-->

Cerminan Akhlaq Aktivis Dakwah

Walia Rahman
(Ketua KAMMI UIN SUKA 2013-2014)

Perhiasan terbaik bagi manusia adalah aqidah yang kuat dan akhlak yang mulia. Sesungguhnya kebaikan akhlak merupakan sifat yang mulia nan tinggi disisi Allah. Barangsiapa yang menghiasi dirinya dengan akhlaq yang mulia, niscaya sifatnya akan terhias indah dan hatinya akan jernih. Akhlak yang baik mencabut kedengkian dan memikat hati. Akhlak yang baik merupakan kehidupan kedua dan kehormatan abadi bagi setiap muslim. Akhlak yang baik merupakan sifat yang tinggi nan gung disisi Allah.

Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
‎إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاَق
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (Shahiih, HR. Ahmad; lihat as-silsilah ash-shahiihah)

Tanpa kemuliaan akhlaq, akan runtuh bangunan lembaga dakwah betapapun kuat aqidah mereka. Karena akhlaq adalah perangkat pengendali, sedang akidah adalah mesin penggerak. Gerakan yang tidak terkendali akan melahirkan kerusakan di mana-mana. Risalah Islam tidak hanya menekankan kebersihan aqidah saja, namun juga akhlaq. Kontruksi atau bagunan suatu komunitas dakwah islamiyah pun tak hanya terdiri dari mesin penggerak (aqidah) saja, namun harus melengkapi dirinya dengan kemuliaan akhlaq sebagi perangkat pengendali.
“Rasa malu dan iman itu sebenarnya berpadu menjadi satu, maka bilamana lenyap salah satunya hilang pula yang lain.” (HR. Hakim dan Thabrani)

Malu adalah bagian dari akhlaq yang tak terpisahkan dengan iman. Demikian juga bagian-bagian akhlaq lain yang bayak macamnya(1) juga merupakan bagian dari Iman.

Kedua pilar ini, iman dan akhlaq, seperti dua sisi dalam satu mata uang. Orang yang hilang sebagian akhlaqnya akan dapat kehilagan sebagian imannya. Kesempurnaan akhlaq juga akan menyempurnakan imannya.

Etika atau adab dalam konteks perorangan maupun lembaga dakwah juga merupakan bagian dari kesempurnaan iman dan akhlaq. Orang yang tidak mempunyai etika, tata karama akan dikatakan dengan orang yang tidak beradab atau tidak berakhlaq. Masyarakat madani juga merupakan masyarakat etis, yaitu masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan adab, masyarakat yang memiliki “tepo seliro”(2) (menjunjung tinggi nilai keberagaman), atau masyarakat yang tidak “kampungan” alias masyarakt kota. Walau sebenarnya kata “madani” diambil dari kata madinah. Sebagaimana masyarakat Madinah bentukan Rasulullah saw. yang sebelumnya bernama Yatsrib.

Etika dalam lembaga dakwah mengangkat tinggi nilai keberagaman, menjujung tinggi kesatuan, membuang jauh sifat-sifat tercela, arogansi, fanatisme gologan. Karena visi dan misi lembaga dakwah adalah mengantarkan kaum Muslimim kepada peradaban masyarakat madani, sebagaimana yang telah diteladankan oleh Rasulullah saw. Akhirnya kita hurus kembali meneladani metode dakwah Rasulullah saw. Karena dalam diri beliau ada suri tauladan yang luar biasa. Beliau manusia yang paling takwa, manusia yang paling menegerti Islam dan paling mengerti karakter manusia juga paling tahu solusi problematika manusia dengan hidayah dan inayah-Nya. Karena diri ini sudah mengazzamkan dan  membulatkan tekat berada dalam lembaga dakwah maka ahsannya para aktivis dakwah selalu megamalkan tuntunan atau ajaran penghormatan orang muda kepada yang tua, berbakti kepada kedua orang tua, menjadi suri taudalan dalam keluarga, menyapaikan Islam sesuai kadar akal seseorang, menyebarkan salam, kasih sayang dan kelemah lembutan, persaudaraan, menghormati tetangga dan tamu, adab-adab bericara dan mendengar, seperti berkata baik atau diam, sikap tawadlu, memberi selamat dan saling berbagi hadiah, dan sebagainya yang tertampung dalam acara akhlaq Islam. Syari’at Islam tidaklah semata-mata hanya Fiqhul ahkam, namun ada fiqhud da’wah yang tidak boleh dilupakan. Sebab inti dakwah adalah mengajak manusia dari kegelapan jahiliyah menuju cahaya Islam.

Oleh karena itu lembaga dakwah harus terus tetap mejaga pembinaan terhadap etika bagi setiap kadernya agar tercapai hal-hal berikut :
*Agar para kader/aktifitasnya memiliki nurani yang tetap terjaga, karena dengan nurani itulah akan menjadi pengontrol bagi segala tingkah lakunya. Al-Qur’an mengistilahkan hal ini dengan furqon (pembeda).
Agar para kader memiliki sentivitas hati. Yaitu hati yang mampu merasakan buah sebuah perbuatan dan meresponnya dengan benar. Ia akan merasakan kebahagiaan atau kegembiraan dengan perbuatan baik, dan bilamana ia merasakan adanya keburukan maka ia akan sakit karenanya, dengan demikian ia akan memiliki estetika.
*Agara para kader dakwah tersebut memiliki benteng ma’nawiyah (moral) yang kokoh (matinul khuluq). Artinya, ia berberilaku dengan sejumlah akhlaq yang utama sebagai acuan dan pedoman yang tidak akan ia langgar.
 
Dengan demikian akan memudahkan bagi lembaga dakwah untuk melakukan akselerasi dan pertumbuhan ke depaannya, tidak terhambat oleh problematika internal dalam kaitan ini. Keuntungan lembaga dakwah dalam pembinaan/penjagaan masalah ini adalah adanya control internal, adanya terbiyah dzatiyah (pembinaan diri), rasa estetika, dan kedisiplinan akhlaq. Untuk menjapai hal itu aktifis dakwah hendaknya menciptakan bi’ah (lingkungan) yang kondusif dan teladan yang baik, juga kesiapan setiap kader dan kesediaannya untuk menyandang sifat-sifat baik serta menjalankan akhlaq tersebut dalam kehidupan nyata.

Mencampakkan etika dalam dakwah adalah sikap yang tidak patut ditiru, karena bertentangan dengan sunnah dakwah Rasulullah saw. Mencampakkan etika dalam dakwah bagi sebuah jama’aah ibarat memberi penyakit campak atau cacar pada organ tubuh manusia. Hal itu memang menarik perhatian banyak orang namun siapa yang akan suka dan siapa yang akan mendekat? Manusia beramai-ramai membicarakannya bukan untuk memenuhi seruannya namun takut tertular olehnya atau mengusir penyakitnya atau bahkan mengusir orangnya. 


Sumber : Buku Etika Jama’ah

 
(1) DR. H Yunahar Ilyas, Lc., M..A., dalam bukunya Kuliah Akhlaq menyebutkan bentuk akhlaq Islam dengan;  Akhlaq Rabbani, Akhlaq Manusiawi, Akhlaq Universal, Akhlaq Keseimbagan, Akhlaq Realistik.
(2)  Dalam beberapa kesempatan di tahun 1998, Prof. DR. Ikhlasul Amal, Rektor UGM saat itu, mengatakan masyarakat madani adalah masyarakat yang memiliki “tepo seliro”.

0 Response to "Cerminan Akhlaq Aktivis Dakwah"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel