Relevansi Antara Kebiasaan Sarapan Pagi dengan Pembentukan Generasi yang Sehat dan Cerdas
Agustus 10, 2014
Add Comment
Oleh: Ina Karlina
(Aktifis dakwah kampus, kader KAMMII UIN Sunan Kalijaga)
Regenerasi merupakan suatu hal yang lumrah dan sudah selayaknya hal itu terjadi dalam roda perjalanan kehidupan, generasi yang sekarang akan menggantikan generasi yang sebelumnya, dan generai yang tumbuh dan berkembang dengan cakupan usia muda merupakan calon generasi menggantikan generasi sekarang. Permasalahan yang sering muncul adalah bagaimana kita menyiapkan dan mematangkan calon generasi di masa mendatang, supaya bisa melahirkan bibit-bibit unggul, prestatif, kontributif, dan cerdas untuk kemajuan dalam membangun peradaban. Begitu pula dengan generasi muda, yang menitikberatkan pada anak-anak sebagai generasi penerus bangsa. Dalam Moehji (2003), anak sekolah merupakan aset negara yang sangat penting sebagai sumber daya manusia bagi keberhasilan dalam melahirkan calon penerus bangsa yang unggul.
Tantangan bangsa ini kedepan semakin berat, pembangunan berbagai sarana dan prasarana dengan fokus pada infrastruktur sebagai aspek penunjang pendidikan sangatlah penting, arus globalisasi yang semakin deras, menuntut bangsa ini untuk segera mungkin melahirkan sumber daya manusia yang handal. Menurut Hadi (2005), keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung pada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Pembangunan bangsa yang dinamis harus diimbangi dengan peningkatan laju sumber daya manusia yang dinamis pula di semua sektor. Menurut UU No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional bahwa terwujudnya generasi yang cerdas tidak akan lepas dari aspek pendidikan. Dari penuturan diatas, aspek pendidikan disini memainkan peranan yang sangat penting dalam menunjang peningkatan sumber daya manusia, dan hal ini menjadi barometer dalam prasyarat pembentukan dan penyiapan karakter bangsa yang ideal. Indikator yang bisa dijadikan patokan, untuk melihat tinggi rendahnya pendidikan bisa dilihat dari tinggi-rendahnya prestasi yang dicapai oleh pelajar.
Menurut Syah (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi terbagi menjadi tiga, yaitu faktor internal, eskternal dan pendekatan pembelajaran. Faktor Internal terdiri dari aspek fisiologis (status gizi, kesehatan, dan kebiasaan sarapan pagi), dan aspek psikologis (intelegensi, sikap, bakat, minat, motivasi). Faktor eksternal terdiri dari lingkungan sosial (pendidikan ayah, pendidikan ibu, keadaan ekonomi keluarga, keadaan masyarakat) dan lingkungan non sosial (lingkungan sekolah dan lingkungan tempat tinggal). Meninjau secara lebih spesifik faktor internal tentang status gizi, Menurut Moelek (1999 dalam Sri Minatun 2011), gizi merupakan salah satu faktor penting dalam memberikan kontribusi terhadap kualitas sumber daya manusia. Asupan gizi yang optimal akan sangat membantu terhadap pertumbuhan badan yang optimal pula. Tidak cukup hanya sampai disana, badan yang optimal akan berpengaruh juga terhadap pertumbuhan otak dan meningkatkan segi kecerdasan intelegensia dan daya berfikir yang optimal juga. Menurut Berg (1986) anak usia sekolah merupakan usia yang sangat rentan terhadap faktor ketidakcukupan gizi, akibat dari hal itu tidak menutup kemungkinan akan berdampak pada kualitas belajar anak dan bagaimana aspek sosial dan psokiloginya bisa menyesuaikan terhadap lingkungan sekolah dan teman-temannya. Hal ini menandakan bahwa walaupun masih banyak faktor lain yang mempengaruhi selain faktor sosial dan psikologis.
Hal yang membuat kita termenung lumayan lama dan cukup mengagetkan adalah data Riskesdas (2007-2010 dalam Sri Minatun 2011) yang menyebutkan bahwa selama kurun waktu tahun 2007 – 2010 pemerintah sudah menggelontorkan dana untuk perbaikan gizi teutama terhadap peningkatan usia sekolah. Tetapi angka prevalensi penurunan gizi berkurang, yang tadinya 18, 4 % pada tahun 2007 menjadi 17,9 % pda tahun 2010, hal ini menunjukan ada sekitar 3,7 anak usia SD yang kekurangan gizi. Rikesdas (2010 dalam Sri Minatun 2011), juga menyebutkan bahwa 35,7 juta anak indonesia usianya pendek akiat masalah gizi kronis, dengan seperti itu dapat disimpulkan bahwa estimasinya ada 7,3 juta anak indonesia yang diperkirakan berusia pendek akibat ketidak cukupan gizi.
Hal yang sudah menjadi rutinitas anak sekolah adalah kebiasaan sarapan pagi. Biasanya sarapan pagi dianggap sepele dan tidak dibudayakan secara serius. Padahal itu sangat penting sebagai modal awal dalam menjalani memulai aktivitas di awal hari. Sarapan atau makan pagi adalah menu makanan pertama yang dikonsumsi oleh seseorang, biasanya orang makan malam sekitar pukul 19.00 dan makan lagi sekitar pukul 06.00, hal ini menandakan bahwa ada waktu sekitar 10-12 jam yang menunjukan bahwa perut mengalami kekosongan, dan aktivitas di pagi hari hanya cukup untuk beraktivitas selama beberapa jam saja, selain itu kadar glukosa yang menurun, apabila dibiarkan terlalu lama, maka akan menyebabkan hipoglikemia yaitu kadar glukosa jauh dibawah normal, yang akan menyebabkan terganggunya kesehatan. Menurut Wiharyanti (2006 dalam Sri Minatun 2011), menyebutkan bahwa kekurangan glukosa akan menyebabkan tubuh menjadi lemas, konsentrasi berkurang, karena berkurangnya kadar glukosa yang menuju ke otak.
Wiharyanti (2006), menyebutkan bahwa seorang anak yang tidak sarapan besar kemungkinan terkena hipoglikemia, sedangkan seorang anak yang sarapan pagi sekalipun, tetapi tidak mencukupi dan tidak memenuhi syarat gizi yang seimbang maka besar kemungkinan pula, terkena hipoglikemia, hal ini menunjukan bahwa sarapan pagi yang sangat menunjang terhadap kesehatan adalah yang tidak hanya mengenyangkan tetapi harus terdapat juga sayuran, lauk pauk yang mempunyai nilai gizi yang cukup.
Kebiasaan sarapan pada anak dipengaruhi juga oleh pola didik dan kebiasaan orang tua dalam membiasaknnya, bagaimana peran ibu dalam memvariasikan menu sarapan sehingga anak tidak mudah bosan dan tetap bertahan dengan kebiasaan sarapan paginya. Sarapan memberikan suplemen khusus dan asupan gizi pada otak sehingga aktivitas keseharian, hal ini akan berdampak pada aktivitas dan konsentrasi belajar di sekolah.
Berdasarkan penelitian Breakfast Reduces Declines In Attention Memory Over The Morning In The School Children yang dilakukan oleh K.A Wesnes dan C. Pincock, ahli gizi asal Inggris tahun 2003, dengan menggunakan metode random pada 29 anak hasil penelitian bahwa anak yang tidak sarapan dan hanya minum minuman yang mengandung glukosa cenderung memiliki daya konsentrasi dan daya ingat yang relatif menurun dari waktu ke waktu, sedangkan anak yang sebelumnya sarapan walaupun hanya memakan makanan cereal saja walaupun menunjukan daya konsentrasi yang menurun tapi tidak terlalu signifikan. Hal ini menunjukan bahwa kandungan kebisaan sarapan sangat berpengaruh.
Sarapan yang tidak mengandung kandungan gizi yang baik dan cukup akan berpengaruh terhadap perkembangan otak dan metabolisme anak, hal itu berpengaruh terhadap kecerdasan dan kesehatan anak, apabila hal ini berlangsung dalam waktu yang lama, maka akan mengakibatkan terganggunya proses kerja dari organisasi biokimia dalam otak, metabolisme yang terganggu, jumlah sel dalam otak berkurang dan efeknya langsung berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan anak pada usia sekolah.
Dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2010. Anak yang tidak membiasakan dalam sarapan pagi maka fisiknya akan lemah, kurang bergairah dalam belajar. Almatsier (2006), meyebutkan bahwa dampak yang cukup serius terhadap kekurangan gizi akan menyebabkan gangguan pada aspek kesehatan seperti gangguan pertumbuhan, produksi tenaga, pertahanan tubuh, struktur dan fungsi otak serta prilaku. Khomsan juga menambahkan bahwa, setidaknya sarapan pagi akan menyebabkan kekosongan pada lambung, sehingga kadar gula akan menurun. Jelaslah dalam hal ini, kebiasaan sarapan pagi sangat berpengaruh terhadap kualitas otak dan kemampuan dalam berfikir, sehingga nilai nutrisi yang cukup dan seimbang yang bisa dikonsumsi ketika sarapan pagi akan berpengaruh terhadap kecerdasan dan kesehatan anak di usia sekolah.
Kualitas pendidikan di indonesia yang sangat memprihatinkan dibuktikan dengan data UNESCO (2010 dalam Sri Minatun 2011) tentang Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index) yang menunjukan peringkat pendidikan dan kesehatan di Indonesia memeiliki nilai HDI/IPM yang sangat rendah, Pada tahun 2003, IPM Indonesia mencapai peringkat 112 dari 174 negara (UNDP, 2003 dalam Sri Minhatun 2011). Sementara di tahun 2004 indonesia masih menduduki peringkat 112 dari 177 negara (UNDP, 2004 dalam Sri Minatun 2011), yang merupakan nilai IPM yang rendah dibandingkan dengan IPM negara-negara tetangga.
Apabila upaya dalam mencapai peningkatan dan kenaikan kualitas peningaktan gizi melalui sarapan bisa diwujudkan, maka tentu saja hal ini akan mendukung terhadap program yang dicanangkan dalam Millenium Development Goals (MDGs) pada atahun 2015, adopsi dari program PBB tahun 2005 (Todaro, 2005 dalam Sri Minatun 2011), yang fokus pada sasaran-sasaran yang diantaranya meliputi menaggulangi kemiskinan dan kelaparan, mencapai pendidikan dasar untuk semua. Contoh lain dari komitmen yaitu The global study for health for all 1981, the world for summit for children 1990, the fourthy eight assembly 1995, World for summit 1996, Health for all in the twenty first century 1998.
Dalam hal ini, jika ditinjau ulang secara lebih seksama. Maka, semua komponen harus saling bersinergi. Hal yang sangat sepele seperti kebiasaan sarapan yang memang harus dibudayakan semenjak dini, selain itu tidak hanya cukup sarapan tetapi gizi yang terkandung dalam sarapan itu haruslah memadai dan sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) kebutuhan tubuh masing-masing, sehingga bisa mewujudkan calon generasi yang sehat, cerdas, kuat, berkualitas dan sebagai modal dalam meningkatkan indonesia dengan negara yang mempunyai kualitas gizi dan pangan yang baik.
Referensi :
Almatsier, Sunita. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia.
Berg, Alan. 1986. Peranan Gizi dalam Pembangunan Nasional. Diterjemahkan oleh Sayogyo. Jakarta: CV. Rajawali
Hadi, Hamam. 2005. Beban Ganda Masalah Gizi dan implikasinya terhadap Kebijakan Pembangunan Kesehatan Nasional. Pidato pengukuhan Jabatan guru besar fakultas kedokteran UGM. Yogyakarta. Diakses pada 02 Februari 2014 dalam web www.gizi.net.
Moehji, S. 2003. Ilmu Gizi 2 : Penangulangan Gizi Buruk. Jakarta: Papas Sinar Melati.
Syah, Muhibbin. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Sri Minatun. 2011. Faktor-faktor yang berhubungan dengan prestasi belajar siswa kelas IV dan V MI Negeri 02 Cempaka Putih Ciputat Timur. Skripsi diajukan sebagai syarat kelulusan S1. Program Studi Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah. Diakses dari web http
UU RI no 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Diakses pada 4 Februari 2013. Dalam situs web www.inherent-diksyi.net.
s
0 Response to " Relevansi Antara Kebiasaan Sarapan Pagi dengan Pembentukan Generasi yang Sehat dan Cerdas"
Posting Komentar