-->

DEMOKRASI KAITAN DENGAN HAM DAN JENDER


Makalah ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Politik
Dosen Pengampu:Badrun Alaina



Penyusun :
Ilman Adni Alparisi (11120015)
Sriyono
Wahyu
Kelas SKI A

Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam
Fakultas Adab dan Ilmu Budaya
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
2012




PENDAHULUAN

a. Sebuah awal

Kini telah banyak negara yang menggunakan asas demokrasi sebagai sistem pemerintahannya. Sistem ini dianggap sebagai sistem yang ideal untuk keberlangsungan suatu pemerintahan karena ia lahir dari keinginan rakyat dan bertujuan untuk mensejahterakan rakyat dengan prinsipnya pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Walaupun pada praktiknya cukup sulit akan hal itu.

Kemudian atas keberjolakan yang terjadi di daerah Eropa karena ketidakadilan yang dirasa oleh rakyat atas suatu pemerintahan yang ada, maka diperjuangkanlah hak-hak individu atau yang dikenal sebagai HAM. Diawalai dengan lahirnya Magna Carta yang telah menghilangkan keabsolutan raja, kemudian lahir pula The American Declaration of Independence yang berpandangan bahwa manusia manusia adalah merdeka sejak didalam perut ibunya, sehingga tidaklah logis jika sesuadah lahir ia harus dibelenggu dan pada perkmbangan selanjutnya meyebar keberbagai negara di dunia.

Hak-hak yang tidak terjambah inilah yang menjadi salah satu munculnya isu jender. Wanita yang kurang eksisnya karena berbagai hal baik dari larangan adat, agama maupun lainnya menjadi isu-isu yang merefeksikan gerakan untuk menuntuk persamaan hak.
Dari ketiga bahasan tersebut, akan kami uraikan satu per satu untuk sama-sama dikaitkan keberadaan ketiganya dalam suatu pemerintahan di negara. 

b. Pokok permasalahan

1. Apa itu Demokrasi?
2. Apa itu HAM?
3. Apa itu Jender?
4. Apa keterikatan antara ketignya dalam suatu negara? 




PEMBAHASAN

A. Demokrasi

Kata demokrasi terkesan sangat akrab dan seakan sudah dimengerti begitu saja. Dalam banyak perbincangan mulai dari yang serius samapai yang santai di meja makan kata demokrasi sering terlontas. Namun apa sebenarnya makna dan hakikat substansi demokrasi mungkin belum sepenuhnya dimengerti dan dihayati. 

Secara etimologis demokrai terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa Yunani yaitu “demos” yang berarti masyarakat atau penduduk di suatu tempat dan “cratein” atau “cratos” yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Jadi secara bahasa demokrasi adalah keadaan negara dimana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat, kekusaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakya, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat, dan kekuasaan oleh rakyat.

Secara istilah demokasi adalah suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik di mana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memeutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat (Joseph A Schmeter).

Dengan demikian makna demokrasi sebagai dasar hidup bermasyarakat dan bernegara mengandung pengertian bahwarakyatlah yang memberikan ketentuan dalam masalah-masalah mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijakan negara, karena kebijakan tersebut akan menentukan kehidupan rakyat. Dengan demikian negara yang menganut sistem demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat. Dari sudur organisasi, demokrasi berarti pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atau atas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada di tangan rakyat.

Demokrasi tidak akan datang, tumbuh dan berkembang dengan sendirinya dalam khidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Karena itu demokrasi memerlukan usaha nyata setiap warga dan perangkat pendukungnya yaitu budaya yang kondusif sebagai manifestasi dari suatu main set (kerangka berfikir)dan setting sosial (rancangan masyarakat), sehingga demokrasi merupan usahaberama antara pemerintah dan warganya.

B.   Hak Asasi Manusia

A.   Pengertian Dan Ciri Pokok Hakikat HAM
a.   Pengertian

HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan kodratnya (Kaelan: 2002). Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching Human Rights, United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia. 
John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. (Mansyur Effendi, 1994).
Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.
Menurut Nurcholis madjid, masalah HAM di Barat adalah masalah baru, justru dalam islam jauh lebih lama. Secara historis sejarah HAM terutama dalam humanisme, dimulai di Barat karena berkenalan dengan Islam. Hal ini dibuktikan dengan pidato Giovani Picco Della Mirandola, didepan para pemimpin gereja, tentang harkat dan martabat manusia. 

Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat kita sebagai manusia yang bila tidak ada hak tersebut, mustahil kita dapat hidup sebagai manusia. Hak ini dimiliki oleh manusia semata mata karena ia manusia, bukan karena pemberian masyarakat atau pemberian negara. Maka hak asasi manusia itu tidak tergantung dari pengakuan manusia lain, masyarakat lain, atau Negara lain. Hak asasi diperoleh manusia dari Penciptanya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan.

b. Ciri Pokok Hakikat HAM 

Berdasarkan beberapa rumusan HAM di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa ciri pokok hakikat HAM yaitu:
HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal-usul sosial dan bangsa. HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah Negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM (Mansyur Fakih, 2003).

c. Pelanggaran HAM dan pengadilan HAM

Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja ataupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut HAM seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang berlaku (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM). Sedangkan bentuk pelanggaran HAM ringan selain dari kedua bentuk pelanggaran HAM berat  itu. 

Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis dan kelompok agama. Kejahatan genosida dilakukan dengan cara membunuh anggota kelompok, mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok, menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya, memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok, dan memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM).

Sementara itu kejahatan kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut tujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional, penyiksaan, perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara, penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional, penghilangan orang secara paksa, dan kejahatan apartheid.

Pelanggaran terhadap HAM dapat dilakukan oleh baik aparatur negara maupun bukan aparatur negara (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM). Karena itu penindakan terhadap pelanggaran HAM tidak boleh hanya ditujukan terhadap aparatur negara, tetapi juga pelanggaran yang dilakukan bukan oleh aparatur negara. Penindakan terhadap pelanggaran HAM mulai dari penyelidikan, penuntutan, dan persidangan terhadap pelanggaran yang terjadi harus bersifat non-diskriminatif dan berkeadilan. Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada dilingkungan pengadilan umum. Penaggungjawab dalam penegakan (respection), pemajuan (promotion), perlindungan  (protection) dan pemenuhan (fulfill) HAM.

Tanggung jawab pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM tidak saja dibebankan kepada negara, melainkan juga kepada individu warga negara. Artinya negara dan individu sama-sama memiliki tanggung jawab terhadap pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM. Karena itu, pelanggaran HAM sebenarnya tidak saja dilakukan oleh negara kepada rakyatnya, melainkan juga oleh rakyat kepada rakyat yang disebut dengan pelanggaran HAM secara horizontal.
C. Gender

a. Pengertian 

Kata gender  berasal dari bahasa Inggris yaitu gender. Istilah gender pertama kali diperkenalkan oleh Robert Stoleller (1968) dan Ann Oakley (1972). Menurut John M. Echols dan Hasan Shadily dalam kamus Inggris-Indonesia, kata gender berasal dari bahasa Inggris, gender berarti jenis kelamin. Sedangkan dalatrt Women Studies Encyclopedia gender lebih difahami sebagai konsep kultural yang berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, prilaku, mentalitas dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Jika dilihat dalam kamus bahasa Inggris, tidak dibedakan secara jelas antara seks dan gender. Sering kali gender di persamakan dengan seks (jenis kelamin laki-laki dan perempuan). Bedanya Gender adalah suatu konstruksi atau bentuk sosial yang sebenarnya.

Gender bukan bawaan lahir sehingga dapat dibentuk atau diubah tergantung dari tempat, waktu atau zaman, suku bangsa, budaya, status sosial, pemahaman agama, negara, ideologi, politik, hukum, dan ekonomi. Oleh karena itu, gender bukanlah kodrat Tuhan melainkan buatan manusia yang dapat dipertukarkan dan memiliki sifat relatif. Hal tersebut bisa terdapat pada laki-laki maupun perempuan, Sedangkan jenis kelamin (seks) merupakan kodrat Tuhan (ciptaan Tuhan). Yang berlaku dimana saja dan sepanjang masa yang tidak dapat diubah dan dipertukarkan antara jenis kelamin perempuan dan laki-laki.

b. Sejarah Gerakan Perempuan dan Pola Gerakannya.

Sejak dahulu telah ada orang-orang yang memberi perhatian pada nasib wanita, yang dianggap diperlakukan tidak adil dalam masyarakat maupun dalam keluarga dibanding pria. Tetapi dimanapun masih dirasakan adanya perbedaan dalam pengakuan dan penghargaan terhadap wanita dari pada pria. Pada abad 18 di Perancis muncul gerakan wanita, gerakan itu didorong oleh ideologi pencerahan (Aufklamng) yang lebih mendewakan akal atau rasio. Semua manusia, pria dan wanita pada dasarnya adalah makhluk rasional maka yang penting adalah pendidikan untuk meningkatkan kecerdasannya. Kecerdasan dianggap syarat mutlak untuk membangun masyarakat yang sejahtera. Mereka menuntut hak wanita sejajar dengan pria (Equality) dibidang politik, kesempatan memperoleh pendidikan, perbaikan dalam hukum perkawinan dan lain sebagainya. Revolusi tahun 1789 tidak banyak memberi keuntungan kepada wanita, bahkan perkumpulan-perkumpulan wanita dilarang dan dalam hukum perdata yang disusun oleh pemimpin-pemimpin revolusi dan disahkan oleh Napoleon. Ia menunjukkan langkahnya terhadap kedudukan wanita.

Sejarah gerakan wanita di Indonesia menunjukkan kemiripan dengan gerakan wanita di Negara-negara yang pernah mengalami penjajahan oleh Negara-negara Barat. Di Indonesia, proses itu sudah menjelma pada abad ke-19 (pra kemerdekaan) dalam bentuk peperangan di banyak daerah dibawah pimpinan para raja atau tokoh-tokoh. Dalam peperangan tersebut dikenal beberapa tokoh wanita antara lain  Martha Grhistina Tiahahu, Cut Meutia, Cut Nyak Dien, Nyi Ageng Serang, Kartini. Bentuk perlawanan tersebut bersifat konfrontatif.

Pada abad 19 berawal dari politik etis Belanda mempunyai inisiatif untuk membalas budi atas tanah jajahannya dengan cara memberikan pendidikan kepada rakyat Indonesia. Akan tetapi kesempatan memperoleh pendidikan hanya terbatas pada golongan-golongan tertentu saja.

Kartini yang karena pergaulannya dan korespondensinya dengan orang-orang Belanda, memperkuat pemikirannya bahwa pendidikan sangat penting untuk kemajuan bangsa. Pada masa itu politik etis juga tidak menguntungkan bagi perkembangan dan kemajuan perempuan. Ternyata dari program edukasi Belanda yang mampu mengaksis pendidikan hanyalah kaum elit, penguasa dan  priyayi. Hal ini dipengaruhi oleh kuatnya feodalisme dan budaya patriarki yang diyakini oleh kaum yang berkuasa waktu itu. Lagi lagi perempuan tidak mendapat kesempatan sedikitpun untuk mengakses pendidikan. Berangkat dari kondisi seperti itulah tokoh perempuan Kartini tergugah nuraninya untuk melakukan penyadaran, perlawanan dan perubahan sistem yang berlaku, yaitu dengan menuntut akses pendidikan yang sama bagi perempuan. Selain itu dia juga mendirikan sekolah-sekolah ketrampilan bagi kaum perempuan pada masa itu, meskipun banyak mendapat perlawanan dari kaum penjajah. Semenjak itu banyak bermunculan organisasi-organisasi perempuan di Indonesia, diantaranya adalah : 
•  Pada tahun 1912-1928 berdiri organisasi perempuan bernama Putri Mardika. Organisasi ini menuntut akses pendidikan yang lebih adil antara laki-laki dan perempuan serta menuntut keadilan posisi serta peran laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga.

•  Pada akhir tahun 1920-an pola gerakan wanita lebih diorientasikan pada wilayah politik. Isu yang mereka bawa adalah menuntut partisipasi perempuan dalam kancah politik dan keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan. 

• Tahun 1929-1935 muncul organisasi Perserikatan Perkumpulan Perempuan yang merupakan bentukan dari hasil Kongres Perempuan Indonesia yang diadakan pada tanggal 22 Desember 1929. Corak gerakan yang ada cendrung   sosialis-nasionalis.   Mereka mengangkat isu-isu seputar perlindungan wanita dan anak-anak dalam perkawinan, mencegah perkawinan anak-anak, menuntut pendidikan bagi anak-anak, dan kedudukan wanita dalam perkawinan.

•   Pasca kemerdekaan (1945-1946) corak serta karakteristik gerakan perempuan masih berkuat pada wilayah sosial (terutama perbaikan nasib perempuan) dan perjuangan melawan penjajah Ini diperkuat dengan munculnya WANT (wanita Indonesia) dan KOWANI (kumpulan dari beberapa organisasi perempuan). Isu yang diangkat menuntut dan mempertahankan keadilan sosial.

Kemudian, baru pada sekitar tahun 1950-1965 organisasi perempuan terjun dipergerakan nasional. Salah satu diantaranya adalah GERWIS. Organisasi mi berdiri tahun 1950 dengan isu gerakan orientasi pendidikan yang lebih terhadap perempuan, dan menyediakan fasilitas penitipan anak. Proses selanjutnya GERWIS, path tahun 1954 berubah nama menjadi GERWANI. Orientasi gerakan berubah kearah politik Isu yang dibawa pun lebilt banyak menuntut partisipasi perempuan di dalam parlemen, menuntut suara perempuan di perlemen, pembentukan organisasi perempuan, dan menuntut hukum perkawinan. Ternyata dalam prosesnya GERWANI mampu menunjukkan eksistensinya dengan keberhasilannya mampu memobilisir massa (organisasi-organisasi perempuan) dan satu-satunya perempuan terbesar waktu itu dengan jumlah anggota kurang lebih satu juta massa). GERWANI mampu menjadi pelopor gerakan perempuan di bidang politik Sampai kemudian tibalah masa demokrasi terpimpin (pergantian pucuk kekuasaan Orde lama ke Orde baru), yang berimplikasi pada penghancuran gerakan perempuan (GERWANI) pada tahun 1965. Sejak itulah gerakan perempuan tidak pernah terdengar lagi gaungnya. Gerakan perempuan seperti hilang ditelan masa. Karena sejak demokrasi terpimpin mengambil alih gerakan perempuan ditarik, dikoordinasikan dan disatukan kewilayah domestik. Disini ada semacam domestikasi gerakan. Orientasi gerakan diarahkan pada wilayah-wilayah domestik. Walaupun telah berdiri organisasi-organisasi seperti IDHATA (Ikatan Dhanna Wanita), akan tetapi fungsi dari pada organisasi tersebut hanya sebagai wadah perkumpulan para perempuan-perempuan atau istri pada kepala desa, lurah, polisi serta pejabat. Wilayah garapanpun hanya pada masalah keperempuanan yang sifatnya domestik. Tidak pernah sekalipun menyoroti masalah sosial kemasyarakatn ataupun politik. Akan tetapi masih ada sisa-sisa dari gerakan perempuan (KOWANI) yang berhasil menggolkan UUD perkawinin dan UUD ketenaga kerjaan (memperjuangkan nasib buruh wanita) pada tahun 1974. kemudian baru pada Revormasi (1998), sentralnya pada masa kepemimpinan Gus Dur (sampai sekarang), banyak munculnya LSM-LSM dan PSW yang diberi hak penuh untuk berkreasi dan mengeluarkan pendapat, terutama bagi organisasi perempuan yang selama ini hak berbicara dan berpolitiknya dipasung. Orientasi LSM perempuan dan PSW (Pusat Study Wanita) lebih mengarah pada program pendampingan masyarakat (realitas sosial). Dan ada sebuah organisasi perempuan yang intens menyikapi serta mengkritisi kebijakan pemerintah, yaitu KPI (Koalisi Perempuan Internasional).

D. Demokrasi HAM dan Gender Dalam Suatu Negara

Dalam sistem demokrasi, HAM sangat dijunjung tinggi sehingga kebebasan seseorang untuk melakukan sesuatu diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan nilai moral yang telah disepakati bersama oleh negara tersebut. Bila dikaitkan dengan isu gender maka kebebasan ikut terjunnya wanita dalam kancah berbagai bidang kehidupan menjadi hak wanita, karena seperti apa yang disebutkan dalam ciri pokok HAM yakni HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik, atau asal-usul sosial dan bangsa. 

Ketika demokrasi yang merupakan sistem refleksi dari penerapan pemeintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat maka hak setiap manusia baik itu perempuan maupun laki-laki dalam berbagai lini haruslah diseimbangkan, iniah yang dahulu oleh Kartini diperjuangkan, bahwa pendidikan bai kaum wanita haruslah disejajarkan dengan laki-laki, wanita bukanlah makhluk kelas dua, namun sama derajatnya dengan laki-laki. Hal ini pula yang diperjuangkan di Mesir, tokoh yang mewacanakan pertama kali adalah Muhammad Abduh yang menekankan pentingnya anak-anak perempuan dan kaum wanita Muslimah mendapatkan pendidikan formal di sekolah dan perguruan tinggi, supaya mereka mengerti hak-hak dan tangungjawabnya sebagai seorang muslimah dalam pembangunan umat.


KESIMPULAN

Telah dipaparkan secara singkat mengenai demokrasi, HAM dan Gender, baik dari pengerian, isi, dan keterkaitan antara ketiganaya dalam suatu negara. keberadaan ketiga hal tersebut dalam suatu negara menjdi hal yang saling berkaitan, demokrasi dengan berbagai embel-embel yang dicanagkannya seharusnya memang dapat mengakomdir setiap hak warga masyarakat terlebh lagi ketika adannya isu ketidakadilan antara permpuan dan laki-laki, maka negara demokrasi patutnya dapat meredam dengan adil dan memuaskan bagi setiap pihak.

Daftar Pustaka

Arif, Syamsuddin. 2008. Orientalis dan Diabolisme Pemikiran. Jakarta; Gema Insani.
Mahfud MD. Moh, Pegulatan Politik dan Hukum Di Indonesia, Gama media, yogyakarta, 1999
Miriam Budiardjo, ”Dasar-dasar ilmu politik”, Jakarta: gramedia pustaka utama.
Nugroho, Riant, ”Gender dan Strategi Pengarus-Utamanya di Indonesia”.
Pokja Akademik Uin Sunan Kalijaga yogyakarta,  Pancasila Dan Kewarganegaraan, yogyakarta, 2005.
Rosyada, Dede, dkk. 2003. Demokrasi, Hak Asasi Manusia & Masyarakat Madani. Jakarta, ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


0 Response to "DEMOKRASI KAITAN DENGAN HAM DAN JENDER"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel