Oktober 24, 2016
Add Comment
KARTO WAKIL RAKYAT
http://purwoudiutomo.com/wp-content/uploads/2012/07/karikatur-gedung-dpr2.jpg
Sebagai wakil rakyat yang jujur dan disiplin, Karto selalu hadir dalam rapat MPR. Karto bercita-cita menjadi seorang pemimpin yang benar-benar menjaga amanah rakyatnya. Karto ingin menyuarakan jeritan ribuan anak jalanan Indonesia, desahan para buruh pabrik, bahkan, sampai-sampai pengamen jalananpun tak luput dari perhatiannya. Menurut Karto, wakil rakyat harus bisa menjadi tumpuan harapan orang-orang kelas bawah.
Hari ini, Karto ada rapat akbar mengenai rencana pembangunan gedung MPR yang baru. Sidang itu diketuai oleh bapak ketua MPR sendiri, sekaligus sebagai pemimpin sidang. Gedung yang luas itu dihadari oleh anggota DPR dan para wartawan.
Pak MPR membuka sidang dengan suara penuh wibawa serta penuh perhatian, peserta yang terdiri dari pers mendengarkan dengan antusias, bahkan kadang juga sibuk mencatat dan merekam apa-apa saja hal yang dianggap penting dari omongan pak MPR. Lain hal dengan para pers, peserta sidang satunya lagi, yang terdiri dari wakil rakyat, itu mengangguk-angguk. Karto sendiri tahu itu bukanlah dari ekspresi berkata “Ya...” atau “Benar!”, Bahkan juga tidak akan masuk akal jika dikatakan itu adalah ekspresi “Setuju!” Bahkan orang yang mengangguk-angguk samping Karto itu sudah terlungkup diatas meja, ”Dasar aje ni wakil rakyat, kerjenye....molor...muluk, kapan bangsa ni mauk maju!” Batin Karto pada orang disampingnya itu. Dan ada juga dari wakil rakyat yang tidak menangguk-angguk kepala, mukanya cengengesan didepan layar smartphone dan Ipad, masing-masing.
Meski begitu kelakuan wakil rakyat, namun Karto dan beberapa rekannya yang satu prinsip dan banyak juga jumlahnya tetap semangat. Mereka benar-benar menjaga amanah yang telah diberikan kepadanya dan menjadi tanggung jawabnya itu.
“Kesimpulan dalam sidang pada hari ini adalah, perencanaan pembangunan gedung MPR yang baru, dikarenakan gedung MPR yang sekarang dirasakan sudah sangat sesak dan kurang layak untuk digunakan.” Kata ketua MPR akhirnya.
“Setuju...!” Sebagian peserta sidang jadi bersemangat.
Jujur saja, Karto keberatan dengan usul tersebut, baginya ini bukanlah hal yang tepat. Karto masih membayangkan rumah-rumah janda tua yang sudah hampir-hampir roboh, juga rumah beratap bolong milik para pemulung, bahkan anak-anak jalanan yang tertidur didepan ruko-ruko dekat pasar. "Oh..malangnya mereka" Batin Karto. Dan Karto merasa merekalah yang harus diutamakan.
“Saya kurang setuju dengan hasil sidang -Seorang peserta sidang angkat bicara-Karena, saya rasa yang lebih dibutuhkan bangsa ini adalah bagaimana kesejahteraan rakyat!”
Bunyi teriakan seperti Wu.....wu....., datang dari peserta sidang kalangan DPR, namun tidak sedikit juga yang mengangguk setuju, Karto misalnya, ia sangat setuju dengan pendapat tersebut. Kesejahteraan dan keadilan, adalah tujuan utama negeri ini.
sidang tampak ramai, dan terpecah menjadi dua kubu. Satu sisi yang pro pembangunan gedung MPR yang baru dan satu sisinya lagi kontra akan hal itu.
Kedua kubu saling berdebat dan adu argument. suasana menjadi semakin panas. Anggota sidang yang tadinya sibuk dengan facebook-an, chating-an, bahkan nge-games, menutup gadget-nya. Yang tadinya lagi mimpi-mimpi indah, mendadak bangun dan ikut dengan masa, debate terasa semakin seru saja.
Semua peserta sidang berdiri mempertahankan pendapatnya, ada yang mengepal tanganya, ada juga yang mengacungkan tangan kedepan muka orang lain sambil mencaci-maki. Para pers semangat melihatnya, malahan sekarang mereka menjepret gila-gilaan.
Karto ngeri melihatnya, “Ini tak pantas dilakukan anggota DPR, bukankah seharusnya DPR itu harus bersikap bijaksana dan jadi teladan bagi rakyat. Sidang ini harusnya jadi jembatan harapan rakyat, bukan sebagai ajang untuk mencaci maki dan main tonjokan.” Batin Karto.
Karto hanya mendesah begitu, karena ia ketakutan minta ampun. Karto jadi shock. Ya.....Karto memang pandai dalam menjaga amanah rakyat. Tapi bukan berarti Karto adalah orang yang ahli dalam berorasi dan meredam amarah peserta sidang yang serasa uap air mendidih.
Sekarang sidang menjadi kacau balau. Wartawan sibuk dengan kameranya dan para DPR sibuk main tonjokan. Ketua MPR sangat geram melihatnya, ia memukul palu berpuluh-puluh kali. Tidak ada yang mendengar, lalu dilemparinya ke masa yang mengamuk. Para pers semakin sibuk menjepret dengan kameranya, Karto tahu keributan di sidang ini akan menjadi berita terpanas khusus pekan ini.
Tiba-tiba, palu ketua MPR melayang-layang di atas masa, pasti seseorang melemparnya lagi, Karto tepat berada dibawahnya, dan tiba-tiba.......... Gelap.
..........................................................................................................................................
Cahaya mentari mulai berpendar di langit-langit timur, suara ayam jantan tetangga berkokok nyaring seperti biasanya, Karto tidak merasakan keanehan hari ini. Ia bangun dan melihat sekeliling, “sama” pikirnya. Karto tahu ini dalam rumahnya, atap yang bolong belum sempat dibetulkan, kardus berjejer di dinding rumah, dan Ajeng yang berdiri dengan seragam kusam yang didapatinya di tempat sampah kemaren.
“Be,..kapan SPP Ajeng dibayar?” seperti biasa Ajeng menanyakan hal yang itu-itu saja.
“Udah tiga bulan be...! Ajeng malu kalau ditagih terusan sama pak guru.”
“Ya,..nanti kalo babe punya uang!” Jawab karto seperti biasa, yang juga itu-itu saja.
Ajeng manyun ke sekolah, terpaksa ia harus mendengar omelan Pak Karlan di sekolah.
Karto mulai siap bekerja, karungnya yang tergantung di dinding adalah kawan sejatinya dalam mengumpulkan pundi-pundi sampah yang akhirnya dapat ditukar dengan lembaran rupiah. Di depan pintu Karto merasakan udara pagi. Segar. Entah mengapa Karto merasa sangat bersemangat untuk mengumpulkan sampah lebih banyak hari ini.
Karto benar-benar lupa mimpinya jadi DPR, ah.., jangankan mau mikirin rakyat, urusan sendiri aja nggak kelar-kelar. Jangankan mikirin nasib orang lain, nasib sendiri aja belum tentu mujur. Utang beras diwarung Bu Surti yang belum lunas, belum lagi SPP Ajeng yang nunggak tiga bulan. Karto benar-benar sudah lupa akan mimpinya.
Karya : Abdul Kadir Jailani
Jurusan : Ilmu Komunikasi, Fakultas Imu Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (angkatan 2015)
http://purwoudiutomo.com/wp-content/uploads/2012/07/karikatur-gedung-dpr2.jpg
Sebagai wakil rakyat yang jujur dan disiplin, Karto selalu hadir dalam rapat MPR. Karto bercita-cita menjadi seorang pemimpin yang benar-benar menjaga amanah rakyatnya. Karto ingin menyuarakan jeritan ribuan anak jalanan Indonesia, desahan para buruh pabrik, bahkan, sampai-sampai pengamen jalananpun tak luput dari perhatiannya. Menurut Karto, wakil rakyat harus bisa menjadi tumpuan harapan orang-orang kelas bawah.
Hari ini, Karto ada rapat akbar mengenai rencana pembangunan gedung MPR yang baru. Sidang itu diketuai oleh bapak ketua MPR sendiri, sekaligus sebagai pemimpin sidang. Gedung yang luas itu dihadari oleh anggota DPR dan para wartawan.
Pak MPR membuka sidang dengan suara penuh wibawa serta penuh perhatian, peserta yang terdiri dari pers mendengarkan dengan antusias, bahkan kadang juga sibuk mencatat dan merekam apa-apa saja hal yang dianggap penting dari omongan pak MPR. Lain hal dengan para pers, peserta sidang satunya lagi, yang terdiri dari wakil rakyat, itu mengangguk-angguk. Karto sendiri tahu itu bukanlah dari ekspresi berkata “Ya...” atau “Benar!”, Bahkan juga tidak akan masuk akal jika dikatakan itu adalah ekspresi “Setuju!” Bahkan orang yang mengangguk-angguk samping Karto itu sudah terlungkup diatas meja, ”Dasar aje ni wakil rakyat, kerjenye....molor...muluk, kapan bangsa ni mauk maju!” Batin Karto pada orang disampingnya itu. Dan ada juga dari wakil rakyat yang tidak menangguk-angguk kepala, mukanya cengengesan didepan layar smartphone dan Ipad, masing-masing.
Meski begitu kelakuan wakil rakyat, namun Karto dan beberapa rekannya yang satu prinsip dan banyak juga jumlahnya tetap semangat. Mereka benar-benar menjaga amanah yang telah diberikan kepadanya dan menjadi tanggung jawabnya itu.
“Kesimpulan dalam sidang pada hari ini adalah, perencanaan pembangunan gedung MPR yang baru, dikarenakan gedung MPR yang sekarang dirasakan sudah sangat sesak dan kurang layak untuk digunakan.” Kata ketua MPR akhirnya.
“Setuju...!” Sebagian peserta sidang jadi bersemangat.
Jujur saja, Karto keberatan dengan usul tersebut, baginya ini bukanlah hal yang tepat. Karto masih membayangkan rumah-rumah janda tua yang sudah hampir-hampir roboh, juga rumah beratap bolong milik para pemulung, bahkan anak-anak jalanan yang tertidur didepan ruko-ruko dekat pasar. "Oh..malangnya mereka" Batin Karto. Dan Karto merasa merekalah yang harus diutamakan.
“Saya kurang setuju dengan hasil sidang -Seorang peserta sidang angkat bicara-Karena, saya rasa yang lebih dibutuhkan bangsa ini adalah bagaimana kesejahteraan rakyat!”
Bunyi teriakan seperti Wu.....wu....., datang dari peserta sidang kalangan DPR, namun tidak sedikit juga yang mengangguk setuju, Karto misalnya, ia sangat setuju dengan pendapat tersebut. Kesejahteraan dan keadilan, adalah tujuan utama negeri ini.
sidang tampak ramai, dan terpecah menjadi dua kubu. Satu sisi yang pro pembangunan gedung MPR yang baru dan satu sisinya lagi kontra akan hal itu.
Kedua kubu saling berdebat dan adu argument. suasana menjadi semakin panas. Anggota sidang yang tadinya sibuk dengan facebook-an, chating-an, bahkan nge-games, menutup gadget-nya. Yang tadinya lagi mimpi-mimpi indah, mendadak bangun dan ikut dengan masa, debate terasa semakin seru saja.
Semua peserta sidang berdiri mempertahankan pendapatnya, ada yang mengepal tanganya, ada juga yang mengacungkan tangan kedepan muka orang lain sambil mencaci-maki. Para pers semangat melihatnya, malahan sekarang mereka menjepret gila-gilaan.
Karto ngeri melihatnya, “Ini tak pantas dilakukan anggota DPR, bukankah seharusnya DPR itu harus bersikap bijaksana dan jadi teladan bagi rakyat. Sidang ini harusnya jadi jembatan harapan rakyat, bukan sebagai ajang untuk mencaci maki dan main tonjokan.” Batin Karto.
Karto hanya mendesah begitu, karena ia ketakutan minta ampun. Karto jadi shock. Ya.....Karto memang pandai dalam menjaga amanah rakyat. Tapi bukan berarti Karto adalah orang yang ahli dalam berorasi dan meredam amarah peserta sidang yang serasa uap air mendidih.
Sekarang sidang menjadi kacau balau. Wartawan sibuk dengan kameranya dan para DPR sibuk main tonjokan. Ketua MPR sangat geram melihatnya, ia memukul palu berpuluh-puluh kali. Tidak ada yang mendengar, lalu dilemparinya ke masa yang mengamuk. Para pers semakin sibuk menjepret dengan kameranya, Karto tahu keributan di sidang ini akan menjadi berita terpanas khusus pekan ini.
Tiba-tiba, palu ketua MPR melayang-layang di atas masa, pasti seseorang melemparnya lagi, Karto tepat berada dibawahnya, dan tiba-tiba.......... Gelap.
..........................................................................................................................................
Cahaya mentari mulai berpendar di langit-langit timur, suara ayam jantan tetangga berkokok nyaring seperti biasanya, Karto tidak merasakan keanehan hari ini. Ia bangun dan melihat sekeliling, “sama” pikirnya. Karto tahu ini dalam rumahnya, atap yang bolong belum sempat dibetulkan, kardus berjejer di dinding rumah, dan Ajeng yang berdiri dengan seragam kusam yang didapatinya di tempat sampah kemaren.
“Be,..kapan SPP Ajeng dibayar?” seperti biasa Ajeng menanyakan hal yang itu-itu saja.
“Udah tiga bulan be...! Ajeng malu kalau ditagih terusan sama pak guru.”
“Ya,..nanti kalo babe punya uang!” Jawab karto seperti biasa, yang juga itu-itu saja.
Ajeng manyun ke sekolah, terpaksa ia harus mendengar omelan Pak Karlan di sekolah.
Karto mulai siap bekerja, karungnya yang tergantung di dinding adalah kawan sejatinya dalam mengumpulkan pundi-pundi sampah yang akhirnya dapat ditukar dengan lembaran rupiah. Di depan pintu Karto merasakan udara pagi. Segar. Entah mengapa Karto merasa sangat bersemangat untuk mengumpulkan sampah lebih banyak hari ini.
Karto benar-benar lupa mimpinya jadi DPR, ah.., jangankan mau mikirin rakyat, urusan sendiri aja nggak kelar-kelar. Jangankan mikirin nasib orang lain, nasib sendiri aja belum tentu mujur. Utang beras diwarung Bu Surti yang belum lunas, belum lagi SPP Ajeng yang nunggak tiga bulan. Karto benar-benar sudah lupa akan mimpinya.
Karya : Abdul Kadir Jailani
Jurusan : Ilmu Komunikasi, Fakultas Imu Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (angkatan 2015)
0 Response to " "
Posting Komentar