-->

BENTUK TIPE DAN FUNGSI KEPEMIMPINAN


Dosen Pengampu : Dr. Ali Shodiqin, S. Ag., M.Ag.
Disusun oleh:
Rifqiya Hidayatul Mufidah : 12360002
Karlinda Yunita : 12360013
Tanita Maknab : 12360025
Fauziah Salamah : 12360026


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
JURUSAN PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2013-2014


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, dengan izin Allah SWT makalah ini dapatdiselesaikan tepat waktu. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata  kuliahStudi Kepemimpinan Islam yang berjudul “Bentuk Tipe dan Fungsi Kepemimpinan”.Semoga makalah inidapat memberi tambahan informasi dan pengetahuan serta membantu memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang Studi Kepemimpinan Islam khususnya tentang bentuk, tipe, dan fungsi kepemimpinan.
Namun karena penyusun masih dalam proses belajar, tentu banyak kekurangan dalam menyusun makalah ini. Kiranya mohon dimaklumi jika terdapat kekurangan dari berbagai segi, dan untuk itukami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Semoga makalah ini senantiasa membawa kemanfaatan dan keberkahan. Amin YaRobbal ‘Alamin.
Yogyakarta, 17 September  2014

Penyusun








DAFTAR ISI

1. KATA PENGANTAR
2. DAFTAR ISI
3. BAB I PENDAHULUAN
        A. LATAR BELAKANG
        B. RUMUSAN MASALAH
4. BAB II PEMBAHASAN
        A. BENTUK-BENTUK KEPEMIMPINAN
        B. TIPE-TIPE KEPEMIMPINAN
        C. FUNGSI KEPEMIMPINAN
5. BAB III PENUTUP
         KESIMPULAN
6. DAFTAR PUSTAKA






BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap manusia adalah pemimpin, dalam lingkup terkecil adalah memimpin diri sendiri. Kegiatan kepemimpinan merupakan suatu dampak dari hubungan sosial dalam suatu komunitas. Seseorang cenderung berkelompok dan memilih pemimpin dalam kelompok tersebut baik secara formal maupun non formal untuk memimpin komunitas tertentu demi mencapai tujuan bersama. 
Tercapainya suatu tujuan sangat bergantung terhadap bagaimana bentuk dan tipe kepemimpinan tersebut disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan anggotanya sehingga fungsi kepemimpinan dapat terwujud.
Namun, bentuk dan tipe kepemimpinan yang berhasil diterapkan dalam memecahkan suatu masalahpada suatu kelompokbelumtentu berhasil pula diterapkan kapada keadaan yang berbeda atau pada keadaan yang sama dengan kelompok yang berbeda. Hal ini tergantung kesesuaian antara bentuk dan tipe kepemimpinan itu sendiri, apakah sesuai atau tidak untuk diterapakan pada suatu keadaan atau masalah tertentu.
Kemudian, perlu kiranya kita mengetahui bagaimana bentuk-bentuk dan tipe kepemimpinan itu? Serta apa sebenarnya fungsi kepemimpinan yang dapat kita wujudkan dengan ?

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja bentuk-bentuk kepemimpinan?
2. Apa tipe-tipe kepemimpinan?
3. Bagaimana fungsi kepemimpinan?




BAB II
PEMBAHASAN

A. Bentuk-Bentuk Kepemimpinan

1. Kepemimpinan formal
Kepemimpinan formal adalah sebuah kepemimpinan yang terbentuk secara pemilihan formal dan tersistematis.Orang yang secara resmi diangkat dalam jabatan kepemimpinan, diatur dalam organisasi secara hierarki dan tergambar dalam suatu bagan yang  tergantung dalam tiap-tiap gantor. Pemimpin ini sering dikenal dengan sebutan. 
Pemimpin formal pada umumnya berstatus resmi dan didukung oleh peraturan-peraturan yang tertulis serta keberadaannnya melalui proses pemilihan dan mengangkatan secara resmi. Pemimpin formal adalah orang yang menjadi pemimpin karena legalitasnya. Misalnya, karena ia terpilih secara sah melalui pemilu atau kongres, atau muktamar atau apapun namanya. Yang bersangkutan telah memenuhi semua peraturan. 
Walgito (2003:93) mengungkapkan bahwa, dalam kepemimpinan ada pemimpin da nada kelompok yang dipimpin. Pada umumnya kelompok dapat dibedakan antara kelompok primer dan kelompok sekunder, disamping kelompok formal dan kelompok informal. Kelompok formal akan dipimpin oleh pemimpin formal yang mempunyai interaksi dalam kelompok sekunder, yaitu lebih bersifat formal, lebih didasarkan atas pertimbangan rasio dari pda pertimbangan perasaan karenanya lebih bersifat objektif.
Pemimpin formal adalah pemimpin yang secara resmi diberi wewenang atau kekuasaan untuk mengambil keputusan-keputusan tertentu, dan dia mempertanggungjawabkan kekuasaan atau wewenangnya tersebut pada atasannya. Pemimpin formal pada umumnya berbeda pada lembaga formal juga, dan keputusan pengangkatannya sebagai pemimpin berdasarkan surat keputusan yang formal. Seorang pemimpin formal bisa saja hanyalah seorang kepala yang memiliki wewenang sah berdasarkan ketentuan formal untuk mengelola anggotanya, atau jika dalam organisasi memiliki wewenang untuk membawahi dan memberi perintah pada bawahan-bawahannya.
Dalam kancah kepemimpinan Nasional, kepemimpinan Soekarno-Hatta mendapat legitimasi dari masyarakat islam dan juga disebabkan dukungan dari tokoh-tokoh Islam. Salah satu contoh tokoh islam yang pernah memimpin Republik ini pada posisi kepemimpinan formal yaitu Natsir. Ia menjadi menteri penerangan dalam cabinet syahrir dan perdana menteri pertama pada masa pemerintahan soekarno.

2. Kepemimpinan informal
Kepemimpinan informal adalah sebuah kepemimpinan yang terbentuk tidak melalui pemilihan, namun dia exsis memimpin masyarakat dan mempunyai kedudukan di mata masyarakat  di luar struktur organisasi resmi.
Pemimpin informal biasanya adalah seorang yang karena latar belakang pribadi yang kuat mewarnai dirinya. Pemimpin ini memiliki kualitas subyektif atau obyektif yang memunungkinkannya tampil dalam kedudukan di luar struktur organisasi resmi namun ia dapat mempengaruhu pelakuan dan tindakan suatu kelompok masyarakat, baik dalam arti positif maupun negative. Dalam Islam pemimpin informal adalah ulama, uztadz, KYAI, atau tokoh masyarakat.
Exsistensi pemimpin informal turut memainkan peranan dalam proses perkembangan social dan turut membantu menentuk sejarah. Mutlak dapat dipungkiri juga, terkadang pemimpin formal acapkali “ membunuhkan bantuan atau restu pemimpin informal dalam ‘menjalankan roda organisasinya. Hal itu mutlak dilakukan oleh pemimpin formal karena pemimpin informal memiliki basis masa yang kuat dan mengakar.
Darmaputera (2004) pemimpin informal tidak menjadi pemimpin karena factor legalitas, tapi terutama karena factor “legitimitas”. Artinya, walaupun taka da kongres atau muktamar yang menetapkan demikian, tapi rakyat dan umat dengan spontan menerima dan memperlakukan yang bersangkutan sebagai pemimpin mereka. Pemimpin informal itu ditetapkan oleh umat bukan surat suara, tapi dengan kata hati. (suara batin). Ikatan antar mereka tidak diatur secara resmi, tapi lahir secara spontan karena ada rasa hormat dan cinta yang tidak dipaksa-paksa.
Ananomi (2006) pemimpin informal adalah pemimpin yang tidak diangkat secara resmi berdasarkan surat keputusan tertentu. Dia memperoleh kekuasaan atau wewenang karena pengaruhnya terhadap kelompok. Apabila pemimpin formal dapat memperoleh pengaruhnya melalui prestasi, maka pemimpin informal memperoleh pengaruh berdasarkan ikatan-ikatan psikologis. Tidak ada ukuran objektif tentang bagaimana pemimpin informal dijadikan pemimpin.
Dasarnya hanyalah oleh karena dia pernah benar dalam hal tertentu, maka besar kemungkinan dia akan benar pula dalam hal tersebut pada kesempatan lain. Disamping penentuan keberhasilan pada masa lalu, pemilihan pemimpin informal juga ditentukan oleh perasaan simpati dan antipasti seseorang atau kelompok terhadapnya.
Walgito (2003) : 93) menyatakan bahwa, pemimpin informal adalah pemimpinn yang mempunyai batas-batas tertentu dalam kepemimpinannya. Pemimpin informal adalah orang yang memimpin kelompok informal yang statusnya tidak resmi, pada umumnya tidak didukung oleh peraturan-peraturan yang tertulis seperti pada kelompok formal.Pada zaman revolusi kemerdekaan pun peran Ulama sebagai pemimpin informal dalam mengerahkan proses perjuangan teramat kuat. 
Proses kaderisasi dalam kepemimpinan formal dan informal
Kepemimpinan bukan sekedar kemampuan yang diperoleh dari proses keturunan berupa penurunan bakat, meskipun tidak juga sama sekali terlepas dari persoalan bakat. Oleh karena itu, dibutuhkan kaderisasi untuk menyiapkan penerus untuk melanjutkan estafet kepemimpinan. Sehingga setiap pemimpin berkewajiban membantu orang-orang yang dipimpinnya mengembangkan kemampuan masing-masing dalam menjalankan kepempimnan. Pemimpin berkewajiban memberi kesempatan anggota organisasinya untuk memperoleh pengalama memimpin.
Proses kaderisasi dalam kepemimpinan informal tentu terjadi secara informal pula. Seperti pendidikan karakter dari sejak dini dimulai dari lingkungan keluarga, disamping juga dididik pada lembaga pendidikan formal dan berbagai kegiatan pendidikan nonformal. 
Selain itu terdapat dua hal penting yang menjadi faktor pendorong seseorang menjadi pemimpin. Yang pertama yaitu faktor yang berada diluar diri seseorang, berupa kesempatan atau peluang untuk melatih diri guna memperoleh pengalaman kepemimpinan. Faktor yang kedua berada pada diri seseorang berupa kepribadian yang mendukung atau tidak mendukung dalam upaya merebut dan meraih posisi kepemimpinan di lingkungannya atau di masyarakat.
Kaderisasi informal seperti diuraikan di atas, pada dasarnya tidak direncanakan, tetapi berlangsung dalam kehidupan yang sewajarnya. Justru dalam kewajaran itulah terdapat kesempatan bagi seseorang yang berkepribadian mandiri untuk menampilkan kelebihannya dalam berbagai kemampuan dan khususnya kepemimpinan.
Berbeda dengan kaderisasi formal yang sifat formal itu bahkan berarti proses mempersiapkan pemimpin dapat dilakukan secara melembaga, dengan kurikulumnya hanya berisi tentang kepemimpinan dan segala sesuatu yang relevan untuk menghasilkan seseorang yang memiliki kepribadian pemimpin. 
Kaderisasi formal bagi seorang calon pemimpin pada umumnya diselenggarakan di lingkungan suatu organisasi formal pula. Untuk itu para calon atau kader dipilih secara cermat agar mendapatkan yang potensial untuk dibina menjadi pemimpin, sesuai dengan bidang dan jenjangnya masing-masing. Seleksi itu dilakukan pada generasi muda di lingkungan organisasinya, melalui observasi terhadap prestasi, sikap dan perilakunya sehari-hari.
Anggota organisasi yang terpilih untuk dijadikan kader, selanjutnya diberi kesempatan memimpin suatu unit, yang sesuai jenjangnya di dalam struktur organisasi yang ada. Proses mempersiapkan calon pemimpin seperti itu disebut kaderisasi intern. Pelaksanaannya dapat dikaitkan dengan program pembinaan dan pengembangan karier, yang dilakukan dengan mempertimbangkan senioritas dan pengalaman setiap anggota organisasi. Kaderisasi seperti itu bernilai positif dalam mengembangkan kemampuan bersaing (kompetisi) secara sehat (juur dan sportif) berdasarkan prestasi dan keunggulan aspek-aspek kepribadian yang dimiliki.
Dalam pelaksanaannya, kaderisasi formal dapat diselenggarakan secara intern dan ekstern. Kaderisasi intern dapat dilakukan dengan cara : (1) memberi kesempatan sebagai pemimpin unit, (2) latihan kepemimpinan, (3) tugas belajar. Sedangkan kaderisasi ekstern dapat dilakukan dengan cara : (1) menyeleksi sejumlah generasi muda lulusan lembaga pendidikan formal suatu jenis dan jenjang tertentu, (2) memesan sejumlah lulusan dari lembaga pendidikan formal yang programnya bersifat khusus / spesialissasi yang sesuai dengan kepentingan / kebutuhan organisasi, (3) memberi kesempatan pada siswa dari lembaga pendidikan formal tertentu, untuk menyelenggarakan praktik kerja di lingkungan organisasi yang relevan, (4) memberikan tunjangan belajar berupa beasiswa atau ikatan dinas pada anak yatim / piatu dan yang orang tuanya tidak / kurang mampu dan berprestasi baik.

B. Tipe-Tipe Kepemimpinan
1. Tipe Kepemimpinan Otoriter
Tipe Otokratis (Outhoritative, Dominator) Otokrat berasal dari perkataan autos= sendiri; dan kratos = kekuasaan, kekuatan. Jadi otokrat berarti: penguasa absolut. Kepimpinan otokratis itu mendasarkan dir pada kekuasaan dan paksaan yang mutlak harus dipatuhi. Pemimpinnya selalu mau berperan sebagai pemain tunggal pada a one-man show. Dia berambisi sekali untuk merajai situasi. Setiap perintah dan kebijakan ditetapkan tanpa berkonsultasi dengan bawahannya. Anak buah tidak pernah diberi informasi mendetail mengenai rencana dan tindakan yang harus dilakukan. Semua pujian dan kritik terhadap segenap anak buah diberikan atas pertimbangan pribadi pemimpin sendiri. Selanjutnya, pemimpin selalu diberi jauh dari anggota kelompoknya jadi ada sikap menyisihkan diri dan eksklusivisme. Pemimpin otokratis itu senantiasa ingin berkuasa absolut, tunggal, dan merajai keadaan. Dia itu semisal sebuah sistem pemanas kuno, yang memberikan panasnya tanpa melihat dan mempertimbangkan iklim emosional anak buah dan lingkungannya. Sikap dan prinsip-prinsipnya sangat konservatif/kuno dan ketat-kaku. Dengan keras dia mempertahankan prinsip-prinsip business, efektivitas, efisiensi, dan hal-hal yang zakelijk.
Kepemimpinan Otoriter adalah sebuah kepemimpinan dengan otoritas tertinggi mutlak berada pada penguasa yang dipegang oleh satu orang tertentu atau sekelompok orang tertentu dan menganggap dirinya lebih tinggi dibanding bawahannya dalam segala hal, seolah menjadi penentu nasib bagi bawahannya. Kepemimpinan Bentuk ini memanifestakian kekuasaannya dengan cara memerintahkan kehendak, dan keputusannya kepada yang dipimpin.
Dalam kepemimpinan Otoriter, pemimpin menempatkan dirinya diluar dan bukan bagian dari orang-orang yang dipimpin. Pemimpin menempatkan dirinya lebih tinggi dari orang-orang yang dipimpin, sebagai pihak yang memiliki hak berupa kekuasaan. Sedang orang-orang yang dipimpin sebagai pihak yang berada pada posisi yang lebih rendah, hanya mempunyai tugas, kewajiban, dan tanggungjawab. Tipe ini yang ekstrem bahkan tidak mengakui hak-hak asasi manusia dari orang-orang yang berada di bawah kekuasaannya.
2. Tipe Kepemimpinan Karismatis. 
Tipe karismatis ini memiliki kekuatan energi, daya tarik dan perbawa yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal yang bisa dipercaya. Sampai sekarang pun orang tidak mengetahui benar sebab-sebabnya, mengapa seseorang itu memiliki karisma begitu besar. Dia dianggap mempunyai kekuatan ghaib (supernatural power) dan kemampuan-kemampuan yang superhuman, yang diperolehnya sebagai karunia Yang Mahakuasa. Dia banyak memiliki inspirasi, keberanian, dan berkeyakinan teguh pada pendirian sendiri. Totalitas kepribadian pemimpin itu memancarkan pengaruh dan data-tarik yang teramat besar. Tokoh-tokoh besar semacam ini antara lain ialah: Jengis Khan, Hitler, Gandhi, John F. Kennedy, Sukarno, Margarete Tatcher, Ghandi, Gorbachev, dan lain-lain.
3. Tipe Kepemimpinan Paternalistis 
Yaitu tipe kepimpinan yang kebapakan, dengan sifat-sifat antara lain sebagai berikut: 1) Dia menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/ belum dewasa, atau anak sendiri yang perlu dikembangkan. 2) Dia bersikap terlalu melindungi (overly protective). 3) Jarang dia memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil keputusan sendiri. 4) Dia hampir-hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berinisiatif. 5) Dia tidak memberikan atau hampir-hampir tidak pernah memberikan kesempatan pada pengikut dan bawahan untuk mengembangkan imajinasi dan daya kreativitas mereka sendiri. 6) Selalu bersikap maha-tahu dan maha-benar. Selanjutnya tipe kepimpinan yang maternalistis juga mirip dengan tipe yang paternalistis, hanya dengan perbedaan: adanya sikap over-protective atau terlalu melindungi yang lebih menonjol, disertai kasih sayang yang berlebih-lebihan.
4. Tipe Kepemimpinan Militeristi
Tipe ini sifatnya sok kemiliter-militeran. Hanya gaya luaran saja yang mencontoh gaya militer. Tetapi jika dilihat dengan seksama, tipe ini mirip sekali dengan tipe kepimpinan otoriter. Hendaknya dipahami, bahwa tipe kepimpinan militeristis itu berbeda sekali dengan kepimpinan organisasi militer (seorang tokoh militer). Adapun sifat-sifat pemimpin yang militeristis antara lain ialah: a) Lebih banyak menggunakan sistem perintah/komando terhadap bawahannya keras sangat otoriter kaku dan seringkali kurang bijaksana. b) Menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan. c) Sangat menyenangi formalitas, upacara-upacara ritual dan tanda-tanda kebesaran yang berlebih-lebihan. d) Menuntut adanya disiplin keras dan kaku dari bawahannya (disiplin kadaver/mayat) e) Tidak menghendaki saran, usul, sugesti, dan kritikan-kritiakan dari bawahannya. f) Komunikasi hanya berlangsung searah saja.
5. Tipe Laissez Faire
Adalah tipe kepemimpinan dimana seorang Pemimpin tidak berpartisipasi sedikitpun dalam kegiatan kelompokknya. Semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh bawahan sendiri. Dia hanya merupakan pemimpin simbolik dan tidak memiliki keterampilan teknis. Sebab kedudukan itu biasanya diperoleh melalui penyogokan, suapan, atau sistem nepotisme. Kepemimpinan ini tidak memiliki kewibawaan dan tidak dapat mengontrol anak buahnya atau dalam ringkasnya bentuk kepemimpinan ini hakikatnya bukanlah seorang pemimpin dalam pengertian sebenarnya. Sebab bawahan dalam situasi demikian sama sekali tidak terpimpin dan terkontrol dan masing-masing induvidu bekerja dengan irama dan temponya sendiri-senidiri “semau gue”
6. Tipe populistis
Menurut Prof.Peter Worsley mendefinisikan kepemimpinan populitis sebagai kepemimpinan yang dapat membangunkan solidaritas rakyat yang menekankan masalah kesatuan, nasional, nasionalisme dan sikap yang berhati-hati terhadap kolonialisme dan penindasan serta penguasaan oleh kekuatan-kekuatan asing. Kepemimpinan ini berpegang teguh pada nilai-nilai masyarakat nasional. Mereka mengutamakan penghidupan (kembali) nasionalisme yang kurang mempercayai dukungan atau bantuan-bantuan luar negeri.
7. Tipe Administratif atau Eksekutif
Kepemimpinan tipe ini ialah yang mampu menyelenggarakan tugas-tugas administrasi secara efektif. Dan para pemimpinnya terdiri dari teknokrat (cendikiawan yang berkiprah dalam pemerintahan) dan administrator yang mampu menggerakkan dinamika modernisasi dan pembangunan, dengan demikian diharapkan adanya perkembangan teknis seperti teknologi, industry, menejemen, modern dan perkembanagan social ditengah masyarakaibidt karena berhasil dibangunnya system administrasi dan birokrasi yang efisien untuk mamantapkan integritas bangsa dan usaha pembangunan.
8. Tipe Demokratis
Tipe ini berorientasi kepada manusia, dan memberikan bimbingan efisien kepada pengikutnya. terdapat koordinasi pekerjaan kepada semua bawahan dengan penekanan rasa tanggung jawab internal dan kerjasama yang baik. Kekuatan tipe ini terletak pada partisiasi aktif antara pemimpin dan anggotanya. Kepemimpinan ini juga menghargai setiap induvidu dan mau mendengarkan masukan dan kritik. Masing-masing anggota mampu memanfaatkan kapasitas perinduvidu seefektif mungkin. Maka dari itu kepemimpinan ini juga disebut group develover. Gejala-gejala kepemimpinan demokratis:
a. Segenap bagian-bagian suatu organisasi berjalan lancar, sekalipun pemimpin tidak ada ditempat.
b. Otoritas sepenuhnya didelegasikan ke bawah, dan masing-masing anggota menyadari dan menjalankan tugas kewajibannya.
c. Tujuan kesejahteraan dan kelancaran kerjasama dari setiap warga kelompok diutamakan.
d. Pemimpin demokratis berfungsi sebagai katalisator (seseorang yang dapat merubah/ mempercepat suatu peristiwa) untuk mempercepat dinamismean kerjasama untuk mencapai tujuan organisasi yang paling sesuai dengan kelompok dan situasinya.

C. Fungsi Kepemimpinan
1. Fungsi Instruktif
Fungsi ini adalah bersifat komunikasi satu arah, yakni kemampuan seorang pemimpin untuk memeberikan perintah kepada anggotanya. Dalam hal ini tidak sekedar untuk perintah sana dan sini, namun bagaimana suatu perintah yang diberikan oleh seorang pemimpin tersebut dapat difahami dan dijalankan oleh anggota-anggotanya. Karena misalkan dalam membuat sebuah keputusan tidaklah mungkin untuk seorang pemimpin menjalankan perintah itu seorang diri. Maka disinilah pentingnya fungsi instruktif untuk mewujudkan kepemimpinan berlangsung secara efektif. Selain itu kreatifitas dan inisiatif menetapkan apa yang harus dilaksanakan sepenuhnya merupakan fungsi pemimpin. 
2. Fungsi Konsultatif
Hampir sama dengan fungsi instruktif, fungsi ini juga membahas tentang komunikasi. Namun lebih bersifat komunikasi dua arah karena berlangsung antara pemimpin dan anggotanya. Funsi dimana ada perana seorang pemimpin untuk merangkul seluruh anggotanya dalam bentuk konsultasi maupun saran dan bertukar gagasan untuk mendapatkan feed back dalam membuat keputusan atau untuk memperbaiki dan menyempurnakannya. Selain itu dampak yang dihasilkan adalah adanya kerjasama yang solid dalam berjalannya suatu keputusan karena diambil dengan jalan adanya fungsi konsultatif dari pemimpin itu sendiri.  
3. Fungsi Partisipasi
Fungsi ini adalah fungsi perwujudan dimana seorang pemimpin harus berusaha mengaktifkan setiap anggota organisasinya untuk selalu terdorong untuk berkomunikasi, baik secara horizontal maupun vertical. Kondisi partisipasi aktif anggota organisasi akan meningkatkan efisiensi penyelesaian masalah, penetapan keputusan dan penyelesaian tugas pokok yang terarah dan pencapaian tujuan organisasi. Contohnya musyawarah.
Disisi lain funsi dari partisipasi ini juga berarti kesediaan seorang pemimpin untuk ikut serta dalam pelaksanaan berbagai keputusan. Pemimpin tidak boleh sekedar mampu mengambil dan memerintahkan pelaksanaan keputusannya saja. Namun dalam batasan tertentu diperbolehkan seorang pemimpin untuk ikut melaksanakan suatu keputusan yang dibuatnya, akan tetapi jangan sampai meneggelamkn hingga kegiatan teknis oprasional yang bersifat rutin.
Harus bersedia dan mampu menjalankan fungsi delegasi yang dapat dilakukan dengan melimpahkan sebagian wewenangnya kepada staf pimpinan yang membantunya. 
4. Fungsi Delegasi
Fungsi ini dilakukan karena seorang pemimpin tidak dapat melakukan tugas dan kewajibannya sendiri, maka dengan itu pemimpin harus bersedia dan mampu menjalankan fungsi delegasi yang dapat dilakukan dengan melimpahkan sebagian wewenangnya kepada staf pimpinan yang membantunya. Hal ini mencakup pendelegasian untuk menetapkan suatu keputusan hingga hanya mewakili untuk beberapa hal-hal yang bersifat tidak terlalu urgent.
5. Fungsi Pengendalian
Fungsi pengendalian tidak sekedar dilaksanakan melalui kegiatan kontrol atau pengawasan saja namun juga melalui bimbingan kerja dan pelatihannya. Pengawasan disini bersifat preventif dengan tujuan mencegah terjadinya kesalah pahaman dan penyimpangan. Sedangkan pencegahan adalah tindakan pengendalian yang dilakukan, hal ini jauh lebih baik dari pada harus memperbaiki kekeliruan atau kesalahan yang sudah terjadi.
6. Fungsi Keteladanan
Seorang pemimpin merupakan tokoh utama dalam lingkungannya masing-masing dan menjadi tokoh sentral yang menjadi pusat perhatian oleh banyak orang. Oleh karena itu selain harus menjalankan kepemimpinan yang patut diteladani seorang pemimpin juga harus didukung dengan kepribadian yang terpuji karena akan memanifestasi dalam pikiran dan sikap seorang pemimpin. Dalam fungsi ini harus dijalankan secara integratif dengan perwujudan sebagai berikut:
a. Menjabarkan keputusan-keputusanan menjadi intruksi yang jelas
b. Mengembangkan dan menyalurkan berbebas berpikir dan mengeluarkan pendapat
c. Mengembangkan kerjasama yang efektif dengan menghargai dan menyalurkan kemampuan setiap anggotanya
d. Membantu dan mengembangkan kemampuan pemecahan masalah (problemsolving) yang dihadapi
e. Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan bertanggung jawab.
f. Pengawasan sebagai usaha pengendalian untuk meningkatkan prestasi baik kualitatif dan kuantitatif



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Bentuk kepemimpinan berbicara tentang bagaimana kepemimpinan itu terbentuk. Suatu kepemimpinan dapat dibentuk secara formal dan informal tergantung bagaimana kondisi sosial yang ada. Kepemimpinan formal terbentuk dengan cara memilih pemimpinnya secara formal dalam lingkungan yang formal pula. Sebaliknya kepemimpinan informal terbentuk begitu saja tanpa terjadi sebuah pemilihan. Keduanya tentunya berkembang dalam lingkungan yang berbeda dan memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Sedangkan kegiatan kepemimpinan tidak lepas dari peran pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya. Sehingga tipe kepemimpinan sangat terkait dengan sifat yang melekat pada diri pemimpin tersebut dan gaya seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya.
Ada pemimpin yang otoriter menganggap dirinya lebih tinggi dari seseorang yang dipimpinnya. Ada pula tipe kepemimpinan Laissez Faire yang sangat bertolak belakang dengan pemimpin otoriter. Ada pula pemimpin yang kebapakan menganggap bawahannya adalah anaknya yang belum bisa apa-apa. Pemimpin yang kharismatik tentunya sangat melekat sifat-sifat charisma yang terpancar dari karakternya. Begitu pula dengan kepemimpinan demokrasi yang menganggap bawahan bukan hanya pesuruh namun juga dianggap sebagai subjek serta berorientasi pada hubungan kemanusiaan. 
Di samping itu, terdapat fungsi-fungsi kepemimpinan yang dapat menunjang tercapainya tujuan bersama. Seperti fungsi instruktif, konsultatif, partisipasi, delegasi, pengendalian, keteladanan, dan pengawasan, yang tentunya fungsi-fungsi tersebut teraplikasikan dalam kondisi yang berbeda-beda.
Setelah mengetahui bentuk, tipe dan fungsi kepemimpinan diatas, kita dapat menilai mana bentuk kepemimpinan yang sesuai dan mana tipe kepemimpinan yang baik yang dapat menunjang kita dalam mencapai tujuan kepemimpinan dengan maksimal. Semoga materi tentang bentuk dan tipe sarta fungsi kepemimpinan diatas dapat memberi informasi yang lebih dan bermanfaat terhadap pembaca.





























DAFTAR PUSTAKA

Nawawi, Hadari, Kepemimpinan Menurut Islam, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1993. 
Fakih, Aunur Rohim, dan Wijayanto, Iip, Kepemimpinan Islam,Yogyakarta, UII Press,2001.
Kartono, Dr. Kartini.Pemimpin dan kepemimpinan, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010.
Setiawan, Ari. http://arisetiawan08.blogspot.com/2011/04/perbedaan-pemimpin-formal-dan-pemimpin.html.




8 Responses to "BENTUK TIPE DAN FUNGSI KEPEMIMPINAN"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel