-orang di Kairo. Tapi, ada teman baiknya yang selalu mengajari Fahmi belajar bahasa Arab. Semua itu hanya kenangan, dan Fahmi ingin kembali ke Kairo bukan sebagai TKI tapi sebagai mahasiswa.
“ Yaa Rabii, aku sudah terpisahkan dengan bunda selama 20 tahun lebih dan terusir dari rumah ayah, tapi aku tak ingin kehilangan Engkau, hanya Engkau yang selalu mendengarkan doa-doaku selama ini.”
Fahmi pun mengikuti seleksi audisi tersebut, materi yang ia sampaikan sangat menarik juri hingga akhirnya meloloskannya. Dengan konsisten sampai akhir acara, Fahmi selalu menyampaikan materi “Birul Walidain”. Ada salah satu juri yang penasaran, dimana keberadaan keluarga Fahmi yang tidak pernah datang untuk mendukung Fahmi, padahal Fahmi selalu menyampaikan materi yang bagus dan menginspirasi.
Saat itu pula dalam acara live, Fahmi mengangis dan tak sanggup berkata-kata. Dan akhrinya, seorang juri menghampiri Fahmi dan ia mengangkat tangan Fahmi.
“Kita tak tau apa yang terjadi dengan dirimu, yang kami tahu kamu adalah calon da’i yang akan membuat umat Islam ini terinspirasi dengan ceramah-ceramahmu.”
“Selama 20 tahun lebih, saya kehilangan ibu saya dan 4 tahun saya harus pergi menuntut ilmu di Kairo dengan status TKI, saya hanya ikut sekolah tak formal namun saya hanya ingin keluarga saya bersatu lagi, untuk itu saya sampaikan materi agar orang-orang selalu berbakti kepada orang tua, karena saya tak bisa berbakti kepada mereka terlebih kepada bunda. Sedangkan saya tak pernah bertemu bunda sekalipun.” Seisi studio dibuat menangis oleh kisah singkat Fahmi.
Tiba-tiba tak di sangka, datanglah seorang laki-laki tua yang memakai peci dan koko, dan dari arah yang lain, datanglah seorang perempuan yang sudah tua menahan tangisnya dan berjalan menuju panggung.
“Ini bunda, Fahmi. Bunda selalu melihat Fahmi.” sambil memeluk Fahmi erat-erat dan tak ingin melepaskannya.
“Kamu benar, Fahmi. Ayah yang salah. Maafkan, Ayah.” Ujar ayahnya sambil menangis haru.
Keduanya memeluk erat Fahmi dengan diiringi tepuk tangan seluruh isi studio dan isak tangis mereka berdua.
Dan akhirnya, Fahmi di berikan beasiswa full ke universitas Al-Azhar dari acara itu karena ia dinyatakan sebagai juara satu dan mendapatkan hadiah untuk berangkat haji bersama kedua orang tuanya.
“Fahmi, maafkan bunda meninggalkan Fahmi. Karena bunda yakin dengan doa bunda pada namamu, kelak akan menyadarkan ayah dan kini kamu berhasil, Fahmi. Bunda bangga padamu.” ujar bunda Fahmi

-selesai-

Penulis : Sam Ryzal Wily Purnansah ( Teknik Industri 2013 )

0 Response to "CINTA FAHMI UNTUK AYAH DAN BUNDA"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel