HAK TANGGUNGAN
April 21, 2015
Add Comment
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sudah 48 tahun usia Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) No 5 Tahun 1960. Namun selama kurun waktu itu pula persoalan sengketa tanah mengenai hak Milik tak pernah reda. Masalah tanah bagi manusia tidak ada habis-habisnya karena mempunyai arti yang amat penting dalam penghidupan dan hidup manusia sebab tanah bukan saja sebagai tempat berdiam juga tempat bertani, lalu lintas, perjanjian dan pada akhirnya tempat manusia berkubur.
Sebagaimana diketahui sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria berlaku bersamaan dua perangkat hukum tanah di Indonesia (dualisme). Satu bersumber pada hukum adat disebut hukum tanah adat dan yang lain bersumber pada hukum barat disebut hukum tanah Barat. Dengan berlakunya hukum agraria yang bersifat nasional (UU No. 5 Tahun 1960) maka terhadap tanah-tanah dengan hak barat maupun tanah-tanah dengan hak adat harus dicarikan padanannya di dalam UUPA. Untuk dapat masuk ke dalam sisem dari UUPA diselesaikan dengan melalui lembaga konversi.
Konversi adalah pengaturan dari hak-hak tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA untuk masuk sistem dalam dari UUPA (A.P. Parlindungan, 1990 : 1).
Secara akademis dapat dikemukakan bahwa penyebab terjadinya konflik di bidang pertanahan antara lain adalah keterbatasan ketersediaan tanah, ketimpangan dalam struktur penguasaan tanah, ketiadaan persepsi yang sama antara sesama pengelola negara mengenai makna penguasaan tanah oleh negara, inkonsistensi, dan ketidaksinkronisasian. Ini baik secara vertikal maupun secara horizontal peraturan perundang-undangan yang ada kaitannya dengan tanah, praktek-praktek manipulasi dalam perolehan tanah pada masa lalu dan di era reformasi muncul kembali gugatan, dualisme kewenangan (pusat-daerah) tentang urusan pertanahan serta ketidakjelasan mengenai kedudukan hak ulayat dan masyarakat hukum adat dalam sistem perundang-undangan agraria.
Di satu pihak masyarakat masih tetap menggunakan hukum adat sebagai sandaran peraturan pertanahan dan diakui oleh komunitasnya, akan tetapi di lain pihak, hukum agraria nasional belum sepenuhnya mengakui validitas hukum adat tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian Hak Tanggungan?
2. Bagaimana cara Pemberian dan Pendaftaran Hak Tanggungan?
3. Apakah yang dimaksud dengan Sertifikat Hak Tanggungan ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hak Tanggungan
Hak tanggungan, menurut ketentuan Pasal 1 butir 1 Undang-undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan tanah, adalah :
Hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada ha katas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.
Dari rumusan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang hak Tanggungan tersebut dapat diketahui bahwa pada dasarnya suatu Hak Tanggungan adalah suatu bentuk jaminan pelunasan utang, dengan hak mendahulu, dengan objek (jaminan)nya berupa hak-hak atas tanah yang di atur dalam undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau undang-undang Pokok Agraria.
Jika baca ketentuan yang diatur dalam undang-undang Pokok Agraria, dapat lihat ketentuan Pasal 51 undang-undang Pokok Agraria, yang menyatakan bahwa :
a. Pasal 51
Hak Tanggungan yang dapat dibebankan pada Hak Milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan tersebut dalam pasal 25, 33, dan 39 diatur dengan undang-undang.
Selanjutnya dalam sumusan pasal 57 Undang-undang Pokok Agraria dinyatakan bahwa :
b. Pasal 57
Selama undang-undang mengenai Hak Tanggungan tersebut dalam pasal 51 belum terbentuk, maka yang berlaku ialah ketentuan-ketentuan mengenai hypotheek tersebut dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia dan Credietverband tersebut dalam Staatsblad 1908 No. 542 sebagai yang telah diubah dengan Staatsblad 1937 No. 190.
Dengan demikian jelaslah bahwa Undang-undang Hak Tanggungan dibentuk sebagai pelaksanaan dari pasal 51 Undang-undang pokok Agraria, yang menggantikan berlakunya ketentuan-ketentuan mengenai hypotheek yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia dan Credietverband yang diatur dalam Staatsblad 1908 No. 542 sebagai yang telah diubah dengan Staatsblad 1937 No. 190. Hal mengenai pencabutan atau pernyataan tidak berlakunya lagi ketentuan-ketentuan mengenai hypotheek yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia dan Credietverband yang diatur dalam Staatablad 1908 No. 542 sebagai yang telah diubah dengan Staatsblad 1937 No. 190 dapat ditemukan dalam rumusan pasal 29 undang-undang Hak tanggungan yang menyatakan :
c. Pasal 29
Dengan berlakunya undang-undang ini, ketentuan mengenai Credietverband sebagaimana tersebut dalam Staatsblad 1908 - 542 jo. Staatsblad 1909 – 586, dan Staatablad 1909 – 584, sebagai yang telah diubah dengan Staatsblad 1937 – 190jo. Staatablad 1937 – 191, dan ketentuan mengenai Hypotheek sebagaimana tersebut dalam Buku II Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang mengenai pembebanan Hak Tanggungan pada ha katas tanah, beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak berlaku lagi.
B. Pemberian dan Pendaftaran Hak Tanggungan
Ketentuan yang mengatur mengenai pemberian dan pendaftaran hak taggungan dapat ditemukan dalam Bab IV UUHT yang berbunyi :
Pasal 10
1) Pemberian hak tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tangungan sebagai jaminan pelunasan uang tertentu, yangdituangkan didalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut.
2) Pemberian hak tangungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh PPAT sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3) Apabila objek hak tanggungan berupa hak atas tanah yang berasal dari konversi hak lama yang telah memenuhi syarat untuk didaftarkan akan tetapi pendaftarannya belum dilakukan, pemberian hak tanggungan dilakuakan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan.
Pasal 11
1) Didalam Akta Pemberian Hak Tanggungan wajib dicantumkan :
a. Nama dan identitas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan;
b. Domisili pihak-pihak yang sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan apabila di anatara mereka ada yang berdomisili diluar Indonesia, baginya haruspula dicantumkan suatu domisili pilihan di Indonesia, dan dalam hal domisili pilihan itu tidak dicantumkan, kantor PPAT tempat pembuatan Akta Pemberiaan Hak Tanggungan dianggap sebagi domisili yang dipilih.
c. Penunjukan secara jelas utang atau utang-utang yang dijamin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan pasal 10 ayat (1)
d. Nilai anggungan;
e. Uraian yang jelas mengenai objek Hak Tanggungan.
2) Dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan dapat dicantumkan janji-janji antara lain:
a. Janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungn untuk menyewakan objek hak tanggungan dn atu menentukan atau mengubah jangka waktu sewa dan atau menerima uang sewa dimuka, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang hak tanggungan;
b. Janjiyang membatasi kewenangan pemberi hak tanggungan untuk mengubah bentuk atau tata susunan objek hak tanggungan, kecuali dengan persetujuan terulis lebih dahulu dari pemegang hak tanggungan;
c. Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang hak tanggungan berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi letak objek Hak Tanggungan apabila debitor sunggug-sungguh cidera janji;
d. Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang hak tanggungan untuk emneyelamatkan objek hak tanggungan, jika hal itu diperlukan untuk untuk pelaksaan eksekusi atau untuk mencegah menjadi hapusnya atau dibatalkannya hak yang menjadi objek hak tanggungan karena tidak dipenuhi atau dilanggarnya ketentuan undang-undang;
e. Jajni bahwa pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual atas kekutan sendiri objek hak tanggungan apabila debitor cidera janji;
f. Janji yang diberikan oleh pemegang hak tanggungan pertama bahwa objek hak tanggungan tidak akan dibersihkan dari hak tanggungan;
g. Janji bahwa pemberi hak tanggungan tidak akan melepaskan haknya atas objek hak tanggungan tanpa persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan;
h. Janji bahwa pemeggang hak tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari ganti rugi yang diterima pemberi hak tanggungan untuk pelunasan piutangnya apabila objek hak tanggungan dilepaskan haknya oleh pemeberi hak tanggungan atau dicabut haknya untuk pentingan umum;
i. Janji bahwa pemegang hak tanggungn akan memperoleh seluruh atau sebagian dari uang asuransi yang diterima pemberi hak tanggungan untk pelunasan piutangnya, jika objek hak tanggungan diasuransikan;
j. Janji bahwa pemberi hak tanggungan akan mengosongkan objek hak tanggungan pada waktu eksekusi hak tanggungan;
k. Janji yang dimaksud pada pasal 14 ayat (4).
Pasal 13
(1) Pemberian Hak Tanggungan wa jib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.
(2) Selembat-lembatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan Akta pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), PPAT wajib mengirimkan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan dan warkat lain yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan.
(3) Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan membuatkan buku tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan.
(4) Tanggal buku tanah Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya dan dihari ketujuh itu jatuh pada hari libur, buku tanah yang bersangkutan diberi bertanggal hari kerja berikutnya.
(5) Hak Tanggungan lahir pada hari tanggal buku tanah Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
Dari rumusan yang diberikan dalam pasal 10 Undang-undang Hak Tanggungan dapat diketahui bahwa pemberian hak tanggungan harus dan hanya dapat diberikan melalui Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT) yang dapat dilakukan dengan :
1. Secara langsung oleh yang berwenang untuk memberikan Hak Tanggungan, berdasarkan ketentuan pasal 8 Undadang-undang Hak Tangungan yang berbunyi :
Pasal 8
1) Pemberi hak tangungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan yang bersangkutan.
2) Kewenagan untuk melakuakan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ada pada pemberi Hak Tangungan pada saat pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan.
2. Secara tidak langsung dalam bentuk pemberian Surat Kuasa Memembebankan Hak Tanggungan. Untuk ini harus memenuhi ketentuan pasal 15 Undang-undang Hak Tanggungan, dengan memerhatikan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertnahan Nasional No. 4 Tahun 1996 tentang Penetapan Batas Waktu Penggnaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan untuk Menjamin Pelunasan Kredi-kredit Tertentu.
Ketentuan mengenai bentuk Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) dapt dilihat dalam rumusan pasal 15 ayat 1 UUHT yang menyatakan bahwa SKMHT harus dibuat dalam bentuk akta notaris atau akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Dengan demikian SKMHT yang tidak dibuat dengan akta notaris atau PPAT maka dianggap tidak berlaku.
Mengenai ketentuan materil yang harus dimuat dalam SKMHT dapat ditemukan dalam pasal 15 ayat (1) UUHT, yang menentukan bahwa SKMHT yang dibuat dengan akta notaris atau PPAT harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Tidak memuat untuk kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain dari pada membebankan Hak Tanggungan.
b. Tidak memuat kuasa substitusi;
Tidak dianggap sebagai kuasa substitusi adalah pemberian keenagan dalam rangka penugasan yang bersifat perwakilan, misalnya Direksi Bank menugaskan kepala canbang atau pihak lain dalam rangka pelaksaan kuasa yang diberikan kepada bank.
c. Mencantumkan secara jelas objek Hak Tanggungan, jumlah utang nilai tanggungan dan nama serta identitas kreditornya, nama dan identitas debitor apabila debitor bukan Pemberi Hak Tanggungan.
SMKHT adalah surat kuasa yang benar-benar khusus, hanya terbatas untuk memberiakan atau membebankan Hak tanggungan semata-mata. Dalam hak SMKHT telah memenuhi syarat formal dan syarat substansi (materiil), maka ketentuan Pasal 15 ayat (2) UUHT menentukan bahwa Kuasa untuk Membebankan Hak Tanggungan tidak dapat ditarik kembali atau tidak dapat berakhir oleh sebab apapun juga, kecuali karena kuasa tersebut telah dilaksanakan atau karena telah habis jangka waktunya karena :
a. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas tanah yang sudah terdaftar tidak diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 (bulan) sesudah diberikan.
b. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan.
Hak-hak atas tanah yang dapat dibebani oleh hak tanggungan antar lain yaitu Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan,selain itu Hak Pakai atas tanah Negara yang menurut ketentuan hukun wajib didaftarkan dan menurut sifatnya dapat dipindah tanggankan dan dapat juga dibebani Hak Tanggungan.
C. Sertifikat Hak Tanggungan
Penerbitan Sertifikat Hak Tanggungan sebagai bukti keberadaan atau eksistensi Hak Tanggungan dapat ditemukan pengaturannya dalam ketentuan Pasal 14 undang-undang Hak Tanggungan, yang menyatakan sebagai berikut :
Pasal 14
(1) Sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan Sertifikat Hak Tanggunagan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat irah-irah dengan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”.
(3) Sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan petusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse acte hypotheek sepanjang mengenai ha katas tanah.
(4) Kecuali apabila diperjanjikan lain, sertifikat ha katas tanah yang telah dibubuhi catatan pembebanan Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) dikembalikan kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.
(5) Sertifikat Hak Tanggungan diserahkan kepada pemegang Hak Tanggungan.
Dari penjelasan mengenai pendaftaran Hak tanggungan di atas telah diketahui bahwa Undang-undang Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 menganut system pendaftaran registration of titles, yang berbeda dari ketentuan yang diatur dalam Overschrijving Ordonanntie 1834, yang manganut system registration of deeds. Dengan demikian maka untuk memahami fungsi Sertifikat Hak Tanggungan menurut system pendaftaran registration of titles dalam Undang-undang Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, maka harus kembali dahulu mempelajari system pendaftaran hipotek dalam Overschrijving Ordonanntie 1834.
Sebagaimana diketahui, dalam konteks Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Hipotek adalah suatu bentuk jaminan kebendaan, atas benda tak bergerak (termasuk tanah dan yang meletak di atasnya), yang dijaminkan oleh pemilik benda tersebut pada kreditor, sebagai jaminan bagi pelunasan utang. Hipotek sebagai suatu pranata yang diciptakan oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda di Indonesia, pada masa tersebut dituangkan dalam dua macam peraturan yang mengaturnya. Yang pertama adalah yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum perdata Buku Kedua Bab XXI, yang dimulai dari Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232; dan yang kedua adalah yang diatur dalam Overschrijving Ordonanntie 1834. Kedua macam peraturan ini mengatur secara terpisah dan berbenda mengenai hal pembebanan hipotek sebagai suatu bentuk jaminan privilege bagi kreditor atas kebendaan tak bergerak, sebagai pelunasan piutangnya, yang memberikan hak kepada kreditor tersebut untuk, dengan cara menjual secara lelang benda tersebut, selanjutnya mengambil pelunasannya secara mendahulu dari kreditor-kreditor lainnya untuk seluruh piutangnya hingga senilai maksimum hasil penjualan benda tersebut (tidak pari passu dan prorate). Hingga sampai pada diberlakukannya Undang-undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960, peraturan mengenai tata cara pembebanan hipotak yang pernah diberlakukan hanyalah yang termuat dalam Overschrijving Ordonanntie 1834 tersebut. Tata cara pembebanan hipotek menurut Kitab undang-undang Hukum Perdata tidak pernah diberlakukan sama sekali, hingga dicabut dengan undang-undang Hak Tanggungan.
Dengan lahirnya dan berlakunya Undang-undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960, dan yang sesuai dengan jiwa dan falsafah yang terdapat dalam undang-undang tersebut, bahwa semua hak-hak asing yang ada di Indonesia akan dihapuskan secara bertahap, maka pranata hipotek seperti yang dikenal lewat peraturan Kitab Undang-undang Hukum Perdata maupun Overschrijving Ordonanntie tersebut sudah tidak ada lagi. Yang ada adalah pranata Hak Tanggungan menurut Undang-uadang Pokok Agraria, yang menurut ketentuan Pasal 51 Undang-undang Hak Tanggungan akan diatur dalam suatu undang-undang tersendiri (Undang-undang No. 4 Tahun 1996). Sebelum dibentuknya Undang-undang No. 4 Tahun 1996 tersebut, berdasarkan ketentuan peralihan yang diatur dalam Pasal 57 Undang-undang pokok Agraria, di mana dikatakan bahwa sepanjang undang-undang mengenai Hak Tanggungan tersebut belum ada maka yang berlaku adalah ketentuan mengenai hipotek seperti yang diatur dalam Kitab undang-undang hukum Perdata. Jadi, sebenarnya apa yang kita namakan dengan hipotek pada saat itu tidak lain adalah pranata Hak Tanggungan menurut Undang-undang Pokok Agraria yang mempergunakan ketentuan hipotek.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada ha katas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.
Objek hak tanggungan adalah :
1. Hak milik
2. Hak Guna Bangunan
3. Hak Guna Usaha
4. Dan Hak Pakai
Pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu disebut dengan PPAT,, dan pada dasarnya jika APHT dan SKMHT tidak dibuatkan oleh notaris maupun PPAT maka tidak berlaku atau tidak sah akan kepemiliksan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Muljadi ,Kartini Dan Gunawan Widjaja, HAK TANGGUNGAN, Jakarta: Kencana Prenada Media Group,2008
Undang-undang No. 4 tahun 1996 UNDANG-UNDANG HAK TANGGUNGAN
Santoso,Urip S.H., M.H., Pendaftarandan Peralihan Hak atas Tanah, Jakarta: Kencana, 2011
Santoso,Urip S.H., M.H, Hukum Agararia, Jakarta: Kencana, 2012
0 Response to "HAK TANGGUNGAN"
Posting Komentar